❏ Shakiel; Beaten-up

111 18 2
                                    

+62 88-765-66X : Halo, gue Sean Arsena, maaf baru chat sekarang, gue lupa soalnya. Save back, oke?
+62 88-765-66X : Lo udah gue masukin ke grup juga ya, Ay. Jangan lupa nimbrung hehe :D

Ayuka : Ay?

+62 88-765-66X : Iya Ay?

Ayuka : Panggil gue Yuka.

+62 88-765-66X : Haha oke Yuka :)

"Gajelas," gerutu Ayuka sambil menyimpan nomor Sean. Ia kemudian bangun dari posisi rebahannya di atas kasur lalu menguncir rambutnya. Setelah itu ia berjalan ingin mengambil minum di dapur.

"EH AYAM! AYAM! Huhh.. Bikin kaget aja kamu, dek. Mau apa?" tanyanya kepada Alca di depan pintu yang ingin mengetuk pintu kamar Ayuka itu.

"Mau minta anter ke mall bentar," ucap Alca sambil menampilkan puppy eyes-nya.

"Ngapain?"

"Beli dress buat acara keluarga besok. Anterin yaa, kak? Disuruh bunda, loh!" Rayunya.

"Kenapa enggak sama Kak Haikal aja?"

"Kak Haikalnya kecapekan, kan baru aja pulang ngampus. Sekarang udah tidur tuh."

"Kenapa enggak besok?"

"Besok Caca ada les taekwondo sampai sore, jadi enggak bisa, kak. Sekarang aja, ya? Please.."

Walaupun jam sudah menunjukkan pukul 09.00, tapi mau tidak mau Ayuka berganti pakaian lalu mengantarkan adiknya itu ke mall. Padahal jam-jam segini enaknya rebahan di rumah sambil baca novel, pikir Ayuka.

Alca sibuk mengemil camilannya saja di mobil, sedangkan Ayuka fokus menyetir. Tiba-tiba Ayuka melihat seseorang yang tampak familiar di pinggir jalan. "Eh, bukannya itu Shakiel? Dia gabung geng motor, kah?" Batinnya sambil terus melihat Shakiel. Shakiel tampak luka-luka di wajahnya. Entah apa yang sedang dilakukan cowok itu.

Tapi sepertinya, ia habis dipukuli. "Tolongin enggak, ya? Tapi gue takut kalau malah ikut campur urusan dia," batin Ayuka lagi. Akhirnya Ayuka memutuskan untuk menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

"Eh, kenapa kak?"

Ayuka mengabaikan Alca. Ia mencari keberadaan HP-nya. Namun sayang, ternyata benda elektronik serbaguna itu ketinggalan di rumah. Ia beralih menatap sang adik. "Kakak minjem HP kamu dek, punya nomornya Jaffin, kan?" Tanyanya.

"Ada sih nomornya---"

"Sini kakak minjem."

"Tapi HP-nya di rumah, hehehe," jawab Alca. Ayuka menepuk jidatnya gemas. Padahal niat awalnya adalah menelepon Jaffin supaya cowok itulah yang datang kemari untuk menolong temannya. Tapi karena keadaan tidak mendukung, sepertinya mau tidak mau Ayuka yang harus turun sendirian.

"Kamu tunggu di sini dulu yaa, dek. Jangan pergi kemana-mana." Alca mengangguk paham sambil terus mengemil. Ayuka bergegas menyeberang jalan dan menghampiri Shakiel.

"Ayuka?" Shakiel kaget melihat keberadaan gadis itu di sampingnya. Ayuka sedikit mendongakkan kepala, melihat wajah Shakiel yang lebam, bibirnya pun berdarah. Cewek itu terlihat khawatir dengan keadaan teman sekelasnya ini.

"Siapa mereka?" Tanya Ayuka sambil menatap satu-persatu orang di sekeliling mereka yang tampak sangar dan menyeramkan serta menaiki motor sport. Ada sekitar sepuluh orang laki-laki di sana.

"Lo ngapain sih di sini, Ka, mending lo pergi," ucap Shakiel mengabaikan pertanyaan-pertanyaan Ayuka.

Kini Ayuka yang gantian mengabaikan Shakiel. Ia menatap tajam satu-persatu orang di sekelilingnya. "Kalian semua apain temen gue?!" Teriaknya lantang. "Kalau beneran laki tuh mainnya enggak keroyokan!" Jiwa sangar Ayuka keluar.

"Wah songong banget nih cewek," celetuk salah satu orang yang di sana.

"Ka, udah. Ayo kita pergi." Shakiel menarik tangan Ayuka untuk menjauhi kerumunan. Karena tenaga Shakiel lebih besar dari tenaganya, Ayuka pun tidak bisa menahan tarikan Shakiel. Setelah terasa jauh dari kerumunan orang-orang menyeramkan tadi, Shakiel melepaskan tangan Ayuka.

Pada akhirnya, Ayuka menuntun Shakiel menuju mobilnya di seberang. "Eh, siapa itu kak??" Alca yang sedang damai mendengarkan musik merasa kaget ketika kakaknya datang-datang memapah seorang cowok yang penuh luka.

Ayuka mendudukkan Shakiel di kursi belakang. Lalu ia duduk kembali di kursi kemudi. "Dia temen kakak," jawab Ayuka atas pertanyaan adiknya tadi.

"El, lo enggak mau ceritain ke gue yang terjadi ke elo tadi?" Tanya Ayuka kepada Shakiel yang kini menahan sakit di perutnya.

Shakiel hanya diam, tak menjawab.

Ayuka menghela nafasnya panjang. "Minjem HP lo deh, El. Gue mau telfon Jaffin biar lo ditolongin dia. Gue lagi enggak bisa nolongin lo soalnya," ucap Ayuka.

"Lo udah nolongin gue. Makasih," ucap Shakiel kemudian. Lalu ia merogoh saku celananya dan memberikan telepon genggamnya kepada Ayuka.

Ayuka mengangguk atas ucapan makasihnya Shakiel tadi. "Lo namain apa kontaknya Jaffin?" Tanya Ayuka.

"Jaffin anak tunggal kaya raya." Ayuka ingin tertawa namun ia tahan. Lalu ia mencari nama itu, setelahnya ia memencet tombol dial.

"Halo? Kenapa lo El?"

"Waalaikumsalam. Gue Yuka. Lo kesini sekarang. Urgent. Kiel butuh pertolongan. Kalau lo kepo ntar lo tanyain sendiri sama orangnya langsung, dia masih sadar. Maybe kalau sama lo dia bisa jujur, kalau sama gue dia bungkam seribu bahasa. Gue udah shareloc, tuh. Kesini ya, cepet. Enggak pake lama." jelasnya panjang sekalian daripada Jaffin kebanyakan bertanya.

Belum sempat Jaffin menjawab, gadis itu sudah menutup teleponnya duluan. Lalu ia mengembalikan HP tersebut kepada pemiliknya.

Suasana canggung sangat terasa di mobil BMW berisi 3 orang ini. Alca masih shock, belum bisa mencerna kejadian ini. Ia memutuskan untuk tetap duduk diam sambil memakan camilan.

Sedangkan Ayuka, ia sedang mengetuk-ngetukkan jarinya di kemudi, menunggu kedatangan Jaffin. Sambil sesekali ia melirik kaca spion tengah, mengintip Shakiel. Takut kalau keadaan cowok itu semakin parah.

Tidak lama kemudian, Jaffin datang menggunakan motor sport-nya. Ayuka yakin kalau cowok itu pasti ngebut. Ayuka keluar dari mobilnya. "Alhamdulillah lo dateng cepet. Bawa Shakiel ke rumah sakit dulu deh, Pin. Dia ada di kursi belakang."

Jaffin memahami situasinya. Ia memapah Shakiel keluar lalu menaikkan di motornya.

"Lo juga kenapa bawa motor ini sih, better pakai mobil tau!" Cerocos Ayuka karena kalau dilihat, Jaffin dan Shakiel seperti pasangan gay. Shakiel yang lemas ditopang oleh punggung Jaffin, terlihat seperti berpelukan. Ayuka geli sendiri melihatnya.

"Mana gue tau! Gue panik anjir. Udahlah gue cabut dulu." Jaffin mengegas motornya.

"Hati-hati lo bawa dua nyawa."

Ayuka langsung menaiki mobilnya lagi. Kembali ke tujuan awal, ia ingin mengantarkan adiknya ke mall mencari dress untuk acara makan bersama keluarga besar besok malam. "Maaf bikin kamu shock ya, dek."

Alca mengangguk sambil mengulas senyumannya. "It's okay kak, it's not your fault. I know the situation."

---

Hidden Gang | Enhypen Le Sserafim: Hybe [✓]Where stories live. Discover now