DUA

69 21 154
                                    

Sore menuju malam, rembulan sudah bersolek diri di langit dengan cahayanya sebagai bulan sabit di hadapan para gugusan bintang. Begitu juga aku yang menatap para makhluk yang bersinggah pada malam hari di langit diiringi dengan suara jangkrik dan juga suara tokek menggema seantero ruangan.

Meski begitu, aku sangat nyaman dengan kesenyapan kian hadir di rumah yang penuh kesunyian ini. Tak ada percakapan aneh dan gila yang biasa kudengar sehari-hari di luar dari rumah.

Tanpa terasa aku menikmati semilir angin malam, perutku berbunyi seperti seseorang yang ingin berdemonstrasi untuk diberi makan kepada tuan atau nyonya kepadanya. Mau tak mau, suka ataupun benci, aku harus memenuhi panggilan perut untuk di isi makanan, entah apa pun yang ada di dalam rumah, aku akan memakannya.

Aku berjalan menuju ruang makan, melihat tudung nasi yang berwarna merah dan berbentuk bundar. Kubuka tudung saji itu, dan yang benar saja, tak ada lauk pauk atau sayur yang tersaji di meja makan. Melainkan dengan barang goreng dan sekotak mentega yang telah dirapikan oleh ibu beberapa waktu lalu.

"Bahkan lauk pun tak ditinggal Ibu, pintar sekali," keluhku dengan bernapas panjang, tak lama aku menutup tudung saji dan lekas melihat mesin penanak nasi yang masih tercolok di lubang listrik.

Berharap-harap cemas aku membuka gagang penutup penanak nasi, wangi aroma nasi yang mengudara itu membuatku semakin lapar, bahkan aku rela ingin memakan secentong nasi hangat yang baru matang. Langkah kupercepat untuk mengambil piring dan juga sendok makan lalu berlari kecil untuk mengambil nasi hangat yang baru saja terlihat tertanak.

Tidak berbasa-basi lagi, aku segera mengambil secentong nasi hangat dalam piring dan menutup penanak nasi serta centong nasi. Setelahnya aku ke meja makan, lalu mengambil sesendok makan penuh mentega, lalu aku aduk dan merata, tak lupa tangan kananku bersegera untuk membuka toples yang berisi bawang merah goreng yang terlihat sangat garing.

Aroma nasi yang berbalut mentega yang mencair dan membuat nasi terlihat jauh lebih mengkilap membuat perutku meronta untuk makan, akan tetapi kupikir aku ketinggalan sesuatu.

Ah, aku hampir saja lupa menonton sinetron kesukaanku! Batinku, lekas aku berjalan cepat dengan membawa piring, lalu menyalakan tombol yang terdapat di televisi yang berbunyi white noise tersebut. Aku menepuk-nepuk televisi yang sudah tampak tua kemudian membenarkan antena televisi untuk menangkap sinyal siaran.

Beberapa siaran sudah tertangkap jelas, lalu aku memindahkan siaran dan menuju ke stasiun yang aku hapal dimana letak sinetron yang diincar saat ini, yaitu "Romantika galau remaja di SMA". Yang diangkat dari novel pop karya Mira Widjaja yang aku beli di toko loak beberapa waktu lalu.

"Ini dia! Si Atik!" pekikku kegirangan, lalu duduk di depan televisi, tak peduli aku duduk di atas lantai dingin yang tak digelarkan karpet. Ternyata aku ketinggalan cukup banyak adegan dan baru saja menonton di pertengahan film.

Aku terkikik melihat film itu ditayangkan di televisi, antara karakter Atik dan Tiya yang saling beradu mulut untuk mendapatkan pria tampan, aku tertawa melihat pertengkaran-pertengkaran kecil yang jenaka membuatku terhibur seorang diri di rumah.

Lalu aku menyuapi nasi mentega sambil menonton film yang ditayangkan di televisi, dengan gemas aku mendengarkan celotehan kedua karakter itu yang sedang bersilat lidah,

"Dasar tak tahu malu, masih punya Toni, masih gebet laki orang!" hina Tiya yang tak terima pria yang ia sukai itu direbut Atik.

"Aku dengan sudah putus dengan Toni! Kalau mau, ambil saja!" balas hina Atik dengan suara kencang yang menyebabkan suara di antara mereka mengganggu supir yang hendak menyetir bus, si Boy pun menegur kedua gadis itu yang sedang bersilat lidah.

PEREMPUAN YANG TAK INGIN DIKETAHUI ORANG ✅Where stories live. Discover now