16 - Hari Yang Buruk

696 183 83
                                    

Winona mendesah pelan, belum apa-apa dia sudah dibuat muak ketika harus mengerjakan sebuah tugas yang dirasa bukan bagian yang harus dia kerjakan. Dia diperintahkan untuk menyusun semua jadwal pertemuan yang sudah CEOnya lakukan dalam setahun terakhir.

Untuk apa dia melakukan hal itu?

"Menurutku kita harus mempertimbangkan kerjasama dengan klub sepak bola, apalagi sosok Danny Alfaro adalah bintang baru yang sedang melejit saat ini. Pengikutnya di Outstagram sudah mencapai 100 juta."

"Aku tidak tertarik, jika aku ingin sudah sejak dulu aku melakukannya. Aku bahkan memiliki kenalan pesepak bola yang aku yakini dapat menaikan nilai jual T. Jr karena dia memiliki nilai jual dari segi rupa dan fisik."

Winona melirik ke arah Jayden Julian, CEO dari Jr. Corp dan asistennya yang baru saja keluar dari ruangannya. Sekarang Winona harus lebih peka dengan sekitarnya, dia bahkan bersikap santai dengan memberinya bantuan untuk memasangkan dasi tanpa mengenalinya dengan jelas. Ya, siapa yang menduga bahwa wujud Jayden Julian tidak seperti apa yang dia lihat di media?

"Thalia, kau sudah menyelesaikan berkas tentang data pertemuanku dengan klien dalam setahun terakhir?" tanya Jayden ke arah kubikel para sekretarisnya.

"Winona, kau sudah menyelesaikannya?" Thalia bertanya balik ke arah Winona, dan Jayden mengikuti arah tatapannya.

Kini mata Jayden dan Winona saling bertatapan, lalu senyum tipis itu muncul di wajah sang CEO tersebut.

"Jadi kau sekretaris baruku?" tanyanya.

Winona lantas berdiri dan memperkenalkan dirinya. "Iya, namaku Winona dan aku mahasiswa magang."

Jayden mengangguk. "Nanti setelah aku selesai makan siang, aku akan memeriksa pekerjaan pertamamu."

Jayden berjalan pergi dan Winona hanya mengangguk meski dalam hatinya sedang menggerutu kesal.

"Bukankah dia cukup menarik?" bisik Peter, asisten Jayden.

"Apa kau tidak dengar? Dia seorang mahasiswa," timpal Jayden.

"Apa kau tidak tahu jika Leonardo D Caprio selalu menargetkan wanita umur 20an untuk dia kencani?"

"Apa kau pikir aku sedang ingin berkencan hanya karena ada wanita muda di sana?"

Peter lantas tertawa dan merangkul bahu Jayden. "Sudah 10 tahun sejak hari itu, ayolah Jay!"

Jayden tidak menggubrisnya, dan berjalan lebih cepat meninggalkan Peter di belakang.

***

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah sakit, Earl tampak gelisah. Dia menggenggam tangan Mili dengan erat dan berharap bahwa kekasihnya itu secepatnya bisa sadar.

"Maaf, lagi-lagi aku harus merepotkanmu," ucap Ghalael yang berdiri di sampingnya.

"Kenapa kau membiarkannya minum alkohol?"

"Ibunya datang, dan dia kembali membahas segala hal yang terjadi di masa lalu dengan Mili. Saat itu aku tidak sedang di rumah, jadi aku tak bisa mencegahnya."

Earl menatapnya tajam. "Aku sudah memperingatkanmu, dan memberimu kesempatan untuk tetap hidup. Jadi, lakukan pekerjaanmu dengan baik sebagai seorang ayah."

Ghalael terdiam.

"Ayahku mungkin berhutang budi padamu, tapi bagiku kau tetap harus membayar semua perbuatanmu, bukan begitu?"

Ghalael mengangguk, dan Earl kembali fokus kepada Mili. Gadis itu tampak pucat, dan terlihat begitu lemah. Rasa bersalah pun bercampur aduk, penyesalan itu muncul karena jika saja semalam dia datang menemui Mili maka semua ini tidak akan terjadi.

Falling In Love With Prince Of WalingtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang