07 ; Adnan

141 20 0
                                    

⚠️ sensitive content, traumatic, violence, harshwords, mentioning of blood n sexual harassment
Yang tidak nyaman silahkan keluar. ⚠️

.
.
.

Dengan telaten Maviel menepuk-nepuk kecil belakang kepala Keval dalam dekapan, hembusan nafas terasa sedikit panas dilehernya, demam jelas saja, tak sedetikpun pelukan itu terlepas semenjak mereka baru saja sampai dirumah Jordan, pelarian tepat.

Sesekali kalimat penenang ia gumamkan merasakan sentakan-sentakan kecil dari Keval yang tertidur dengan gelisah, apakah cerita buruk hari ini terbawa sampai alam bawah sadar sana?

Angin berhembus dingin melalui celah jendela membuat Maviel menaikkan selimut yang membungkus tubuh keduanya.

Ia ingat, bagaimana paniknya ia tadi setelah Jordan mengatakan bahwa mungkin Keval sedang berada diambang nyawa, ia kira bocah tengil itu kembali beradu aspal seusai mengadukan kecepatan motornya di arena dengan musuh, atau sekedar babak belur yang dikarenakan ia membela kebenaran, mana ia sangka kalau apa yang terjadi jauh dari perkiraan.

Kalau sudah seperti ini, biasanya pikiran Maviel akan terasa seperti ditarik kembali ke masa dimana ia pertama kalinya dijadikan orang lain tempat bergantung kepercayaan dalam menceritakan kisahnya hidup.

"Dibelit pake rantai tas sama dia, sesek anjir, disini!"

Itu seingat Maviel kala mana mendengarkan cerita Keval waktu itu, dimana jemarinya turut bergerak menunjuk lehernya, persis menunjuk tempat dimana disitulah tempat Tante Adin membelitkan rantai tasnya, hanya sebab katanya Keval mencoba mengadukan semuanya pada Om Danu.

"Dikurung gue cok, udah kaya anjing aja, untung-untung gue dulu masih goblok, jadi kaga gue pukul pake sapu kepalanya."

Itu ketika Keval menceritakan kejadian dimana dirinya dikurung didalam kamar oleh Tante Adin, berakhir ia ditemukan pingsan oleh Om Danu -- mantan suami Tante Adin -- dikemudian hari, faktor demam yang ia alami sebelum dikurung, ditambah suhu ruang naik turun, juga tak diberi makan, dapat asupan darimana tubuhnya, belum lagi dehidrasi yang ia alami.

Keval dalam asuhan Tante Adin benar-benar merasakan sengsaranya kehidupan yang sebenarnya.

"Jijik sumpah, Mav, bahkan gue berharap waktu itu gue jadi tuli aja."

Ia bawa telapak tangannya menutupi telinga Keval, lalu ia usap perlahan dengan kekehan ringan,

"Kan dibuat dengerin suara unda, jangan dong, nanti ga bisa juga lo dengerin gue main gitar."

Ia bergumam sendiri menjawabi ocehan- ocehan Keval yang teringat dibenaknya, berakhir ia dekap kuat-kuat bocah nakal itu meski tak sampai menghalangi oksigen yang masuk.

"Kok lo percaya sama cerita gue, Mav?"

"Ya karena yang cerita itu lo, Keval."

"Banyak darahnya, kan dipaksain masuk sama dia,"

Ah iya, ini yang paling Maviel hindari, cerita yang menurutnya sendiri sedikit mengerikan, cerita ketika Keval diperlakukan secara tak manusiawi untuk ukuran bocah polos yang tak tahu menahu tentang hal-hal menjijikan itu.

Pelecehan non verbal yang Keval ceritakan kal itu benar-benar diluar dugaan, bisa Maviel bayangkan bagaimana rasanya, menyakitkan, takut, apalagi Keval yang mengalami?

Andai, sebatas andai...

Andai bunda tidak menitipkan Keval pada perempuan licik bernama Adin itu, pasti semua tidak akan seperti ini.

Asa Bumantara✓Where stories live. Discover now