BAB 34 : STORY PART OF ADIKTA PRIMA 2

60 10 0
                                    

Layaknya nada, melodi, dan harmoni. Seperti itu pula kehidupan yang harus dijalani.

Not House, but Home
...

"Serius, Dik! Lo pernah ikut les musik?" tanya Raya mengerjapkan mata, tidak percaya. Lalu berteriak kesal saat Dikta yang fokus kini telah berhasil menyelesaikan permainan.

Sebelah sudut bibir Dikta terangkat samar, menekan restart, memulai kembali permainan. "Nggak lama, sekitar dua bulanan. Sesulit itu bagi gue buat interaksi dan gabung sama orang lainnya. Gue pengen privat, tapi nyokap nggak beri izin. Gimana juga gue harus coba berinteraksi."

Dikta? Sendirian? Sulit untuk berinteraksi?

Sulit dipercaya. Raya menggeleng, tanpa mengerjapkan mata. Sungguh, ia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana Dikta yang dulu. Perbedaannya bukankah terlalu jauh?

Dikta yang selalu melibatkan diri dalam urusan siapa saja ....

Dikta yang selalu menjulurkan tangan dan berkenalan dengan orang asing terlebih dahulu ....

Tidak peduli apakah itu mendapat penolakan berulang kali seperti yang pernah Dinan lakukan atau sebaliknya. Namun yang pasti Dikta yang Raya lihat tidak akan menyerah dengan mudah.

Ah, lagipula tawa dan sikapnya yang pecicilan ....

"Lo ... serius?" tanya Raya lagi, memastikan.

Dikta mengembus napas panjang, tertawa pelan. "Beneran, elah."

***

Gagal, bahkan cara ini mendapatkan hasil yang lebih parah.

Perempuan paruh baya itu mengembus napas panjang. Setengah memijat kedua pelipis saat membaca laporan nilai ulangan tengah semester milik Dikta. Ia daratkan tubuh di sofa, mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk masuk ke pemilik kamar di lantai dua tersebut.

Nilai Dikta yang berada di bawah standar? atau membuat masalah hingga harus mendapat perhatian khusus dari pihak sekolah?

"Mama harus ngapain, Dik. Buat hilangin luka kamu?" gumam perempuan paruh baya itu, bersandar, memperhatikan catatan di bawah nilai. Percayalah, di antara dua hal tersebut, tidak ada satu pun yang menjadi bahan masalah Dikta.

Nilai Dikta yang hampir sempurna, untuk beberapa mata pelajaran mendapatkan seratus. Hanya ada tiga pelajaran yang lebih membutuhkan keterampilan fisik sehingga nilai itu mendapatkan delapan.

Untuk sikap juga diberi huruf A yang menjadi pertanda sangat baik. Tetapi hanya ada satu nilai yang jelas jatuh begitu dalam bila dibanding nilai lainnya.

Interaksi sosial - sangat kurang.
Catatan khusus : Perbaikan untuk ke depannya, akan jauh lebih baik bila Dikta dapat berinteraksi antar sesama, khususnya dalam kerja kelompok.

Merasa mulai tenang, perempuan paruh baya itu mengembus napas panjang sejenak lalu mengetuk pintu kamar Dikta yang sedikit terbuka. Seperti biasa, tampak anak berusia enam tahun itu, tersenyum lembut, membolak-balik setiap halaman buku cerita yang belum dapat dipahaminya.

"Dik, Mama boleh masuk?" tanya Mama, menyembulkan kepala di celah pintu.

Dikta mengangguk, anak laki-laki itu menggeserkan tubuh saat mendaratkan tubuh tepat di samping tempat tidur. Dikta tersenyum puas, menyodorkan buku The Little Prince yang menjadi favoritnya beberapa bulan belakangan. "Dikta berhasil selesaikan."

Not House, but Home [COMPLETE]Where stories live. Discover now