24

36 5 2
                                    

Di depan kosan sana, Rivo sedang memandikan motor. Itu memang sudah menjadi tugasnya, tapi seharusnya Haikal juga ikut membersihkan motor juga. Bagaimana pun juga, Haikal pergi sekolah dengan menaiki kendaraan yang sama. Tetapi, masalahnya belakangan ini Haikal mendadak menjadi penghuni setia kamarnya. Hanya ke luar saat dibutuhkan saja, tentu saja alasannya karena ketampanannya itu yang luar biasa. Masih gara-gara Rivo tempo lalu, sampai sekarang Haikal menjadi bulan-bulanan Ningsih.

Masih dengan formasi berjongkok di depan motornya, Rivo bisa menatap di ujung jalan sana. Ada Rindu di sana yang ingin menyebrang jalan. Gadis itu masih terlihat banyak pikiran, sampai-sampai dia tidak menyadari adanya kendaraan di depan sana. Rivo yang pertama menyadari itu dan langkahnya langsung dia bawa lari. Rivo bahkan sudah meneriaki nama Rindu, tapi gadis itu tetap dengan posisi seolah hilang kendali.

Tepat di kala sebuah motor hampir menyerempetnya, Rivo datang dengan seribu kecepatan langkah. Rivo langsung menarik Rindu ketepian jalan untuk menghindarkan tabrakan. Tak terlalu membuahkan hasil yang sempurna, Rindu yang mencoba diselamatkannya, justru terjatuh dan mengalami benturan di bagian kepala. Sementara pengendara motor yang hampir menabraknya langsung berhenti dan berlari ke arah mereka. Bisa Rivo saksikan bagaimana Rindu merintih kesakitan. Matanya mulai terpejam dengan mulut masih setia dengan ringisan.

"Rindu!" panik Rivo dan menggoncang tubuhnya.

"Dek, ayo bawa ke rumah sakit!" panik pengendara motor tadi melihat darah di bagian kepala Rindu terus mengucur tanpa henti.

Memang itu yang harus dia lakukan. Dengan begitu, Rivo mencoba mengangkat tubuh Rindu sendirian. Masih dengan mata Rindu yang terpejam, Rivo bisa mendengarkan mulut gadis itu mengeluarkan seucap kata. Tak terlalu jelas di telinganya, tapi kata itu cukup bisa dikenalinya.

"I--po!" Itu suara yang Rindu keluarkan.

Mendadak, Rivo mendapat getaran pada dadanya. Tubuh Rindu yang sudah diangkatnya, harus terpaksa dia turunkan segera. Pusing menjalar ke seluruh bagian kepala yang menjadi alasan Rivo menurunkan Rindu kembali. Sebuah tetesan darah mengalir dari hidungnya yang membuat Rivo refleks menghapusnya. Tubuhnya mulai bergetar dengan darah hidung yang mulai memenuhi kedua lubang hidungnya.

"Dek, ke--kenapa?" panik pengendara motor yang sedari tadi menemaninya.

"Jangan sekarang!" rintih Rivo mencoba menahan getaran dan sakit pada bagian kepala.

Pengendara motor yang tadi, mulai berteriak meminta bantuan. Di sini, yang harus dibantu tak hanya satu, tapi dua di antaranya. Keadaan dua orang di hadapan memang bukan sepenuhnya salah dia. Meski begitu, dia tidak mencoba untuk lari dari tanggungan dan meminta bantuan sesegera mungkin agar masalah tak lebih rumit dari itu.

Sementara Rivo, dia semakin merasakan denyutan pada kepalanya. Rivo juga sudah berusaha untuk menengadahkan kepala. Supaya darah di hidungnya bisa dihentikan segera, namun sayangnga itu sia-sia. Karena yang terjadi setelahnya hanya kegelapan yang menjadi penguasa atas sadarnya. Mata Rivo seakan ditutup paksa dan membuatnya harus merebahkan tubuh di sisi jalan sana.

Teriakan pengendara motor tadi mampu sampai ke telinga anak-anak yang ngekos di sana. Hampir seluruh dari mereka keluar dari kamar dan berlari menuju kejadian perkara. Panik bukan main semuanya, melihat Rivo dan Rindu sama-sama terkapar, dengan wajah mereka yang sama-sama mengeluarkan darah. Yang paling panik di sini adalah Haikal karena  Haikal paling mencemaskan Rivo. Untungnya, satu dari mereka yang keluar kosan masih bisa berpikir jernih dengan menghubungi ambulance segera.

Duri (End✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang