Bagian XIV

58 12 2
                                    

Pagi hari, saat kepala Spencer terasa berat, terdengar pintu diketuk dengan keras

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi hari, saat kepala Spencer terasa berat, terdengar pintu diketuk dengan keras. Spencer melangkah gontai. Diputarnya gagang pintu, lalu sosok manusia besar muncul. Tanpa angin tanpa hujan, orang-orang itu meringkus Spencer.

"Wah. Apa ini." Spencer bersuara keras-keras.

Spencer berhasil diciduk, dia dibopong dengan perlakuan yang tidak menyenangkan. Tidak lama, tubuh Spencer didudukkan di atas kursi panjang persegi besi. Polisi lalu-lalang. Spence termangu-mangu memikirkan nasibnya.

Pokoknya, prosesnya seperti itu. Tidak lama dia didudukkan di bangku kayu serupa bangku kelas SD. Spencer ditanya ini itu. Mata polisi menyalak galak. Spencer berujar dengan terbata-bata.

Polisi mengajukkan pertanyaan, Spencer menjawab dengan lirih. Beberapa kali dia diingatkan untuk bersuara lebih lantang. Spencer mengangguk takut. Pertanyaan terus dilontarkan.

Menurut penjelasan Pak Polisi, Spencer ditangkap karena terlibat insiden penganiayaan. Lebih tepatnya, Spencer dianggap sebagai pelaku penganiyaan tersebut. Dia dianggap mengancam, mengintimidasi, menunjukkan perilaku agresif, serta dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan siapapun, mengancungkan senjata tajam ke arah korban, dalam hal ini Bapak Rugatti.

Dalam pada itu, Spencer sedikit menyesali perbuatan liarnya itu. Hanya saja, dia bersyukur karena tidak sampai mencekik leher Tuan Rugatti.

Spencer termenung saja selama proses pengambilan keterangan. Entah karena bosan, Pak Polisi lantas menyalakan televisi.

Spence terhenyak menyaksikan dirinya sendiri tampil dalam layar televisi. Dirinya yang sedang berada di tempat cukur, uang berterbangan di sana-sini. Pak Polisi terkekeh menyaksikan semua itu. Spencer hanya bisa tertunduk malu.

Tiga jam kemudian, Spencer diperkenankan berdiri. Dan secara ajaib, dia dipersilahkan pulang ke rumah.

Spencer berjalan dengan sikap linglung. Melewati pintu masuk (atau keluar, sama saja), Spencer terkejut mendapati puluhan orang berkumpul di hadapannya. Mereka berteriak-teriak tidak jelas, memekakkan telinga.

Spencer mencoba menyusuri jalan di antara kerumunan orang. Berdesak-desakan dengan laki-laki dewasa sungguh mengganggu pikiran. Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Spencer. Spencer menoleh.

"Pak Spencer?"

Spencer mengangguk bingung. Di hadapannya, seorang pria muda tidak dikenal berdiri sambil tersenyum. Penampilannya─katakanlah─parlente.

"Ditinjau dari aspek hukum, Anda sama sekali tidak bersalah, Pak Spencer. Ini semua hanyalah akal-akalan Rugatti dan direksinya. Selalu begitu, selalu menekan orang lemah, masyarakat kecil dengan uang dan dominasinya. Menikmati supremasi hukum secara semena-mena."

Spencer melongo.

Pemuda itu menepuk kepalanya.

"Ah, maaf," Ujarnya kemudian. "Saya belum memperkenalkan diri. Alan."

Alan menyalami Spencer. Erat.

"Besok, saya siap berkunjung ke rumah Anda. Kebetulan, kami adalah─Spencer tidak yakin dengan pendengarannya─yang siap membantu masyarakat kecil yang terjerat kasus hukum. Tentu, tanpa bayaran. Inilah kami, melawan tirani jahat yang suka berlaku sesukanya. Mereka harus dilawan! Masyarakat kecil berhak dibela! Berhak mendapat pendampingan hukum! Semua manusia sama di mata hukum!"

Alan berujar dengan menggebu-gebu. Spencer diam saja, dia sudah kelelahan. Setelah itu Alan kembali meminta maaf, lalu menepuk-nepuk pundak Spencer. Wajah Alan terlihat begitu simpatik.

"Besok." Ujarnya pasti.

Spencer dizinkan meninggalkan kantor polisi. Tanpa kendaraan, Spencer pulang dengan berjalan kaki. Hari yang panjang. Spencer tiba di rumah menjelang maghrib. Setelah salat dan membersihkan diri, Spencer menuju pembaringan. Dia akan beristirahat sejadi-jadinya.

Karena tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi besok. 

Untuk LunaWhere stories live. Discover now