22 ; bohong

69 12 2
                                    

Jordan memacu kecepatan mobilnya secepat yang ia bisa agar segera sampai ke rumah Keval dan membuktikan bahwa ucapan-ucapan mereka hanyalah omong kosong. Namun kini nyatanya angannya sendiri lah yang perlu ia buang jauh-jauh sebab tepat di depan mata setelah mobil mengarah ke rumah yang ia tuju, bendera putih lambang berduka itu terpasang apik memberikan simbol kepada siapapun yang melewatinya.

Segera ia berlari keluar, menuju ke rumah duka mengabaikan tatapan nanar dari masyarakat setempat yang mungkin iba padanya sebab ia datang dengan kondisi yang tak bisa dikatakan baik, mata hingga pipinya basah dengan hidung yang kelewat merah sebab menangis sepanjang jalan.

Ia lihat setelah masuk rumah, sudah ada Lutfi bersama Jauzan disana duduk bersama bunda yang sudah tak bertenaga. Lalu tak lama Rezvan datang, tak beda dengan yang lain, kondisinya berantakan meski kini pakaian yang mereka kenakan kelewat rapi dengan wangi menguar sepanjang mereka jalan.

Bahtiar datang dari dalam membawa sebuah pigura lengkap dengan foto orang yang sangat Jordan kenal membuatnya segera memalingkan wajah.

Tak lama setelah itu beberapa lelaki tua berbondong membantu memasang meja untuk Keval di ruang tamu yang sudah dikosongi.

Bukankah itu artinya banyak orang yang akan menyambut Keval pulang?

Sirine mulai terdengar mendekat, melirih, dan akhirnya diam. Suasana yang awalnya hening kini terasa sesak dan bising sebab para tetangga yang mulai mengerubungi datangnya ambulance.

Jordan adalah orang pertama yang berlari meninggalkan ruang tamu dan semua yang ada disana untuk datang melihat sendiri apakah benar itu adalah Keval.

Kini ia berlutut tepat di depan pintu membuat beberapa wanita paruh baya menjerit kaget dan segera membantunya kembali berdiri.

Jauzan dan Lutfi melihat hal tersebut segera mengambil alih Jordan dan menuntunnya ke dalam, tak lupa mengucapkan terima kasih pada ibu-ibu tadi.

Kini gantian Vandra yang berdiri. Meraung kencang kala jenazah Keval sudah terbaring di meja yang disiapkan tadi.

"Bohong! Bangun Keval! Bangun!"

"Bunda minta maaf, bunda salah, ayo bangun! Bangun, Keval!"

"Bangun atau bunda marah, Keval bunda minta maaf!

Vandra terus mengucapkan kata-kata tersebut sampai seorang wanita yang ia kenal sebagai ibu dari salah satu teman anaknya—Jordan, memeluknya kencang meminta ia agar ikhlas dan tenang.

Vandra cengkram tangan Christina yang ada di depan badannya dengan kencang.

"Anakku mbak... hiks— itu Keval, anakku."

"Anakku meninggal mbak!!"  Vandra terus meracau walaupun ucapannya tersendat oleh tangisnya sendiri.

"Anakku—" Vandra menjerit hingga ia kehilangan kesadarannya, lagi.

Dan semuanya kacau.

»»--๑ˊᵕˋ๑--««

Miguel dibuat panik dengan sang putra yang lagi-lagi mengamuk tiba-tiba, membuat Liana terus menangis sebab putra satu-satunya menjadi seperti itu.

"Mada, tenang."

Sedang Maviel tak menghiraukan ucapan itu dan kini justru memukuli kepalanya sendiri membuat Miguel menarik nafas dalam-dalam.

"Liat papa. Mada! Liat papa, tenang. Oke, tenang." Miguel cekal lengan yang sedari tadi sangat lancar memukuli kepala itu untuk kini ia genggam hangat.

Asa Bumantara✓Where stories live. Discover now