31

45 2 6
                                    

Suasana kantin kali ini tak begitu ramai. Entah apa alasannya, yang jelas sebagian dari mereka memilih untuk berdiam di kelas saja. Lima orang yang selalu bersama ini, masih tetap dengan rutinitas mereka. Sama-sama datang ke kantin dan memesan makanan yang juga sama. Tak peduli dengan Zaka yang kadang menolak, tapi Azura tetap akan memesankan yang sama dengan yang lainnya.

"Re, mau makan nasi goreng kakak sebagian enggak? Kebanyakan soalnya!" ujar Rivo di sela-sela makan.

Tanpa persetujuan dari Rindu terlebih dahulu, Rivo sudah menyalin nasi gorengnya separuh ke tas piring nasi Rindu. Untuk itu, Rindu tidak lagi bisa melarang. Sama dengan Rivo, Rindu juga tak begitu nafsu makan, alasannya masih sama dengan yang sebelumnya. Yaitu, masih belum bisa menerima sepenuhnya bahwa Rivo adalah saudaranya. Sementara itu, Rivo sendiri tidak nafsu makan memang karena kondisinya. Belakangan ini pemuda itu tak begitu tertarik dengan makanan. Bahkan, makan malam bersama di kosan juga sering dihindarinya.

Azura di posisinya tertawa kebingungan. "Re? Kakak? Apaan, sih? Kok cuma gue yang bingung?" bingung Azura mendengar panggilan yang Rivo sebutkan. Serta dua orang lainnya yang terlihat tidak terusik oleh panggilan itu.

"Mereka saudaraan! Jadi, nama Rindu tuh, sebenarnya Reva. Masih ingat enggak, waktu awal-awal aku sama Rivo pindah ke sini? Rivo 'kan nuduh kamu anak pungut, soalnya dia pikir kamu itu adeknya. Yang kemaren itu Rivo minjam kalung Rindu buat buktiin kalung itu pasangan kalung dia apa enggak. Eh, beneran pasangan kalung punya dia ternyata. Ya, gitulah, pokoknya mereka itu sodaraan!" terang Haikal yang sendirinya tak begitu pandai dalam menjelaskan.

"Heh? Ulang tahun gue masih jauh, apaan deh, pake ngerjain gue segala. Enggak lucu tau enggak!" ketus Azura dengan menyendok nasi gorengnya dengan kekesalan yang mendominasi.

Haikal tidak tahu bagaimana cara memberi tahu Azura bahwa dia tak berniat untuk bercanda. Untuk itu dia diam saja karena Rivo maupun Rindu tampak tak ingin memberi suara. Daripada dia yang bukan siapa-siapa harus menjelaskan tentang hubungan mereka, sementara yang bersangkutan diam saja. Lebih baik Haikal juga melakukan hal yang sama.

"Mau kakak suapin enggak? Aaaa!" canda Rivo menyendokkan satu buah nasi goreng ke arah Rindu yang langsung dibalas gelengan oleh Rindu.

"Ayo makan! Aku eggak punya penyakit nular, kok! Aman!" paksa Rivo dengan terus menyodorkan sendoknya ke mulut Rindu.

Dengan terpaksa Rindu membuka mulut, padahal sebagian dari nasi Rivo ada di atas piringnya. Sekarang Rivo malah menambahkannya lagi dengan cara menyuapinya. Setelah itu, Rivo tertawa dengan renyah dan tangannya tergerak untuk mengacak kepala Rindu dengan sayang.

"Riv, ingat! Cuma adek kakak!" bisik Haikal karena sepertinya Rivo masih saja menganggap Rindu kekasihnya.

Seketika itu tawa Rivo terhenti begitu saja, tangannya langsung diletakkannya di atas meja. Seperti yang Haikal duga, Rivo tadinya sengaja melakukan hal serupa itu karena menganggap Rindu masihlah kekasihnya. Padahal Rivo sudah berusaha menguatkan hati untuk bisa segera menerima kenyataan yang ada. Tetapi, dia masih saja belum bisa sepenuhnya menganggap itu adalah nyata. Apa yang Rivo lakukan dengan menyebutnya seorang kakak pun hanyalah sebuah pelatihan. Agar nantinya dia bisa segera lupa bahwa mereka pernah menjalin hubungan kekasih. Namun, sepertinya pengakuan itu masih saja jauh dari jangkauan. Rivo tadi bahkan sempat lupa kalau Rindu adalah adiknya. Terlepas dari itu semua, Rivo masih menganggapnya kekasih yang ingin dimanjakannya.

"Woi, kalian beneran saudaraan? Zaka, lo juga udah tau?" sela Azura masih belum bisa percaya. Orang seperti Azura saja tidak bisa mempercainya. Apalagi Rivo dan Rindu yang dinyatakan saudara.

Duri (End✅)Where stories live. Discover now