Chapter 20

778 130 83
                                    

Soundtrack:
akon - chammak challo
Shreya ghoshal - pyaar ki ek kahani

~

"Bisa-bisanya dia kena trik sampai bajingan corvid itu berhasil kabur." Desis suara Javan mengiris udara. "Bagaimana orang yang sembrono bisa masuk jajaran laskar? Aku sudah bilang berkali-kali untuk jangan sekali-kali meremehkan corvid. Mereka itu licin dan penuh tipu muslihat. Meski sudah dijadikan exil pun masih suka membelot, apalagi yang sejatinya pemberontak. Peringatanku tidak diindahkan sama sekali."

"Sudahlah, Bung. Daripada kesal terus mending kita mencoba menu baru di kedai langgananku," bujuk Satria enteng sambil menyugar jambul garudanya yang menjuntai ke samping. "Ada menu yang namanya rendang dan rasanya uh ... mantap sekali. Kau harus mencobanya. Rendang adalah makanan terenak di seantero Arweda."

Mereka sedang jalan-jalan santai di sore hari tanpa mengenakan seragam dan topeng laskar karena saat itu mereka sedang tidak bertugas. Sepulang dari daerah pusat, Javan langsung bad mood ketika mendengar kabar bahwa satu-satunya pemberontak yang tertangkap di sentral pengasuhan itu berhasil kabur pada hari ini. Maka dari itu untuk mendinginkan pikirannya dia memilih jalan-jalan keluar.

Sebelum keluar area graha, dia berpapasan dengan Satria yang kebetulan sedang membuang sampah di depan graha. Pemuda yang merupakan rekan laskar sekaligus tetangganya itu langsung menyamperinya dan memutuskan untuk mengikutinya jalan-jalan.

Padahal Javan sedang ingin ditinggal sendirian, tapi si elang berjambul itu tidak membaca ekspresinya Javan yang memancarkan sinyal kuat untuk 'jangan diganggu'. Memang Satria adalah orang menyebalkan kedua yang hadir dalam hidupnya setelah si pangeran salju. Kehadirannya seperti menggantikan posisi si freak itu dalam peran sebagai pengusik kehidupannya. Mereka sama-sama suka kepo dan mencampuri urusannya. Tapi Satria masih mending karena kalau sudah digertak orang itu akan langsung mundur dan tidak muncul lagi selama beberapa hari sebelum kumat lagi.

"Bagaimana tidak kesal? Tugas mengulik informasi dari tahanan saja berhari-hari tidak selesai dan sekarang malah dibiarkan kabur. Tahu begitu aku sendiri yang melakukannya."

"Sabar, sabar," kata Satria menenangkan. "Memang corvid yang satu ini keras kepala sekali. Sudah disiksa berkali-kali pakai sengatan listrik tegangan tertinggi masih saja kukuh tutup mulut. Kita kan sudah kirimkan pasukan untuk memburunya. Media juga sudah meliput pencariannya serta menyebar selebaran. Kemungkinan dia hanya bisa berkeliaran di lubang-lubang got saja karena tidak bisa masuk griya. Tak ada tempat untuk kabur. Aku yakin tidak lama lagi kita pasti bisa menangkapnya."

"Tapi dia bisa saja menemui komplotannya dan disembunyikan."

"Berpikirlah positif, Bung," kata Satria. "Kalau bisa santai kenapa harus tegang? Percayakan semuanya kepada bawahanmu meski tidak semuanya kompeten."

"Santai, santai! Santai pun ya jangan kebangetan. Kau ini selalu saja menggampangkan segala sesuatu dan saking santainya kau jadi suka telat. Apa sebaiknya kupecat saja kau?"

"Waduh, jangan!" protes Satria. "Iya deh. Maaf, maaf. Lagi pula sekarang aku sudah lebih disiplin dan bahkan rajin lembur. Tuan Zakharov tidak akan memecat anak buahnya yang rajin dan berdedikasi tinggi ini kan? Iya kan?"

"Jangan pasang wajah memelasmu yang menjijikkan itu! Yang ada aku malah semakin ingin menyingkirkanmu."

"E he he, siap! siap! Apa pun untukmu, Kapten!" Satria memberi hormat dan memasang sikap tegap sempurna yang justru dihadiahi bogem mentah oleh Javan karena sudah memanggil jabatannya di saat dia sedang tidak berseragam dan mengundang perhatian orang-orang. Satria mengaduh kesakitan. Javan kalau sudah memukul tidak pernah setengah-setengah. Meski begitu Satria tidak cukup kapok dan cuma menyengir saja setelahnya. Dia justru menganggap itu sebagai pukulan persahabatan walau cukup mematikan.

The Secret of Aviarim DomeWhere stories live. Discover now