28

32 3 0
                                    

Malam mulai menyapa dan dua orang yang tadinya bepergian itu kini sudah kembali ke kosannya. Melihat kamar sebelah ada Reno dengan kekasihnya, itu menandakan Mama Kos sedang tidak berada di rumah. Jadi ini kesempatan juga buat Rivo untuk menemui Rindu tanpa Mama Kos melihatnya. Bersembunyi dari Mama Kos tentu juga mereka lakukan agar Mama Kos tak marah. Saling bertemu perempuan dengan laki-laki masih menjadi larangan di kosan sini.

Untuk itu, Rivo mengirim Rindu pesan. Pesan berupa rencana pertemuan mereka untuk membahas masalahnya.

Ndu, temui aku di taman belakang!

Begitu pesan itu terkirim dan dipastikan Rindu sudah menerimanya, Rivo langsung mengubah posisinya menghadap ke luar sana. Bersiap untuk meninggalkan kamar dan menjelaskan pada Rindu yang sebenarnya. Berlama-lama tak memberi tahu Rindu juga tidak ada gunanya. Untuk itu, segera mengabarkan adalah solusi terbaik.

"Riv, lo yakin?" tanya Haikal masih belum bisa percaya sepenuhnya kalau Rivo baik-baik saja dengan itu semua.

"Apaan, sih? Ya, yakinlah!" jawab Rivo terdengar ketus.

Keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Langkahnya pun Rivo bawa ke luar untuk segera menyiapkan pertemuan. Sementara Haikal tetap diam di kamarnya dan duduk di depan jendela sana. Dari sana Haikal berniat melihat Rivo dan Rindu meluruskan masalah. Kalaupun Haikal turun ke bawah, di sana pun keberadaannya tidak akan diperlukan. Biarkan saja Rivo sendiri yang menyelesaikan karena itu juga terbilang masala keluarga. Jadi, Haikal yang bukan bagian dari keluarga mereka tidak akan ada gunanya.

Tak lama setelahnya, dua orang yang membuat janji pertemuan itu pun sudah tampak saling bertatapan. Awal perjumpaan pun disambut dengan saling berbalas senyuman. Meski salah satunya tidak sesuai dengan keadaan yang kini diperlihatkan. Mungkin juga sebentar lagi, yang satunya lagi akan ikut merasakan. Pertemuan mereka yang terbilang sudah biasa itu kini tampak terlihat saling canggung, yang membuatnya saling melempar pandangan.

"Mau ngomong apa?" Akhirnya Rindu memulai percakapan.

"Aku mau balikin kalung kamu!" terang Rivo dengan nada suara yang terdengar meyakinkan.

"Eh? Udah? Emangnya kalung itu buat apaan?" tanya Rindu saat tangannya menerima uluran dari tangan Rivo yang menyerahkan kalungnya.

Perlahan, tangan yang Rivo gunakan untuk menyerahkan kalung liontin itu pun tampak bergetar. Liontin yang sengaja Rivo buka itu diserahkannya agar Rindu bisa melihat namanya. Agar Rindu bisa paham secepatnya kalau mereka itu benar-benar bersaudara. Sepertinya memang tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Karena satu buah kalung saja sudah cukup menjadi bukti nyata.

"Di situ ada nama aku!" ucap Rivo sambil kembali menurunkan tangannya yang tak jua berhenti bergetar.

Rindu tampak memberikan kerutan pada alisnya. Matanya pun menatap ke arah liontin yang sudah terbuka dan menampkan sisi yang berbeda. Satu terukir nama Rivo dan satunya lagi ada kepingan hati. Rindu pun tak bisa untuk tidak menyiratkan tanya lewat alis yang perlahan dia angkat sebelah. Semoga dengan itu Rivo langsung mengerti dan menjelaskan apa yang terjadi.

"Maksudnya apa? Kamu yang ukir nama kamu di sini?" tanya Rindu pada akhirnya karena Rivo sepertinya tidak mengerti dengan isyarat tanya.

"Rindu, hubungan kita sampai sini aja, ya. Itu adalah bukti bahwa kita enggak boleh saling mencintai. Itu adalah bukti bahwa kita terlahir dari rahim yang sama. Itu adalah bukti bahwa kita punya jalan takdir yang berbeda. Itu adalah bukti bahwa kita dipertemukan bukan untuk saling bertukar perasaan!" terang Rivo yang masih setia dengan pura-pura baik-baik saja.

Duri (End✅)Where stories live. Discover now