2. Kembali ke Rumah

902 73 20
                                    

Ketika Atha membuka mata, ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan menyengat di indera penciuman Atha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Atha membuka mata, ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan menyengat di indera penciuman Atha. Atha ketahui, sekarang dirinya berada di rumah sakit.

"Kak." Atha memanggil seseorang yang masih tertidur di samping brankar.

"Dek. Lo ... lo baik-baik aja, kan?" Randa memegang kedua pipi Atha.

"Gue gak apa-apa, Kak. Makasih udah khawatir sama gua, meskipun itu semua palsu," jawab Atha yang membuat Randa heran.

"Maksud lo ngomong kayak gitu apa, Tha?"

"Gak ada, Kak. Gue mau sekolah." Atha hendak beranjak dari atas brankar namun dihentikan oleh Randa.

"Lo gak usah sekolah, Tha. Lo masih sakit," kata Randa.

"Tinggalin gua, Kak. Gua itu pembawa sial. Kakak harus dengerin nenek. Nenek benar kalau gua pembawa sial," ucap Atha.

"Tha, Kakak sayang sama lo, lo jangan ngomong kayak gitu lagi."

"Kakak kecewa kan sama Atha. Kakak menyalahkan Atha atas meninggalnya ayah. Kakak gak percaya lagi sama Atha, kakak udah benci sama Atha, hiks ...." Atha mengucapkan kata-kata itu dengan tangisan.

"Dek .... Maafin Kakak, kakak gak bermaksud buat ngomong gitu sama lo, Dek." Randa menyesal.

Atha memalingkan pandangannya menatap luar jendela. "Udah jam enam, Kak. Gue mau siap-siap sekolah." Pergerakan Atha terhenti lagi ketika Randa menahannya.

"Lo gak usah sekolah hari ini, Tha. Lo lagi sakit."

"Gua tiap hari juga sakit, Kak. Lo kan tahu kalau penyakit gua sulit disembuhkan." Atha kekeh turun dari brankar.

***

Atha pulang dengan Randa ke rumahnya. Sampai di rumah mereka berpapasan dengan Risma yang membenci Atha.

"Untuk apa kamu balik lagi ke rumah ini anak sialan?!" tanya Risma dengan penuh amarah melihat kehadiran Atha.

Atha tak berani menatap wajah Risma karena Atha takut. Dengan menatap lantai Atha memainkan jarinya.

"Dasar anak pembawa sial! Belum puas kamu membunuh menantu saya? Apa kamu mempunyai tujuan untuk membunuh putri dan cucu saya?!" katanya lagi Risma membuat Atha semakin ketakutan.

"Oh ini anak pembawa sial yang sudah menyebabkan kematian Pak Anton?" Tiga ibu-ibu komplek datang dan mendengar marahnya Risma yang menyebut Atha pembawa sial.

"Idih dasar ya anak pembawa sial emang gini. Kalau belum diusir gak bakalan pergi dari rumah," sahut salah satu ibu-ibunya lagi.

"Mendingan diusir aja, Bu. Kasihan Randa nanti ikut kena sial lagi kalau ada itu anak." Ibu-ibu komplek yang lewat itu ikut campur.

"Iya, Bu. Anak pembawa sial kayak dia usir aja."

"Ibu-ibu, maaf ya. Kematian ayah saya gak ada hubungannya dengan adik saya, Atha. Jadi bukan salah Atha, Atha bukan pembawa sial," ucap Randa membela Atha.

"Awas loh, Dek. Bener kata Nenek kamu anak itu emang pembawa sial. Kamu udah kena pengaruh itu. Ayok ibu-ibu kita pergi dari sini takut kena sial lagi."

"Ayok, Ayok. Ih takut banget anak saya temenan sama dia." Tiga ibu-ibu itu pergi dari rumah Randa.

"Kenapa kamu masih di sini? Pergi dari rumah ini sebelum saya siram kamu pake air panas!" ancam Risma.

"Nek, udah Nek. Atha itu gak salah, Atha bukan anak pembawa sial," kata Randa dengan lembut berusaha mengambil alih hati neneknya.

"Kamu kenapa sih Randa? Selalu belain dia, apa kamu gak sadar kalau selama ini kesialan datang karena ada anak ini. Apa kamu gak sadar juga kalau ayah kamu meninggal juga karena anak ini!" sarkas Risma memarahi Randa.

"Itu tidak sepenuhnya salah Atha, Nek. Atha gak salah. Semuanya sudah menjadi takdir Tuhan. Kenapa Nenek selalu menganggap bahwa adik aku ini pembawa sial!" Tanpa sadar Randa membentak Risma.

Risma diam ketakutan. Ini kali pertamanya cucu kesayangannya berkata dengan nada tinggi demi membela Atha.

"Kamu berani bentak Nenek, Randa?" tanya Risma tak percaya.

"Nek .... Maafin Randa." Randa menyesal.

"Kamu berani bentak Nenek demi membela anak sialan ini? Kamu benar-benar sudah terpengaruh dengan anak ini, Randa!" Risma berlalu meninggalkan Randa dan Atha.

"Nek .... Randa nggak bermaksud buar bentak Nenek. Maafin Randa, Nek."

"Kak ...."

"Kakak jangan marahin Nenek. Kakak nggak usah belain atas sampai segitunya, benar kata Nenek semua kesialan itu datang semenjak adanya Atha," ucap Atha menatap wajah Randa.

"Gue reflek, Tha. Lo jangan ngomong kayak gitu lagi, Tha. Kakak nggak suka, kamu itu bukan pembawa sial. Kamu itu adik gue," kata Randa.

"Ayok masuk." Randa menarik tangan Atha.

"Gue nggak berani, Kak." Atha menepis tangan Randa.

"Ada gue di sini. Biar gue yang lindungin lo dari marahnya nenek."

Atha akhirnya menurut dan masuk. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.45. 30 menit lagi bell sekolah akan berbunyi dan gerbang akan ditutup. Baik Randa maupun Atha belum siap sama sekali untuk berangkat sekolah.

Mereka hari ini akan sekolah, karena akan ada quiz yang diadakan oleh guru fisika. Ya meskipun mereka berdua beda kelas, karena Randa tidak hanya kakak angkatnya Atha tetapi juga merupakan kakak kelas di sekolahnya.

Risma di dapur mengumpati Atha dan memikirkan bagaimana caranya agar berhasil mengusir kembali anak sialan itu. Entah apa yang dipandang Risma kepada Atha hingga membencinya seperti itu.

Bersambung.
Hallo gays!!! Udah pada nonton KKN di Desa Penari belum? Author mau nonton kehabisan tiket mulu😭

See you next chap ya!

Vote!

Why Me? [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang