Chapter 9

908 167 113
                                    

Soundtrack: indila- ego

~

Bunyi lonceng menggema di seluruh penjuru distrik. Pada saat ini hari sudah menjelang senja. Ezra melihat keluar jendela sarangnya, awan-awan berwarna kemerahan di kaki langit sebelah barat. Di tempat yang jauh sebuah bayangan menara tertinggi berpuncak lonceng raksasa berdiri. Sangat besar, sampai yang lain tampak seperti rumah kurcaci.

Dia melihat sekelebatan avian raptor yang beterbangan di sekitar menara. Mereka hanya nyamuk jika dibandingkan dengan menara itu. Ezra bergeser ke pinggir setelah menyadari Hansel kesulitan melihat di belakangnya. Jendelanya sangat sempit, hanya selebar badannya lebih sedikit.

"Sudah waktunya," kata Hansel.

Ezra mengangguk singkat, kemudian memanggil Lily untuk mengikutinya. Saat keluar sarang, mereka langsung berhadapan dengan Enzo yang hendak mengetuk pintu.

"Oh, kalian sudah kumpul ternyata. Ayo berangkat! Nanti keburu tidak dapat tempat," ajak Enzo buru-buru.

Tak hanya tiga sekawan ini yang buru-buru, rupanya hampir semua avian jalan cepat-cepat seolah ada hal yang gawat. Hal ini membuat Ezra bertanya-tanya, bukankah ini cuma perjamuan makan malam dan upacara pembukaan?

Mereka menuju ke aula blok II yang letaknya masuk lebih dalam dari atrium. Di dalam griya lavender ini terdapat empat blok beserta basemennya. Bagian atrium dan sarang termasuk blok I, sementara blok III kabarnya ada ruang-ruang serbaguna untuk tempat berkumpulnya komunitas-komunitas. Ezra tidak mendapat info lebih jauh komunitas macam apa saja yang dimaksud.

Lalu blok IV adalah zona eksklusif untuk raptor yang letaknya lumayan terpisah dari blok lainnya. Kalau dilihat dari denah griya, blok IV ini luasnya setara gabungan blok I dengan blok II. Dengan kata lain, blok ini cukup keterlaluan luasnya padahal jumlah raptor tidak begitu banyak. Sementara basemen hanya tempat penyimpanan perkakas dan barang-barang rusak.

Masing-masing blok terpisah oleh patio yang tak kalah rimbunnya dari taman di atrium. Hanya saja tanamannya didominasi oleh kaktus dan bunga beragam warna yang menebar aroma harum. Lampu pijar menari-nari di pinggiran koridor, menebarkan sinarnya ke pilar-pilar pualam. Di sekitar koridor adalah area yang tak beratap dengan bangku-bangku dan gazebo tersebar di berbagai tempat. Ini bisa jadi tempat rekreasi kedua setelah taman susun.

Kerumunan mengerucut di area ini, sehingga sempat terjadi kemacetan. Ezra beberapa kali diserobot oleh orang dan dia hanya membiarkan mereka lewat. Dia tidak paham apa urgensinya. Kalau nanti sampai tak dapat tempat, mereka bisa makan di gazebo patio ini. Sama halnya dengan Hansel yang memilih untuk berjalan santai sambil melihat-lihat situasi.

Sampai saat ini, Ezra mulai menyadari adanya kejanggalan. Dari semua avian yang selama ini dia jumpai, tak terlihat satu pun anak-anak dan orang lansia di mana-mana. Yang termuda palingan usia tujuh belas tahunan, dan yang paling tua sekitar lima puluh tahunan. Ini seakan dunia orang-orang dengan rentang usia yang masih produktif. Dia ingin tahu ke mana golongan dependen tersebut dikumpulkan.

Selain itu, dia juga merasa ada yang aneh dari cerita Enzo, yang mana tak pernah sekalipun menyinggung tentang keluarganya. Kalau diingat-ingat lagi, Ezra juga belum pernah berpapasan dengan rombongan yang terlihat seperti seperangkat keluarga bahagia. Jika demikian, apa benar avian tak hidup berkeluarga?

Enzo menengok, mendapati kedua temannya ketinggalan jauh di belakang. Lantas dia menepuk jidatnya, dia kira mereka sejak tadi membuntutinya. Dengan tergesa dia berbalik menjemput kedua pemuda itu. Mereka tampak mencolok di tengah kerumunan, entah mungkin karena gelagat mereka yang tidak sejalan dengan arus orang-orang yang resah ingin cepat-cepat sampai.

"Demi sayap lilin icarus! Kenapa kalian santai sekali!" Enzo mencak-mencak tidak sabaran, dan langsung menggaet mereka berdua.

Kedua penyihir ini pun dituntun oleh Enzo meliuk-liuk mengarungi kerumunan. Ezra masih bingung kenapa Enzo begitu bersemangat untuk bisa sampai lebih cepat di aula. Ezra mengamati bangunan di seberang yang tidak setinggi blok I dengan atap berbentuk piramid. Dia dapat menghitung jumlah lantainya yang hanya lima tingkat. Pintu besar berornamen bebungaan menganga lebar. Ketika mendekati pintu tersebut, telinga Ezra menangkap harmonisasi musik instrumental, bisik-bisik dari banyak suara orang, serta dentingan gelas dan alat makan. Begitu kakinya membenam pada karpet tebal di gawang pintu, pupuslah bayangan makan malam yang menyenangkan karena pemandangan mengerikan di dalam terungkap.

The Secret of Aviarim DomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang