19 ; never feel alone

107 10 1
                                    

⚠️ Sensitive content, crash, accident⚠️

.

Sapuan warna biru di angkasa mulai meredup dan kini digantikan oleh gurat jingga yang memberikan keindahan pandang bagi mereka si penikmat senja. Seperti Delvin, contohnya.

Selepas ia berpisah dengan Taka beberapa saat lalu kini ia mengendarai mobilnya untuk segera pulang, perasaan menggebu menyelimuti seolah ingin segera memaparkan fakta baru yang berhasil ia terima.

Namun sepertinya semua angannya harus pupus perlahan sebab jalan yang ia lalui kini mulai padat bahkan di depan sana bisa terlihat kemacetan sudah terjadi, maka dari itu hanya decakan sebal yang terdengar dari bibir Delvin sepanjang waktu ia menikmati kemacetan itu.

Sebab bosan Delvin memilih menyalakan musik sebagai teman menghabiskan waktu menikmati macet di tengah cantiknya senja.

Hingga tak lama kemudian lagu yang tengah diputar berhenti, tergantikan oleh dering telepon. Saat ia mengecek handphonenya, ternyata telepon itu berasal dari ayah.

"Halo, Yah... Gimana?"

"Kakak lagi dimana?" Bahtiar bertanya, Delvin pikir ayahnya tengah berada di luar seperti dirinya sebab ia bisa mendengar suara klakson dari seberang sana.

"Kejebak macet ini, Yah, ada perlu atau gimana?"

"Ya sudah tidak apa, ayah cuma tanya. Ayah kira kamu udah sampe rumah."

"Belum, tadi kebetulan ketemu temen lama diajak ngobrol dulu jadi kena macet ini."

Delvin mendengar sang ayah terkekeh mendengar penuturannya.

"Maviel ada chat kamu, kak?"

Delvin sedikit mengernyit, heran, "Nggak ada, chat kenapa emang, Yah?"

"Ah engga, nanti aja di rumah diomongin. Kalo gitu kamu hati-hati, kak. Ayah matiin ya telponnya."

Setelahnya hening, telepon itu betul Bahtiar sudahi tanpa berminat menunggu persetujuan maupun jawaban Delvin.

Lantas yang membuat Delvin sedikit heran adalah pertanyaan ayah tentang chat Maviel. Memang ada apa dengan bocah itu? Delvin hanya bisa menebak-nebak dan berakhir tak acuh, nanti juga ia akan tahu jawabannya.

Semburat jingga perlahan memudar dan gemerlap bintang mulai terpancar sebab langit yang sepenuhnya sudah berubah menjadi gelap hingga sinarnya kini yang menjadi hal paling mencolok selain bulan sabit di atas sana.

Ting!

Bunyi notifikasi dari ponsel itu Delvin abaikan sebab ia tengah terfokus pada jalanan yang perlahan mulai lengang.

Ting!

Ting!

Delvin masih abai dengan getaran notifikasi itu, kini ia hanya fokus pada kemudi sebab jalan tak lagi macet, pikirnya nanti di rumah ia akan membalas pesan masuk yang belum sempat ia buka isinya tersebut.

Memerlukan waktu sekitar 20 menit bagi Delvin hingga dimana kini baru saja ia mematikan mesin mobil, tak memilih langsung beranjak, Delvin berniat untuk meraih ponselnya, sebelum niat tersebut bertepatan dengan getaran bunyi yang berasal dari benda pipih itu saat ia sudah menggenggamnya.

Itu telfon dari Taka.

"Hal-"

"Lu dimana?" Taka memotong sapaan Delvin dengan cepat.

"Baru banget sampe rumah, kenapa?" Delvin bersiap keluar mobil, ia sudah membuka pintu.

"Ke sini cepet, abis ini gua shareloc."

Asa Bumantara✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang