9 - Insiden

734 160 84
                                    

Winona mengigit bibirnya tak kuasa menahan senyum, setelah apa yang dia perbuat kepada Earl tanpa ada rasa tanggung jawab sama sekali. Biarkan saja seperti itu, jika sama-sama akan menjadi gila itu akan jauh lebih menyenangkan.

"Untuk tim marketing, sekali lagi aku ingatkan untuk tidak takut mengeluarkan konsep. Terutama untuk marchandise, gunakan produk terbaik. Hubungi semua agen dan pakai namaku untuk melakukan negosiasi."

"Baik Tuan."

"Untuk fasilitas di camp, aku sudah setuju dan mungkin uang belanja akan aku kirimkan besok. Tapi ingat, utamakan fasilitas olahraga dan pola makan untuk pemain."

"Bagaimana dengan konsep membuat konten itu?" tanya Phillipe.

"Kau hanya perlu meyakinkan pemain, karena untuk urusan media sudah ada dalam genggamanku. Aku sudah menghubungi Jr. Corp dan mereka siap membuka peluang untuk bekerja sama. Asalkan, kau berhasil membawa 5 daftar pemain dan Pelatih Peter Walts untuk bergabung dengan Phoenix, sehingga tak akan ada yang sia-sia."

"Tapi anggaran belanja yang diatur Federasi tidak boleh lebih 190 juta Euro, sedangkan harga kelima pemain lebih dari itu."

Matteo lantas tersenyum, "kita bisa menjual pemain yang tak berguna di klub sehingga ada sisi kredit yang bisa diisi, bukan begitu?"

"Harga jual pemain lain dari selain ketiga bintang yang kita miliki, harganya cukup rendah. Jika ingin dijual, maka hampir setengah dari pemain yang kita punya."

"Lalu masalahnya di mana? Kita di sini sedang berbicara soal bisnis bukan?"

Phillipe seketika bungkam, dan para direksi juga anggota manajemen klub tak ada yang berani bersuara. Sampai akhirnya, Winona yang sedari tadi terhanyut dalam khayalan ikut menyimak dan mengeluarkan pendapatnya.

"Apa aku boleh memberikan pendapat?" tanya Winona sambil mengangkat tangannya.

Semua mata tertuju ke arah Winona, anak perempuan yang baru berusia 20 tahun itu membuat orang-orang di sana mempertanyakan apa urusannya sampai harus mengeluarkan pendapat. Tapi lain hal dengan Matteo, dia tersenyum dan bangga dengan keberanian anaknya.

"Ya, silakan!" ucap Matteo.

"Jika berbicara realistisnya, memang kita semua yang ada di sini sedang membicarakan murni soal bisnis. Di mana para pemain secara kasar bisa dianggap mesin pencari uang. Akan tetapi Tuan Matteo yang terhormat, jangan lupa bahwa mereka adalah manusia yang memiliki akal, insting, emosi, sehingga jika sejak awal tujuan membeli banyak pemain baru yang bagus itu untuk mewujudkan kemenangan klub secara instan, maka tak akan cukup."

Matteo mengangguk.

"Secara emosi, katakanlah itu ego, maka pemain yang akan direkrut secara analisisku tak akan maksimal saat berlaga. Mengapa? Karena hubungan emosional belum terbangun, karakter permainan dari berbeda liga bisa jadi masalah, dan yang terakhir mungkin mereka bermain bukan sekedar untuk mendapatkan uang, melainkan kepuasan. Sehingga menurutku, jika menurutmu dengan iming-iming uang akan memengaruhi psikologis mereka, menurutku tidak demikian. Mereka tak akan mau datang ke Phoenix dengan bayaran semahal apapun karena uang tak bisa membeli rasa kepuasan mereka dalam bermain sepak bola."

Matteo menatap putrinya dengan bangga. Winona yang tak tahu apapun soal manajemen sepak bola bisa mengeluarkan pendapat dalam pertemuan pertamanya.

"Aku paham dengan penjelasanmu, aku juga sudah memprediksi hal itu dan tak akan ada masalah apapun. Aku sudah menganalisis semuanya berdasarkan data dan rencanaku akan berhasil. Semua kembali padamu Phillipe, kau bisa melakukannya atau tidak? Karena Edward sendiri sudah yakin selaku orang yang bertanggung jawab di lapangan, bahkan dia sendiri yang meminta Peter Walts di datangkan."

Falling In Love With Prince Of WalingtonOù les histoires vivent. Découvrez maintenant