Bagian XI

47 11 1
                                    


Satu pekan kemudian, berita tentang kecelakaan itu lenyap

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu pekan kemudian, berita tentang kecelakaan itu lenyap. Hening bagai asap. Seakan-akan tragedi itu tidak pernah terjadi. Warta minggu ini berkutat pada pernikahan artis, perombakan kabinet presiden, harga make up untuk artis, dan pernikahan orang-orang biasa.

Spencer terheran-heran. Dewasa ini, pernikahan orang-orang non artis ternyata dapat diliput televisi. Betapa luar biasanya. Akan tetapi, bukanlah semua itu yang dipikirkan Spencer saat ini. Yang membuatnya terheran-heran kali adalah, pabrik telah ditutup!

Wajah orang-orang menjadi sangat kaku. Bagai batu. Spencer kena program pemotongan hubungan kerja secara sepihak. Maka mulai hari ini, resmi sudah Spencer jadi pengangguran, jobless, kata para cendekiawan.

Kelimpungan dia dalam urusan menyambung hidup. Gaji di pabrik tidak seberapa, tapi cukup untuk menghidupi Spencer yang seorang diri.

Spencer mencoba menggunakan akalnya yang renta. Berpikir, Spencer. Pegawai negeri sipil seusiamu toh belum pensiun. Bahkan mereka kini menduduki posisi puncak kepala dinas.

Gunakanlah otak yang bebal itu, yang tidak tersentuh pendidikan itu.

Kemudian hasil dari pemikiran keras Spencer itu adalah, dia bertolak menuju kantor Departemen Sosial. Untuk mengklaim jaminan hari tua. Sayangnya, dia mengalami maladministrasi. Usianya belum mencapai syarat, masih terlalu prematur.

Spencer termangu-mangu mendengar penjelasan pegawai departemen. Setelah permisi, Spencer berjalan gontai menuju rumah. Setelah itu dia beristirahat sejadi-jadinya.

Keesokan harinya, Spencer bergerak ke toko furnitur. Dengan menggunakan uang dari amplop, Spencer menawar papan-papan kayu kelas dua koma lima. Uang amplop cukup banyak, bisa sekalian dibelikan balok dan gording. Sisanya dibelikan genteng bekas.

Mulailah Spencer bekerja. Membangun sesuatu, tepat di pinggir jalan besar, di halaman rumahnya sendiri. Awalnya Spencer berpikir untuk membangun rumah makan. Tapi mengingat sekarang bulan puasa, maka rasanya tidak tepat.

Dan menimbang gaji koki yang sangat mahal.

Maka Spencer beralih ke pekerjaan lain : tempat pangkas rambut. Mudah, murah, dan akan laku. Setiap orang harus mencukur rambut, kecuali yang tidak punya kepala. Rambut akan selalu tumbuh, sampai kiamat tiba. Luar biasa sekali hasil perenungan tamatan SD ini.

Maka di tengah teriknya matahari bulan puasa (Ramadan identik dengan panas, sesuatu yang terbakar), dia menggergaji, memaku, memalu dan mengukur secara mandiri.

Peluh memenuhi wajahnya yang keras dan keriput. Spencer memasang papan dengan hati-hati, memilah genting dengan penuh semangat. Tak lupa Spencer memberi sentuhan cat merah, putih dan biru pada tokonya. Prancis tidak pernah sedekat ini.

Mendekat delapan puluh persen rampung, tahu-tahu datang orang dari pemerintah, bagian Penataan Kota. Mereka menemui Spencer, dan menjelaskan bahwa bangunan─ehm─semacam gubuk tidak boleh dibangun di area ini.

"Ini area bisnis besar, Pak. Central Business District. Bangunan Anda merusak estetika." Ujar pentolan Pemerintah itu.

Spencer terpana. Bagaimana bisa dia dilarang membangun di atas tanahnya sendiri? Dia protes. Orang Penataan Kota bilang dia paham. Tapi aturan tetap aturan. Konyol sekali!

Lama juga Spencer dan orang Pemerintah itu berdebat. Akhirnya ada jalan tengah. Bangunan Spencer harus dimundurkan dua puluh meter dari jalan. Meskipun dongkol, Spencer akhirnya menerima.

Orang-orang pemerintah berlalu, mulailah Spencer membongkar bangunan yang hampir jadi itu. Aku tidak butuh belas kasihan kalian, batin Spencer. Dengan tertib Spencer mereka ulang semua komponen. Papan, kayu, paku dan genteng, serta semuanya.

Keesokan harinya, Spencer berhasil menggeser tempat bercukur itu. Saat sedang mengaso, datang dua orang pemuda. Mereka tidak mengucapkan permisi, sekonyong-konyong masuk ke halaman.

Yang paling depan menenteng karung beras, dan yang di belakang mengangkat benda kecil berwarna hitam. Spencer mendengar mereka mulai berbicara. Menyapa kepada orang yang tidak ada. Spencer mencoba untuk pintar. Benda hitam yang dipegang orang itu tentulah telepon genggam yang pintar.

Si pemuda akhirnya menyapa Spencer, setelah itu berbicara. Spencer tidak paham apa yang dibicarakan pemuda itu. Sementara Si Pemuda satunya masih menggenggam telepon pintar itu, mengarahkannya ke depan. Spencer melirik sekilas. Agak takut-takut.

Untuk LunaWhere stories live. Discover now