Chapter 1 : The End and The Beginning

5.9K 334 19
                                    

Dekat, dan semakin dekat kabut gelap itu melaju. Segera dalam beberapa bulan ke depan kabut itu pasti akan sampai pada titik pijakannya saat ini.

Sepanjang hari, Ezra memandang sendu dinding kabut itu dari garis pembatas yang jaraknya kurang lebih satu mil. Garis itu tak mengizinkannya untuk melihat lebih dekat lagi. Juga mencegahnya untuk terjun ke kabut itu dan menyusul seluruh keluarga yang telah dilahap olehnya.

Dulu seharusnya dia mendengarkan kata-kata ibunya yang merasa tidak rela dirinya merantau ke kota. Dia tak seharusnya menjadi anak yang keras kepala dan ambisius mengejar-ngejar impiannya. Dia semestinya memikirkan perasaan ibunya dan setidaknya mencoba alternatif lain. Ezra tak menyangka, sekalinya dia memutuskan untuk hidup jauh dari keluarganya, dia malah tidak akan pernah melihat mereka lagi.

Ezra mengedip-ngedipkan matanya yang memburam. Disekanya air mata yang menggenang di sudut matanya. Itu pasti gara-gara angin ribut yang tak henti-hentinya menyapu daratan negeri penyihir sejak tiga tahun yang lalu. Tepatnya saat kabut gelap itu muncul. Dia bukan anak yang cengeng, dia tahu itu.

Pada saat-saat terakhir, dia telah mengatakan kepada ibunya bahwa ia adalah anak laki-laki yang tangguh dan tidak akan menangis ketika menghadapi kekejaman dunia luar. Dia sudah berjanji kepada ayahnya bahwa dia akan menjadi master sorcerer yang akan berkontribusi besar untuk negeri penyihir. Meskipun rasa kesepian di hatinya kian mendalam, dia tak akan menitikkan air matanya. Cukup pada hari itu saja yang terakhir.

Gemuruh langit kemudian terdengar, dia melirik menara jam di tengah-tengah kota. Ini sudah pukul tiga sore. Ezra lalu memandang cakrawala yang berawan tebal dan selalu kelabu sejak insiden itu. Kabut gelap itu telah merenggut keindahan alam negeri penyihir. Dia sangat merindukan langit lama yang berwarna-warni dan kaya akan mana. Terutama saat langit berwarna jingga dan nila, yang membawanya pada kenangan masa-masa indah saat ia bermain sapu terbang bersama teman-temannya dulu.

Kabut gelap itu terus-menerus menyebar dan tak ada sihir pelindung yang cukup kuat untuk menghentikannya. Perlahan namun pasti, kabut gelap itu akan terus menggeser tabir pelindung terkuat yang pernah diciptakan. Sampai negeri penyihir kini hanya tertinggal wilayah kota yang keseluruhannya bisa dia lihat dari atas bukit ini.

Tak lama kemudian, titik-titik air mulai jatuh dari langit. Ezra segera merapal mantra yang memunculkan payung di atas kepalanya. Dia mengambil jalan setapak untuk menuruni bukit. Untuk terakhir kalinya ia menengok kembali, merekam setiap sisi dinding kabut itu lekat-lekat dalam ingatannya. Setelah malam ini, dia kemungkinan tidak akan lagi melihat pemandangan ini.

Hujan berangsur-angsur mengguyur dengan deras, sampai payung yang ia ciptakan bocor dan menyebabkan ia jadi basah semua.

"Sial!" Ezra memantikkan jari-jarinya untuk menciptakan payung yang lebih kuat, tapi malah payungnya lenyap tak bersisa. Ezra pun terbirit-birit mencari perlindungan. Dia menemukan kabin terdekat yang kosong dan berteduh di situ. Berkat kabut itu, keseimbangan mana juga terganggu. Sampai mantra kelas rendah seperti ini saja bisa gagal diterapkan.

Kabut gelap itu benar-benar telah menyebabkan bencana mana yang telah mengganggu aktivitas sehari-hari dan merusak lingkungan alam penyihir. Mantra kelas menengah dan kelas atas sudah tidak bisa dilakukan lagi, kecuali oleh orang-orang tertentu. Tanaman-tanaman ajaib banyak yang mati dan tumbuhan yang esensial bagi kebutuhan pangan penyihir mudah sekali layu, meski sudah dibantu oleh ramuan nutrisi. Penerangan kota pun tidak bisa menyala terang seperti dulu, sehingga ketika malam hari kota ini mirip dengan alam gaib yang dipenuhi hantu. Selama tiga tahun terakhir, bangsa penyihir mati-matian bertahan hidup di dunia yang sudah sekarat ini.

The Secret of Aviarim DomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang