04 ; doa restu

195 24 2
                                    

Tak ada yang patut diistimewakan, kecuali beberapa masakan yang sudah bunda sajikan diatas meja ruang makan, menurut Keval sendiri bukan karena apa yang dihidangkan, namun seberapa berharganya waktu yang berusaha bunda berikan.

Sosok wanita tegar yang selalu Keval panggil dengan sebutan 'unda' itu kini menampilkan wajah berseri nya, awalnya ia tak tahu atas dasar apa bunda melakukan semua ini, namun melihat bagaimana semangatnya bunda mempersiapkan semua hidangan yang kini telah tersaji rapi dihadapannya, ia turut menyunggingkan senyuman kecilnya.

"Ganteng ga, unda?"

Begitu ia memecah keheningan ruang yang awalnya hanya dipenuhi derap langkah bunda yang sibuk kesana kemari.

Yang ditanya lantas menoleh masih dengan senyuman lebarnya, kali ini senyumannya seolah ditahan agar tetap natural, padahal sudah jelas telinganya memerah, Keval menggeleng pelan melihat bundanya salah tingkah.

"Apasih adek." Hanya itu tanggapan yang bisa bunda berikan, membuat tawa Keval lepas seketika, bunda ini kalau sedang dimabuk cinta, nampak masih seperti remaja saja.

Keval tak menolak fakta bahwa bunda masih butuh pendamping hidup, bukan sekedar anak, melainkan sosok yang bisa diberikan dan memberikan afeksi untuknya, bahkan ia tahu bahwa bunda tak cuma-cuma mempersiapkan semua ini, lihat saja, ia sudah memperkirakan apa yang akan bunda ucap setelah selesai dengan urusan dapurnya.

"Baik banget ya? Sebaik itu bisa bikin unda senyum lagi kaya gini?"

Vandra - begitu orang mengenalnya, berjalan perlahan mendekat si bungsu setelah melipat apron dan menyimpannya kembali dalam rak yang ada.

Mengambil duduk di kursi yang berada disebelah Keval lantas tersenyum, lagi, benar-benar senyuman itu tak sekalipun luntur semenjak pagi tadi disaat ia baru saja membuka pintu setelah dihantarkan oleh Jordan pulang, jangan lupakan bahwa semalam ia tak pulang sebab tidur dirumah Jordan.

Awalnya ia mengira bunda akan berangkat lebih siang, namun nyatanya tebakannya meleset, sore tadi ia pulang main selepas pulang sekolah dirumah masih ada bunda, menyiram tanaman dihalaman dengan dress bunga-bunga selutut nya, menyambut Keval dengan nada kelewat ceria.

"Adek keberatan?"

Keval terkekeh, lantas gelengan ia berikan, dibawanya jemari sang bunda dalam genggam hangatnya,

"maaf bunda, udah lancang megang bunda pake tangan adek yang penuh dosa,"

Ditatapnya lekat netra sayu yang entah kenapa tetap cantik untuk dipandang, memancarkan hawa menenangkan serta sorot teduh penuh kasih.

"Apapun buat unda, asal unda seneng adek ikut seneng, tapi nda, kalau ada yang berani nyakitin nda lagi, adek janji bakal hilangin dia, ga peduli siapapun itu;"

"termasuk adek sendiri."

Lantas sebuah dekap hangat Vandra rasakan, ia balas pelukan yang Keval berikan secara tiba-tiba, meski sedikit terkejut sebab tak siap, pada akhirnya ia tetap membalas rengkuhan si bungsu, hingga tanpa sadar air matanya lolos sendirinya.

"Anak unda, yang dulu sering minta beli yupi, sekarang udah gede ya, nak? Maafin bunda yang makin jarang nemenin adek lagi, sibuk kerja buat cari makan kita, ya dek?"

Keval melepas perlahan pelukan diantara keduanya, lantas terkekeh sembari menghapus pelan jejak air mata dipipi sang bunda.

"Kok malah nangis unda, gimana sih, untung cantiknya ga luntur loh, nanti diketawain gimana?"

Lantas dengan begitu pula Vandra kembali tertawa meski sesekali berusaha menahan air mata yang terus mendesak berusaha keluar.

"Kakak nggak pulang, nda?"

Asa Bumantara✓Where stories live. Discover now