11

40 5 20
                                    

Di UKS sana, Rindu masih setia dengan pejaman mata, juga dengan ringisan terdengar keluar dari mulutnya. Padahal perawat di UKS sudah memberinya obat dan merawat memar di pipi Rindu, tapi dia belum juga membuka bola mata. Selalu ada Zaka di sebelahnya yang memegangi tangan kanan Rindu dengan penyesalan akan perbuatannya. Kalau saja dia tidak emosi hanya dengan pancingan Rivo, pastinya tidak akan ada hal serupa yang terjadi. Di sana juga masih ada Azura yang sama khawatirnya dengan Zaka.

"Zu, lo ke kelas aja! Bentar lagi masuk, biar gue yang jagain Rindu!" titah Zaka.

"Mmm, ya udah!" patuh Azura sambil melangkah keluar UKS. Sebenarnya Azura ingin menolak untuk pergi, tapi karena dia cukup tahu kalau Zaka tidak akan mengizinkannya. Maka dari itu, akan lebih baik untuk menurutinya saja.

Sedikit berlari ke luar sana, Azura langsung menuju ke kelasnya. Sesampainya di sana, Azura membuka pintu dengan segera dan membuatnya hampir menabrak dua buah meja yang Haikal tata di sana sebagai pengganjal. Untunglah Azura tidak jadi menabraknya dan membuat Azura harus berjalan perlahan. Dia menyilangkan tubuh rampingnya dan berjalan di antara dua buah meja yang ada.

Haikal dan Rivo menatapnya heran. "Ra? Lo kok, bisa masuk? Pintunya 'kan gue kasih meja? Biar orang lain enggak bisa masuk!" ucap Haikal penuh tanda tanya.

Azura sama bingungnya dengan tatapan dua orang di dalam kelas sana. "Apa sih? 'Kan buka pintunya ditarik dari luar, bukan didorong?!" tutur Azura sambil menahan tawa.

Haikal cengo seketika dengan apa yang Azura jawab. "Lah, iya, ya? Ini gue yang bego apa cewek-cewek tadi, sih?" cicit Haikal yang merasa bodoh dengan kejadian yang belum lama menimpanya.

"Dua-duanya!" sahut Rivo mengejek. Meski sejatinya dia juga bodoh karena juga tidak menyadari hal serupa.

"Oh, ya. Rindu gimana?" tanya Haikal lagi, saat mengingat kejadian sebelumnya.

"Udah mendingan, kok!" jawab Azura jelas berbohong.

"Ah, syukurlah!"

Bersamaan dengan kata syukur yang Haikal rapalkan, bel masuk ikut merapalkan sebuah irama nyaring. Jadi, tak butuh waktu lama bagi para siswa-siswi untuk memasuki kelas masing-masing. Para siswa dan siswi di kelas ini pun juga mulai berdatangan, dengan pendatang pertama adalah siswa yang berlarian. Akibatnya, dia menabrak meja yang Haikal bentangkan di depan pintu kelas dan membuatnya tersungkur, hingga menjadi bahan tertawaan.

"Siapa yang naroh meja di sini?" omelnya yang membuat Haikal seketika pura-pura tidak tahu.

Meski sudah berusaha untuk tidak menonjolkan dirinya sebagai pelaku dari insiden barusan, namun dengan kejamnya Rivo menunjuknya sebagai pelaku. Tanpa rasa kasihan sebagai seorang teman yang pastinya akan mendapat masalah ke depannya, Rivo malah menunjuk Haikal dengan santai tanpa beban. Dia yang bernama Anas itu pun, menatap Haikal dengan tatapan mematikan. Haikal tidak tahu kenapa mata itu malah menatapnya. Pada akhirnya barulah dia sadar kalau telunjuk Rivo jelas mengarah padanya.

"Heh, anak baru! Lo ngerjain gue?" ucap Anas kasar dan melangkah mendekat ke arah Haikal.

"Itu ... anu ... ini ... eto eh, apa ya?" Haikal kikuk seketika dengan tatapan yang jelas menyorotnya tanpa peduli dengan sekitarnya.

"Itu, anu, ini, eto apaan?" solot Anas.

Pada akhirnya, kehadiran guru pengajar selanjutnya di kelas mereka menjadi pelerai atas marahnya Anas. Untung saja Anas belum memukul Haikal, kalau sudah, bisa dipastikan penyelesaiannya tak sampai di sini saja. Haikal pun mengembuskan napas lega karena selamat dari pertengkaran yang hampir saja terjadi. Bukannya dia takut untuk berkelahi dengan Anas, hanya saja berkelahi di dalam lingkungan sekolah bukanlah gayanya. Kalau di luar sekolah, jangan ditanya Haikal itu sebrutal apa. Bisa bonyok tujuh orang sekaligus olehnya, tapi dengan catatan mereka tidak melawan balik apa yang Haikal lakukan pada mereka.

Duri (End✅)Where stories live. Discover now