2 - Mencoba Kabur

903 150 62
                                    

Sudah 3 hari Winona menghabiskan waktunya di dalam kamar saja, pasalnya dia tidak bisa berkutik ketika ayahnya menghukumnya untuk tidak keluar dari rumah. Semua ajudan disiapkan untuk berjaga di setiap sudut halaman rumah dan para asisten rumah tangga pun berubah menjadi mata-mata.

"Winona, makan sarapanmu dulu." Bertha masuk ke dalam kamar sambil mengantarkan sarapan.

Winona tidak menggubrisnya, dia sedang asik bermain di sosial media.

"Aku dapat titipan pesan dari Nyonya, katanya kau boleh memakai kartu kreditnya untuk berbelanja online, jika kau merasa bosan di rumah. Tapi Nyonya juga memperingatkanmu untuk tidak sekali-kali mencoba kabur dari rumah, karena Tuan akan semakin marah padamu."

Winona meletakkan ponselnya, lantas dia bangkit dan menatap Bertha dengan jengah.

"Dan satu lagi, Nyonya ingin kau mandi karena ini sudah 3 hari."

Winona menendang selimutnya dengan kesal kemudian kembali berbaring.

"Aku letakkan sarapan di meja. Jika butuh sesuatu turun dari kamarmu karena aku sedang banyak pekerjaan yang harus aku urus."

"Kau mulai meniru sikap ayahku?" sindir Winona.

"Tidak, aku aslinya memang seperti ini. Dan kau sudah bukan dalam umur yang harus aku manjakan lagi." Bertha bicara begitu tegas, lantas keluar dari kamar Winona.

"Ck! Sial!" Winona menatapnya sinis.

Winona merenung, menatap langit-langit kamarnya sambil memikirkan bagaimana masa depannya kelak. Hidup bergelimang harta sudah barang tentu, berkarir di bidang finance sesuai pendidikan yang dia ambil tak akan sulit. Satu-satunya yang akan menjadi batu sandungan adalah pasangan hidup. Dia sangat yakin bahwa ujung-ujungnya dia akan menikahi pria yang sudah dipilih oleh ayahnya.

Winona mengingat perjanjiannya dengan sang ayah, di mana dia bisa memiliki kekasih dengan dua syarat. Pertama, bisa menghasilkan uang dan kedua pria itu harus setara dengannya. Jika dipikirkan lagi, kekasihnya bisa dikatakan setara dengannya. Asad adalah keturunan kerajaan, dia seorang Pangeran Muda dan sedang berkarir di perusahaan properti milik ayahnya sendiri.

Jadi, dia hanya perlu melewati satu tahapan saja, yaitu bekerja. Tapi di mana dia harus bekerja? Karena bekerja di perusahaan milik keluarganya sendiri itu sudah tak mungkin. Bukan itu yang diinginkan ayahnya dalam arti mencari uang. Ayahnya ingin Winona mencari uang tanpa embel-embel nama keluarga. Secara tidak langsung ayahnya ingin memberi Winona tutorial cara mempersulit hidup.

Winona bangkit dari tempat tidurnya, berjalan lemas menuju sofa untuk menyantap sarapannya. Namun sekilas dia menatap pantulan tubuhnya di cermin, hingga dia kembali berjalan mundur dan meringis di hadapan cermin.

"Astaga! Tiga hari tidak mandi kenapa aku masih tetap cantik?" Winona mendekatkan wajahnya ke cermin, kemudian tersenyum begitu lebar.

"Pantas Asad begitu tergila-gila padaku, dan para pria berderet mengantri menunggu hubungan kami berakhir."

Winona lantas kembali berjalan menuju sofa, kemudian dia duduk di hadapan sarapannya yang membosankan. Mewah, namun terlalu sehat. Percayalah, sesuatu yang sehat tidak selamanya nikmat.

Dia meminum segelas air putih, kemudian mengambil potongan buah pisang yang sudah tersusun rapi. Rutinitas yang membosankan, tapi anehnya tak bisa Winona tinggalkan. Kenapa? Karena sudah menjadi kebiasaan.

Ketika Winona sedang menikmati sarapannya, ponselnya tiba-tiba berdering. Tentu saja Winona tidak langsung menjawab, dia malah asik menggerakkan kepalanya, mendengarkan irama dering di ponselnya hingga ponsel itu berhenti berdering. Kemudian Winona pun melanjutkan sarapannya hingga selesai.

Falling In Love With Prince Of WalingtonOnde histórias criam vida. Descubra agora