29

34 3 2
                                    

"Riv, lo enggak apa-apa 'kan?" panik Haikal dari luar sana karena Rivo tak kunjung ke luar dari kamar mandi.

Sedari tadi keran di dalam terdengar terus bercucuran. Pintu kamar mandi pun tak ada tanda-tanda akan dibuka lagi. Haikal menjadi panik sendiri dan sedari tadi dia tak pernah mengalihkan pijakan kakinya yang semula berdiri di depan pintu kamar mandi. Dia masih menunggu Rivo membuka pintu dan berharap Rivo segera menampakkan diri.

Sementara di dalam sana, Rivo terus saja membersihkan hidungnya yang sedari tadi tak mau berhenti berdarah. Padahal Rivo sudah sering kali menengadah untuk menghentikan pendarahannya. Namun, hasilnya tetap sama, bahkan saat kepalanya menengadah darahnya tetap saja berusaha keluar dari hidung. Kakinya sampai tak terasa lagi sedang menapak. Yang Rivo rasakan saat ini hanya dirinya yang mengambang di udara. Padahal kakinya masih menatap di lantai dengan lututnya yang bergetar tak berirama.

Terlalu lama di dalam sini, membuat Rivo menghentikan aksinya. Membiarkan darah dari hidungnya keluar begitu saja. Tangannya pun tergerak untuk mematikan kran air yang sedari tadi dia biarkan menyala. Pandangannya masih sama, gelap lebih mendominasi dari warna yang lain yang ada. Bahkan, Rivo tak terlalu mengenali wajahnya pada cermin di depan mata.

Membiarkan darah bercucuran pelan dari hidungnya, Rivo memutar langkah agar tak berlama-lama berdiri di dalam sana. Baru saja kakinya terangkat hendak memulai langkah, kakinya yang sudah mati rasa itu terasa tak menemukan pijakan. Alhasil, Rivo terjatuh dari berdiri yang menghasilkan suara sampai keluar sana. Jatuh sampai tubuhnya terbentur di lantai kamar mandi. Hal itu membuat goncangan pada kepala Rivo semakin terasa. Pusing semakin menjalar di kepala yang membuat Rivo seolah pasrah.

"Riv, buka pintunya. Lo jatoh?" teriak Haikal panik yang bertambah parah.

Bisa Rivo tangkap bagaimana suara Haikal bergetar dalam berteriak. Pintu kamar mandi pun tampak bergerak-gerak pertanda Haikal berusaha membuka dengan mendobrak. Untuk itu, Rivo menggunakan tenaga yang tersisa untuk bersuara.

"Kal, tolong---" lirih Rivo dengan suara yang tak bisa dibilang keras.

Suaranya itu sukses sampai ke telinga Haikal. Tanpa ragu pintu kamar mandi itu terus didobraknya sekuat tenaga. Tak butuh waktu lama untuk membukanya, pada dobrakan ketiga pintu itu langsung terbuka. Haikal langsung berlari ke arah di mana Rivo tergeletak tak berdaya. Mata itu seketika memerah dan tangannya langsung bergerak untuk membantu Rivo berdiri dari tidurnya. Menggendong Rivo di atas punggung adalah cara Haikal untuk membantu Rivo keluar dari kamar mandi mereka. Darah hidung Rivo bahkan sampai menetes ke punggung bajunya. Namun, Haikal tidak ada pedulinya dengan itu semua.

Kemudian Haikal langsung menidurkan Rivo di kasurnya. Dia lebih sigap dari kelihatannya, dengan kecepatan maksimal Haikal langsung mencari handuk kecil untuk membersihkan darah di hidung Rivo. Darah yang juga sudah meleleh ke pipi kanannya membuat Haikal bergegas untuk membersihkannya.

Di saat tangan itu mulai mengelap darah pada hidung Rivo, Haikal berkata, "Kita ke rumah sakit, ya!" ajaknya karena terlalu khawatir dengan kondisi Rivo.

"Enggak, gue baik-baik aja!" tolak Rivo cepat karena rumah sakit bukanlah keinginannya. Sebisanya, Rivo akan selalu menghindari.

"Tapi, Riv! Kenapa lo keras kepala, sih? Gue enggak mau lo kenapa-napa. Kali ini aja, lo nurut apa yang gue minta!"

Dari sana Rivo bisa melihat bagaimana mata itu mengeluarkan embun. Perlahan, Haikal mengeluarkan suara isakan. Ada ketakutan di wajahnya yang Rivo tidak tahu apa artinya. Tangannya yang memegang handuk kecil itu bahkan mengalami getaran yang tidak bisa disembunyikan.

Duri (End✅)Where stories live. Discover now