❏ Full Thought - Full Worry

71 14 5
                                    

Walaupun dari kemarin Ayuka merasa seperti ada yang mengintainya, namun untung saja tadi malam ia bisa tertidur nyenyak tanpa ada kejadian apapun yang menimpa ia ataupun teman-temannya sampai pagi ini.

Ia mengerjap beberapa kali untuk memastikan kesadarannya sudah terkumpul dengan baik. Lalu kemudian ia pergi ke luar, melihat sang mentari pagi yang akan terbit dari danau di depannya ini. Suasananya akan lebih nikmat jika disambil minum teh hangat, pikirnya.

Lalu ia pun mengeluarkan termos kecil berisi air panas, ia menuangkannya di gelas plastik yang ia bawa lantas mencelupkan satu teh celup. Karena masih panas, ia memegangi gelas tersebut dengan kedua tangannya agar tubuhnya menyalurkan kalor dari benda itu.

Ia duduk di kursinya lalu memandangi langit yang kini menampilkan semburat oranye, semakin tampak cantik karena ada pantulannya di danau tersebut. Maka, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan? Ini sangat luar biasa menakjubkan!

Ayuka sangat senang. Pikirannya bisa begitu tenang. Ia tak henti-hentinya mengulaskan senyum ketika melihat keindahan semesta yang ia pijak ini. Tuhan sangat hebat, pikirnya. Ia bersyukur sekali dapat hidup di dunia ini dan melihat segala keindahan karya Tuhan.

Seperti kata D'Masiv, hidup adalah anugerah.

Walaupun tidak dipungkiri jika hidup pun pasti dibalut masalah. Namun dalam balutan masalah tersebut, setelah dilewati pasti terdapat sebuah hadiah yang indah. Ia sangat meyakini hal itu. Ayuka bukanlah seorang gadis yang gampang menyerah. Ia selalu dididik menjadi orang tangguh yang selalu optimis.

Tuhan itu adil. Ia tak akan membebani makhluknya diluar batas kemampuannya. Itulah motivasi pendorong hidupnya selama ini.

Menurutnya, dirinya itu hebat. Ia tak pernah lupa memberi pujian-pujian kecil untuk dirinya sendiri---hanya sebagai apresiasi, bukan bahan untuk berbangga diri.

Ia hebat karena sampai kini ia ada di titik ini, melewati segala hal yang telah terjadi. Melewati masa-masa ia dibenci oleh ibunya sendiri, masa-masa ia mengalami trauma mental, hingga masa-masa menegangkan seperti yang ia rasakan akhir-akhir ini. Apapun yang akan terjadi nanti, Ayuka yakin ia pasti bisa melewati.

Tak lama kemudian, seseorang menghampiri Ayuka. Ia ikut duduk di sebelahnya menggunakan kursinya. Orang itu adalah Zudith. "Lagi ngapain kak?" Sapa Zudith kepadanya.

"Lagi mantau jodoh kak, belum keliatan hilalnya," canda Ayuka kepadanya.

"Halah, cewek anti romantis kayak lo kok kepikiran jodoh. Awas keasyikan jadi independen woman nanti malah nggak minat punya pasangan lagi," ujar Zudith.

Ayuka terkekeh. "Nggak sampe segitunya kali, nanti kalau udah waktunya ketemu juga ketemu kok," jawabnya. "Tadi malem gimana nih, Zu? Lo seneng nggak ada Kiel yang ikut ngerayain ulang tahun lo?"

Zudith lantas mengulaskan senyumannya. "Ya, senenglah! Thanks ya buat kalian bertiga teman-temanku! Tadi malam beneran malamnya Zudith, haha. Oh iya, kalian kok bisa sih kepikiran bikin scrapbook segala?? Mana bagus banget gitu tema harry potter!" Ucapnya antusias.

Ayuka hanya mengedikkan bahu. "Tahun besok, lo udah nggak ngerayain bareng kita lagi, Zu. Ini kayaknya terakhir kita ngerayain ulang tahun lo, deh," ucap Ayuka.

"Kokk??" Tanya Zudith heran.

"Loh? Kok lo malah nanya? Kan, tahun besok lo udah kuliah di amerika? Hey, lo nggak lupa kan kalau papa lo mau daftarin lo ke salah satu universitas di sana. Dan.. lo juga bukannya antusias banget ya sama hal itu?" Tanya Ayuka yang kini malah bingung sendiri.

Zudith lantas tertawa, menertawakan penyakit pikunnya yang kadang-kadang kumat ini. Ia menepuk jidatnya pelan. "Haduh, bisa-bisanya gue ngelupain impian gue yang itu, haha. Huh.. tapi sebenernya, akhir-akhir ini kek gue nggak berharap lebih, sih, Ka. Kayak.. ya udah ikutin aja apa kata takdir, tapi yang jelas gue tetap ngusahain yang terbaik," jelasnya.

Hidden Gang | Enhypen Le Sserafim: Hybe [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang