Bagian XIII

50 11 4
                                    


Di dalam tempat cukur yang reot itu, satu koper uang merah menyita perhatian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di dalam tempat cukur yang reot itu, satu koper uang merah menyita perhatian. Spencer meneguk ludah berkali-kali.

Inilah cobaan terbesar dalam hidup. Selama ini, tamu yang menyatakan berminat hanya sebatas menyatakan, tidak pernah membawa langsung uangnya. Karena amplop tidak dihitung. Tapi kali ini sungguh berbeda. Uang merah di depan mata, nyata adanya!

"Ini sebagai panjar, Pak Spencer. Lima ratus juta pertama. Kami sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tinggal tanda tangan, semua proses transaksi beres hari ini juga." Sambil berujar pelan Mr. Rugatti menyodorkan selembar kertas kaku bertuliskan huruf-huruf banyak dan kecil.

Spencer ogah bersuara. Dia salah tingkah, keringat mulai mengucur di pelipisnya. Cuaca memang sedang panas-panasnya.

Tanpa bicara Spencer berdiri, menuju ke tempat kipas angin dan menyalakannya. Sampai hembusan maksimal. Suara baling-baling berderu kencang. Hawa adem pelan-pelan muncul. Spencer kembali ke tempat duduknya.

Spencer mengibas-ngibaskan kerah bagian depan bajunya. Belum dingin juga. Matanya tertuju pada kertas kaku. Apa dia akan menyerah hari ini?

Semua adalah tentang uang.

Orang-orang terdahulu, keluarga Nimas, Agung, Brotoseno, bahkan Turapi, ke mana mereka sekarang? Mereka telah terusir dari sini karena ulah uang. Masa depan lebih cerah? Omong kosong! Mereka meninggalkan hidup mereka yang damai di sini!

Uang adalah marabahaya. Ia menguasai dunia, ia dipuja, dicinta, dicaci-maki bagi mereka yang tidak memilikinya. Lihatlah orang yang menunggak sewa kontrakan. Uang tidak dibawa mati, tapi mereka membawa kematian. Uang adalah larangan!

Ah, betapa naifnya dirimu, Spencer! Toh Engkau juga menerima uang gaji, Engkau menerima santunan orang-orang, menerima bantuan langsung tunai dari pemerintah, jadi apa yang menghalangimu untuk melompat selangkah dua langkah lebih jauh? Ini transaksi! Bukan korupsi! Tidak ada haramnya!

Spencer menyeka peluh di kening. Tak mudah baginya membuat keputusan.

"Barangkali harus menunggu satu atau dua hari ... "

Tahu-tahu kedua lengan Spencer sudah dikunci. Tangannya dipaksa mendekati kertas kaku. Mr. Rugatti menyodorkan pena berwarna keemasan.

"Ditandatangani saja, Bapak Spencer, tidak akan ada masalah." Ucapnya datar.

Spencer menggeleng. Bukannya dia tidak mau, tapi lebih ke arah menenangkan diri.

"Bukankah ini pemaksaan?" Spencer bersuara dengan lemah.

Mr. Rugatti menghela napas, kemudian berkomentar, "Saya khawatir, kejiwaan Anda agak terganggu, Pak Spencer. Orang waras mana yang menolak menjual tanahnya seharga sepuluh milyar? Tidak ada, Pak Spencer. Ayolah, Anda bisa melakukan ini dengan bijaksana." Ungkapnya.

"Kau mungkin berpikir aku bodoh, tapi aku tidak gila." Tangan Spencer masih terbelenggu oleh pitingan para pengawal.

Mr. Rugatti kehilangan kesabaran, "Kalau begitu, kita harus melakukannya dengan terpaksa."

Habis berkata seperti itu, tahu-tahu Spencer menendang meja, begitu keras sampai meja itu terangkat tinggi ke atas, dan koper berisi uang di atasnya ikut terangkat, lalu meja itu terhempas kembali ke tanah, berdebum keras, sementara koper terlempar tidak karuan, uang di dalamnya berhamburan, dan seketika terbang tidak beraturan karena hempasan angin kencang dalam ruangan.

Pengawal melongo melihat lembar-lembar uang melayang di penjuru ruangan, seperti hujan salju yang memabukkan. Spencer menggigit tangan pengawal, dia berteriak kesakitan, dan seketika melepaskan Spencer. Mr. Rugatti berseru agar pengawal mengamankan uang yang bertebaran.

Tapi kelakuan mereka menjadi aneh. Mereka memburu uang itu bukan karena perintah Mr. Rugatti, tapi karena ingin menyimpannya sendiri! Mereka saling adu jotos, bergumul di ruangan yang sempit demi mengoleksi uang dari koper.

Mr. Rugatti berteriak marah, sementara Spencer mengambil gunting dan mesin cukur, mencoba bertahan, jangan ada yang mendekat, atau aku nekat menusuk kalian! Begitu kira-kira makna tatapan Spencer.

Setiap kali pengawal mendekat, Spencer mengambil gerakan menusuk menggunakan gunting, mereka segera melompat menjauh, kemudian mengalihkan perhatian kepada uang yang berterbangan.

Uang memang mengerikan. Spencer selalu teringat pesan orangtuanya : untuk urusan uang, cukuplah ia sampai di tangan, tidak perlu sampai masuk ke dalam hati.

Bagaimana pun dia menyaksikan pemandangan yang sangat tidak mengenakkan hari ini. Spencer cukup terkejut mendapati dua pemuda tadi sedang mengintip dari balik jendela.

Mereka mengarahkan telepon cerdas ke dalam ruangan, menyasar uang yang sudah berserakan di lantai. Dasar anak muda! Kenapa tidak ikut masuk ke dalam?

"Hei, kau! Berhenti merekam!" Hardik pengawal Mr. Rugatti. Kedua pemuda itu terkejut. Lalu mereka berbalik, dan segera mengambil langkah seribu. Minggat dengan kekuatan penuh.

Mereka berlari sekencang tenaga, tapi dasarnya kekuatan mereka begitu letoy, sehingga tidak lama kemudian keduanya berhasil diringkus pengawal Mr. Rugatti. 

Untuk LunaWhere stories live. Discover now