24 ; sedikit

39 6 0
                                    

⚠️ Sensitive n explicit content, kalau ga nyaman atau ga suka skip aja ya langsung keluar.

Please be wise⚠️

.

Raungan keras menggema dalam ruang pengap berisi beberapa orang yang kini tengah mengelilingi sesosok wanita berpenampilan kacau dan lusuh yang posisinya sudah duduk terikat di atas kursi dengan kencang dan bibir tertutup lakban.

"Ada salah apa anak aku? Huh?"

Pertanyaan yang sedari tadi berputar dalam benak, ia suarakan pertanyaan tersebut tanpa berminat untuk mendapat jawaban dari oknum yang ia tanya.

Vandra semakin mendekat meski seluruh tubuhnya bergetar, "Punya salah apa anak aku sama kamu, Din? Salah apa?!"

Tangisnya berujung pada sebuah jeritan sarat akan kekecewaan dan kemarahan yang campur aduk, Vandra terus terisak sedang jauh di lain sisi ia tengah berusaha menguatkan diri demi bisa meluncurkan semua kalimat-kalimat yang masih tersimpan dalam pikiran untuk diungkapkan kepada Adin, yang pernah ia anggap saudara sendiri, dulu.

"Keval cuma anak kecil. Bahkan dia nggak seharusnya kamu perlakuin macam binatang! Anak kecil aku kamu siksa, anak kecil aku kamu paksa minum alkohol, Keval—"

Suara Vandra tercekat, tenggorokannya terasa kebas dan panas bahkan hanya untuk melanjutkan kalimatnya.

"—anak kecil aku kamu jadiin pemuas nafsu dan kamu video buat dijadikan ancaman, gila kamu! ANAK AKU ADIN, ITU ANAK AKU!"

Tak lagi terkendali, Vandra berdiri tepat di hadapan Adin yang tak bisa melakukan apa pun sebagai bentuk pertahanan diri, Vandra seperti orang kesetanan dengan tangan yang menjambak rambutnya kuat hingga Adin terdongak dan wajahnya hampir membiru, pun sesekali cakaran kuku panjang itu menggores seluruh wajahnya yang seketika menimbulkan perih.

Hampir satu menit dan terbukti tak ada seorangpun di sana yang berniat menghentikan aksi Vandra, sekalipun itu Bahtiar.

"Aparat nggak akan pernah kasih kamu hukuman selayaknya yang kamu lakuin ke Keval, kan? Hari ini kamu bakal rasain apa yang Keval kecil rasain, bahkan lebih dari itu."

Suara Vandra bergetar dan semakin lirih meski pengucapannya begitu tegas. Ditamparnya keras wajah Adin sebelum akhirnya ia berbalik dan melemas begitu saja, hampir tubuhnya beradu dengan tanah kalau saja Bahtiar tak cepat menangkapnya dan memapahnya untuk keluar dari ruang pengap tersebut.

Vandra sudah keluar bersama Bahtiar, disusul Liana yang memang sedari tadi ada di sana meski hanya diam mengamati. Menyisakan Delvin, Jordan, Maviel, serta Miguel, yang nantinya entah akan melakukan apa untuk memberi pelajaran pada Adin.

Sret!

Lakban yang semula membungkam mulut Adin itu kini terlepas seusai Jordan membukanya kasar hingga sedikitnya mengakibat rintihan dan mungkin pula rasa perih, ia tak peduli. Mata sembabnya kini digantikan tatapan nyalang pada wanita di hadapannya yang hanya bisa tertunduk lemas dan nampak menangis, air mata buaya.

Sret!

"Arghhh.. sa—kittt..." Jordan meludah tepat di wajah Adin ketika rintihan sakit itu berhasil tersuarakan sebab rambutnya lagi-lagi dijambak, jelas lebih sakit, tenaga Jordan sebagai seorang laki-laki sudah bisa dipastikan berkali-kali lebih kuat dari tenaga Vandra.

Tanpa banyak reaksi yang berlanjut, Jordan mengulurkan tangan ke arah Delvin seolah meminta sesuatu, dan benar, botol alkohol yang tak lupa tutupnya dibuka terlebih dulu oleh Delvin itu kini terulur untuk selanjutnya Jordan terima dengan sedikit kasar.

Asa Bumantara✓Onde histórias criam vida. Descubra agora