SEMBILAN BELAS

10 2 0
                                    


Kupukul dan ku bantah semua pernyataan yang dikeluarkan dari lisan Yudhi. Berita bohong itu lantas aku jawab dengan mentah-mentah, tak hanya itu kusorotkan pandanganku dengan sinis.

"Berita palsu! Sejak kapan aku disukai sama kamu, Mas? Bohong itu dosa loh!" kesalku dengan memukul pelan bahunya. Semua orang melirik kami, dan aku berusaha untuk membuka dialog antara kami yang tengah berdiri di depan rumah Soerya.

"Sejak kapan bohong itu berpahala dan baik? Jika hukum alam membuat demikian, aku akan melakukannya dengan rajin!" sarkas Yudhi yang terkekeh, yah, itulah dia. Sosok tersarkas yang tidak pernah berubah sejak dulu. Kuakui, tawa nya bahkan gaya berbicara dia tidak ada yang berubah meski fisiknya tak lagi sama, memang benar, perubahan pubertas membuat fisik seseorang tampak berbeda.

"Aduh, Yud, aku kira benar, hahaha!" tawa Chitra dengan sedikit canggung, Iwan yang juga bereaksi seperti tertawa pelan.

"Bang, sudahlah, Abang enggak jago melucu! Jagonya main judi! Ya, kan, Soer?" tandas Iwan yang disusul dengan tepukkan Yudhi yang melayang pada pundaknya. Iwan pun mengaduh, mereka langsung masuk ke dalam rumah Soerya. Aku pun melirik Yudhi dan menghela napas.

Hah, benar-benar dari dulu sampai sekarang tidak berubah walau fisiknya yang menjadi lebih rupawan. Batinku.

Aku, Yudhi dan Soerya yang tepat di belakang kami pun menelusuri ke ruang tamu. Begitu sesampai di ruangan tersebut, kulihat mereka yang lebih dulu duduk di sembarang tempat. Yah, aku lihat Djatmiko dan juga Jasmoro sedang duduk dan mendengarkan radio kecil, Chitra dan Wiwik yang duduk di sudut ruangan tepat pada di depan rak buku-buku, Tji Beng yang ikut bersama dengan Chitra dan Wiwik, dan jangan tanya dengan Iwan. Dia lah yang paling seenaknya, tidur di atas kasur Soerya.

"Heh, Wan, minggir! Aku saja belum menempati kasurku!" perintah Soerya yang langsung menerjang kasur itu. Seperti kekanak-kanakan, tapi yah, tidak mengherankan bagi Soerya yang suka bercanda. Yudhi pun dengan santai duduk di hammock yang bergelantungan pada kamar Soerya.

Sejujurnya, aku bingung, harus melakukan apa untuk bisa berbaur dengan mereka. Entah mengapa, aku terasa asing dan semakin lama aku semakin kurang nyaman. Karena aku memang selama ini aku selalu sendirian dan menikmati ruang kosong dalam diriku. Aku menggosokkan belakang kepala, dan mengerucutkan bibirku dengan menahan rasa ketidaknyamanan itu.

Yudhi melihatku dan beranjak dari singgah sananya, dia pun berdiri dan menyilakanku untuk diajak pergi ke warung untuk membelikan camilan dan juga minuman. Aku pun mengiyakan ajakan dari Yudhi dan kami pun berdua lekas pergi ke arah warung. Tentu saja, menitipkan tasku di kamar Soerya.

Kami pun berjalan lekas keluar dari rumah Soerya, dalam perjalanan kami, Yudhi membuka pembicaraan di antara kami.

"Maaf kalau pertemuan awal dibuka dengan candaan yang garing," ungkapnya. Kugelengkan kepala dan tersenyum kepada Yudhi.

"Enggak jadi masalah kok, Mas, toh ya dari dulu juga suka bercanda, haha," balasku dengan tertawa pelan. Dia melirik ku dan mengembuskan napas berat.

"Sudah lama kita tidak berjumpa, Mi, anu ... aku tidak mengira bahwa kita akan bertemu di Jakarta," balas Yudhi yang masih membuka ruang dialog di antara kami.

"Iya, Mas Yudhi, aku juga enggak mengira kalau kita rupanya satu fakultas," balasku dengan tertawa pelan. Perbincangan ringan kami disertai dengan tawa dan juga candaan yang mewarnai kami berdua. Tetapi hingga beberapa saat, langit terlihat menggelap, raut wajah Yudhi pun memasam, dia pun berhenti melangkah.

"Omong-omong, aku turut berduka atas insiden lampau, aku tidak bisa membantumu pada waktu itu," lanjut Yudhi, dia membuka perbincangan kami, yang belum juga usai dan terjawab pada masa lalu. Aku menundukkan kepala dan dengan berat hati, aku berusaha untuk tabah mengingat masa laluku.

PEREMPUAN YANG TAK INGIN DIKETAHUI ORANG ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang