Bagian XVI

50 10 3
                                    


Spencer kembali ke rumah dengan perasaan remuk

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Spencer kembali ke rumah dengan perasaan remuk. Tubuhnya benar-benar lelah. Tidak ada yang benar-benar menyiksa selain rasa bingung dan capek yang bercampur. Spencer berjalan gontai memasuki halaman rumah. Waktu menjelang maghrib.

Spencer menghampiri pintu, lalu mendongakkan kepala. Mengambil kunci di atas pintu. Bunyi kedip-kedip meteran listrik berbunyi nyaring. Semakin keras dan lebih cepat dari hari kemarin. Spencer pura-pura tidak mendengarkan. Hal itu sudah dilakukannya bertahun-tahun.

Spencer memasuki ruangan, lalu mencoba menyalakan lampu. Ruangan tetap gelap. Spencer tersadar, listrik telah sepenuhnya habis. Dia kehabisan penerangan, dan juga kehabisan uang. Spencer bergumam dalam hati, sudahlan, nanti dipikirkan keesokan harinya. Dia hanya ingin berstirahat dengan tenang malam ini.

Seakan hari esok masih akan datang.

Spencer membuka pintu kamar dengan sedikit menerka-nerka, aih, susah juga memasuki ruangan dalam keaadan gelap pekat. Spencer mengira-ngira di mana tempat tidur, lalu dengan hati-hati dihempaskan tubuhnya di atas pembaringan. Spencer mencoba meluruskan tulang punggung.

Spencer mengerjapkan mata. Hari yang kacau. Suasana sepi, tapi sayup-sayup Spencer mendengar suara di atas plafond, suara berderit seperti hari-hari kemarin. Pada titik ini Spencer mencoba menunda momen perenungan yang biasa dijalankannya. Pastilah lima menit ke depan Spencer akan terlelap.

Baru saja berpikir demikian, tahu-tahu, terdengar bunyi sesuatu retak, seperti kayu yang patah, cukup keras, di atas sana, di plafond. Spencer agak cemas. Apa penyangga plafond telah lapuk?

Dan sekonyong-konyong, suara semakin keras, dan Spencer dapat merasakan debu dari atas berjatuhan menimpa kepalanya. Tidak ada gempa, tapi keadaan menjadi sedikit gawat, lalu terdengar bunyi berdebum keras di lantai. Bumm. Demikian keras, seperti sesuatu yang berat, baru saja jatuh dari plafond.

Spencer dapat melihat sesuatu baru saja terjun dari atas, dan dia tidak ingat pernah meletakkan karung beras di atas sana. Mungkin ayahnya. Ini salah Spencer sendiri, tidak pernah mengecek isi loteng.

Kesalahan yang fatal.

Spencer mencoba bangkit dari tempat tidur. Mengecek apa gerangan yang barusan jatuh. Spencer mencoba mengira-ngira. Dalam gelap malam tanpa penerangan, kaki Spencer menyentuh lantai semen kasar yang dingin. Spencer dapat merasakan sesuatu itu mulai bergerak.

Spencer mengerjap-ngerjap matanya. Apa itu? Batin Spencer. Dia melihat semacam gumpalan besar berwarna hitam. Bentuknya tidak karuan, bulat dan samar. Barulah kemudian Spencer tersadar, benda di depannya itu seekor ular besar! Spencer dapat melihat─lebih tempatnya membayangkan─dengan samar, kepala ular mulai meliuk-liuk, ekornya pun ikut bergerak-gerak.

Malam mulai menunjukkan kegelapan. Dalam kondisi seperti ini, halusinasi bisa sering terjadi. Spencer menenangkan diri. Mungkin dia hanya salah lihat. Keliru menerka. Bisa saja itu hanya gumpalan karpet bekas.

Tapi lalu dia menjadi ragu. Dari manakah asalnya makhluk itu? Apa penunggu Gunung Osith? Atau siluman suruhan manusia?

Spencer menggelengkan kepala. Halusinasi konyol! Takhayul kufarat bodoh! Untuk saat ini, Spencer tidak bisa bergerak, pintu ada di sana, harus melewati makhluk itu. Lalu dia tersadar. Semuanya nyata. Tidak ada penerangan, tidak ada lilin, dia sama butanya dengan makhluk itu.

Spencer harus berpacu dengan ular itu.

Untuk LunaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon