Chapter 31

892 95 44
                                    

Sybrid - Light of Hope

Amanati - Pythia

Billie Eilish - you should see me in a crown.

~

Umumnya penguin lebih suka meluncur ke lautan daripada mendaki pegunungan es yang licin dan terjal. Selain karena berbahaya, aktivitas tersebut juga membutuhkan energi yang sangat besar serta nyali yang tak terukur untuk bisa menghadapi segala rintangan maupun ancaman dari hewan buas yang bersemayam di sana. Pergi ke sana sama dengan menjemput ajal, namun penguin yang satu ini masih tetap melakukannya.

Dia tidak sedang berusaha menggapai puncak, melainkan sedang mengembara tanpa tujuan dengan hanya berbekal sepucuk surat. Sebenarnya si penguin sadar akan apa yang dilakukannya: dia hendak mengantarkan surat untuk temannya yang sudah pergi meninggalkannya sendirian di dunia.

"Suratmu selalu mewarnai ruang-ruang kosong dalam hidupku. Sudah seminggu lebih surat ini tidak terbalaskan sehingga menyebabkan ruangan kosong itu semakin meluas. Kini warnanya pun sudah menjadi kelabu. Hari ini aku sendiri yang akan mengirim surat ini langsung kepadamu," gumam si penguin sambil tersenyum tenteram.

Si penguin menengok ke belakang punggungnya, raptor yang sejak tadi membuntutinya bahkan sudah tidak lagi menyembunyikan diri darinya. Linus, si penguin, lantas menatapnya terang-terangan tanpa merasa ketakutan. Entah mungkin rasa takutnya itu ikut mati bersama perasaannya yang lain. Linus malah merasa lega karena raptor itu bisa membantunya untuk menemui sang sahabat lebih cepat.

"Tuan, aku telah melanggar aturan jam malam. Sepanjang malam aku berada di luar gerbang. Aku pantas diberi hukuman yang berat."

Akan tetapi sang raptor mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pernyataan Linus. "Aku sungguh tak melihat cahaya di matamu."

Linus tak masalah, dia akan menunggunya bertindak. Sementara sang raptor yang membawa burung nasar berkepala putih di lengannya itu menatapnya dengan sorot mata yang seperti sedang penasaran (atau mungkin takjub?) seraya melanjutkan monolog ambigunya.

"Jiwamu pun turut terperangkap dalam kehampaan. Yang kau inginkan sebenarnya hanyalah membawa pesanmu pada malaikat di seberang sana kan? Jadi, kenapa tidak segera kau lakukan?"

"Lakukan apa?" Linus setengah paham apa maksudnya, namun dia tetap menanyakannya.

"Belok kiri. Kalau sejak tadi kau belok kiri, kau pasti sudah reuni dengan sang malaikat lebih awal."

"Oh..."

Linus mengobservasi jurang yang menganga di sisi kirinya. Suara arus sungai di dasar sana terdengar begitu santer di telinganya. Jika dia terbawa oleh arusnya yang deras itu, maka dia akan lebih cepat sampai di seberang sana.

"Tunggu apalagi? Aku sudah menunggu terlalu lama tahu."

Ah, Linus baru ingat bahwa seorang hering tidak pernah memangsa. Mereka hanya menunggu mangsanya mati secara alami dan membusuk hingga dikerubungi lalat. Linus jadi merasa tidak enak sudah membuatnya menunggu selama itu.

"Baiklah. Selamat tinggal dan selamat menikmati!"

Linus mengambil langkah ke tepi jurang, kemudian membentangkan tangannya layaknya elang dan mencondongkan tubuhnya ke depan hingga gravitasi menariknya turun dalam sekejap. Sang hering tertawa-tawa penuh kemenangan.

"Jantung hitam premium siap dikonsumsi ~"

Sang hering segera menyusul jenazahnya sebelum makin jauh terbawa arus. Namun, mendadak dia tabrakan dengan sesosok putih-putih yang tiba-tiba menyembul dari bawah jurang, sehingga dia pun terpental jatuh dengan pantat yang mendarat duluan.

The Secret of Aviarim DomeWhere stories live. Discover now