Bagian XV

52 10 5
                                    

Seperti biasa, tidur Spencer tidak nyenyak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti biasa, tidur Spencer tidak nyenyak. Bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Seakan-akan sepasang mata jahat sedang melotot ke arahnya. Spencer terbangun dini hari. Kejadian kemarin benar-benar membuatnya resah. Spencer mencoba tidur kembali. Tapi sudah sulit.

Belum lagi suara seperti berderit dan gesekan, mungkin tikus-tikus sudah bersarang di atas plafond.

Pagi-pagi sekali, pintu rumah digedor keras-keras. Kepala Spencer masih terasa berat. Sangat sakit. Nyeri. Dengan jalan terhuyung-huyung Spencer menghampiri ruang tamu. Gagang pintu diputar, dan sosok manusia besar-besar tampil. Benar-benar mirip kejadian kemarin. Tentu mereka adalah polisi. Tahu-tahu Spencer dipaksa ikut pergi. Dia mengeluh dalam hati. Apalagi ini?

Di antara orang-orang itu, seorang pria empat puluh tahunan tampak tersenyum sinis. Saat Spencer berlalu (dengan dijaga oleh aparat berwenang), pria sinis itu berujar,

"Hampir saja Tuan Rugatti menghabiskan uang untuk seorang penipu."

Lalu dia meludah di sebelah kiri.

Spencer tidak pernah bertemu pria itu, dan lagi-lagi dia dibopong paksa seperti hari kemarin. Hidup bisa berupa kejadian sial yang berulang-ulang. Spencer dinaikkan di atas mobil, lalu dibawa ke tempat yang tentu saja kantor polisi.

Di saat-saat seperti ini, Spencer jadi teringat pemuda kece kemarin : Alan.

***

Di lain tempat, dua orang pemuda sedang menyimak sebuah video. Hasil tangkapan kejadian pertengkaran kecil di tempat cukur Spencer. Ditambah adegan uang-uang yang bertebaran.

"Kamu setuju nggak, video ini jadi story? Kali aja viral." tanya pemuda pertama. "Gokil sih ini."

"Ah." Tukas Pemuda Kedua. "Apa bagusnya? Video nggak jelas gitu."

"Kocak lho ini. Berhasil merekamnya adalah sebuah keberuntungan." Ujar pemuda pertama. Matanya lekat menatap layar laptop. Pemuda kedua malah berdiri, menghampiri sofa tinggi, lalu menghempaskan tubuhnya.

"Hm," Gumam pemuda kedua. "Menurut kacamata cenayangku, video semacam itu nggak bakalan laku." Sambungnya.

"Hei, nggak ada yang benar-benar tahu bagaimana fenomena internet bekerja." Argumen pemuda pertama.

"Hm," Gumam pemuda kedua lagi. "Nggak cukup drama." Pemuda kedua berujar sembari mengusap layar gadgetnya─apa lagi─dengan cepat.

"Netizen kita yang budiman butuhnya drama, skandal. Yanga ada belahan dan potongan. Selain itu, fake, nggak ada bagus-bagusnya, masa kamu lupa?"

Pemuda pertama mulai cemberut.

Pemuda kedua bersuara lagi, "I am absolutely right, we love konten cringe. Mempertontonkan kebodohan, prank, insulting lalu klarifikasi. Semacam itu jualan kita. What? Prestasi? Intelektual dan perjuangan orang-orang pinggiran? Kasihan pada orang orang tak mampu? Hei! We have no time for that! Kita ingin hiburan, bukan solidaritas! Masing-masing orang punya masalah hidup! Urus diri sendiri! Mereka hanya miskin, kita ini banyak cicilan!" Seru pemuda kedua sewot. Pemuda pertama lantas acuh tak acuh.

Untuk LunaWhere stories live. Discover now