❏ Misunderstanding

93 17 0
                                    

"Gimana pdkt lo sama Sean? Lancar, kan?" Tanya Jaffin sambil terkekeh geli ketika mereka berdua ada di jalan, menuju ke kediaman Shakiel.

Ayuka menepak punggung Jaffin. "Sekali lagi lo ngeledek, gue gelitikin juga lo."

"Hahaha. Tapi serius gue nanya, gimana? Dapet info nggak?"

"Gelangnya punya kakaknya, bukan punya dia," jelas Ayuka.

"Oh? Lo tau siapa kakak dia?"

"Nggak."

"Ya udah, pdkt lagi aja, sampai dapat info penting." Pembicaraan penting itu berhenti disitu.

Setelah mengobrol panjang dengan topik obrolan seputar apapun yang mereka lihat dijalanan, akhirnya dua remaja itu sampai di depan gerbang rumah Shakiel. Mereka turun lalu memencet bel. Namun tidak kunjung ada respon.

"Kiel nggak di rumah kali," celetuk Ayuka.

"Mending kita samperin ke apartnya."

"Lo tau?"

"Kalau nggak tau mana mungkin ngajak, bocah." Jaffin mulai mengegas motornya setelah Ayuka naik.

Jaffin melajukan motornya menuju gedung pencakar langit yang diyakininya ada apartemen Shakiel di sana. Setelah memarkirkan motor, dengan cepat mereka memasuki gedung tersebut lalu menaiki lift.

"Lantai berapa?" Tanya Ayuka yang hendak memencet lantai yang akan mereka jamah.

"20"

"Wih, mantep banget tuh buat terjun bebas," celetuk Ayuka. Ia langsung memencet nomor 20. Mereka menunggu lumayan lama, setelah itu akhirnya giliran mereka untuk keluar lift.

Mereka berjalan bersama. Jaffin masih mengingat-ingat di nomor berapa apartemen temannya itu berada.

Tak lama kemudian, Jaffin melihat perawakan cowok persis seperti Shakiel keluar dari pintu ruangan nomor 651. "Itu Kiel!" Jaffin lari menemui cowok itu. Ayuka mengikutinya dari belakang.

"Tunggu!" Dengan cepat Jaffin memegang lengan Shakiel sebelum cowok itu semakin menjauh. "Lo utang penjelasan sama gue!" Ucapnya ketika bola mata mereka saling bertemu.

"Jaffin..," lirih Shakiel tidak percaya ada temannya di sini. "G-gue nggak bisa sekarang, gue ada urusan." Shakiel berusaha menepis cengkeraman Jaffin di lengannya, namun tenaga Jaffin lebih besar.

"Nggak. Harus sekarang lo jelasin ke gue!"

Shakiel menghela nafasnya. "Oke, kalian masuk ke apart gue dulu. Ntar gue jelasin semuanya. Tapi please, izinin gue pergi dulu sekarang. Gue ada urusan penting," mohonnya.

"Nggak! Gue nggak bisa jamin lo bakal balik lagi kesini."

"Serius, Jaff. Gue bakalan balik lagi kesini, percaya sama gue."

"Nggak."

"Please, ini urgent."

"Nggak!"

Wajah Shakiel terlihat sangat capek meladeni Jaffin yang keras kepala itu, terlihat raut wajah Jaffin seperti emosi juga. "Nih, gue kasih KTP gue buat jaminan. Perlu apalagi yang harus gue kasih ke elo buat jaminan?" Ia menyodorkan KTP-nya kepada Jaffin.

Jaffin menerima itu lalu memperhatikan benda kotak itu, takut palsu. "Oke gue terima. Awas aja kalau lo nggak balik kesini!"

"Kenapa lo jadi nggak percayaan banget sih sama gue." Shakiel menghembuskan nafasnya panjang, lalu ia membukakan pintu apartemen itu setelah memasukkan pin-nya.

"Udah sana kalian masuk, kalau laper tinggal bikin mie instan. Anggep aja apartemen sendiri. Gue cabut dulu." Shakiel buru-buru melenggang pergi meninggalkan mereka berdua yang masih bingung dengan tingkah laku Shakiel.

Hidden Gang | Enhypen Le Sserafim: Hybe [✓]Where stories live. Discover now