Bintang Venus #02

548 57 1
                                    

"Woy, Dot, semalam lo enggak pulang, ya?" tanya Nana begitu melihat pintu kamar Codot, teman satu kostnya itu, terbuka lebar. Ditatapnya gadis cantik dengan kulit putih dan badan tinggi semampai, yang tengah asyik mengumpulkan sampah-sampah kertas di dalam kamarnya. "Kenapa lo enggak jadi model aja sih, Dot? Modal ada juga. Emak lo artis pula," celetuk Nana seraya mengagumi betapa beruntungnya nasib sahabatnya itu. Lupa akan pertanyaan pertamanya yang belum terjawab.

Gadis itu menoleh. Menghela napas, seolah teringat akan suatu hal yang kurang mengenakkan. Menggelengkan kepala. "Godaannya berat, Na. Lagipula, apa yang lo lihat selama ini kalau dunia model itu enak bergelimang harta, terkenal, faktanya enggak sama sekali." Masih terlihat sibuk dengan sampah-sampahnya, Codot alias Bintang Venus, berusaha menjelaskan alasannya tak menggunakan kelebihan fisiknya untuk meraih uang dan popularitas.

Nana mengangguk kecil atas jawaban Bintang. "Lo pulang ke rumah, Dot? Tumben," tanya Nana dengan nada santai seraya masuk ke dalam kamar Bintang. Refleks, membantu membereskan kamar Bintang, yang berantakan.

Ciri khas seorang Bintang Venus, dimana kamarnya selalu berantakan oleh sampah kertas berisikan coretan tangannya. Puisi-puisi indah yang selalu jadi pelampiasan rasa seorang Bintang Venus. Yang susah payah dibuat lalu berakhir begitu saja di tempat sampah.

Bintang membuang setumpuk sampah kertas ke tempat sampah. "Gue ada urusan, Na." Dengan nada datar seperti biasa, gadis itu menjawab pertanyaan cerewet Nana.

Nana mengendikkan bahu. Tak bertanya lebih lanjut karena tahu Bintang pun takkan menjawabnya. "Ikut gue yuk, Dot. Gue mau ketemu sepupu gue. Daripada lo bete di kost," tawar Nana seraya merapikan serakan buku di sudut kamar Bintang.

"Oke." Dengan datarnya Bintang mengikuti permintaan Nana, sahabat sekaligus teman  satu kostnya itu. "Gue mandi dan siap-siap dulu." Bintangengusir Nana secara halus. Nana hanya mengangguk dan segera keluar dari kamar Bintang.

...

Bintang menjejakkan kakinya di sebuah warung soto, yang beratapkan terpal, di pinggir sebuah jalan raya. Tempat yang akan membuat Mrs. Pram berteriak histeris akan kebersihan dan kelayakan tempat itu untuk sang putri tercinta. Sepasang netra kecokelata, dengan bulu mata lentik itu terlihat mengedarkan pandangan. Memeriksa lingkungan yang baru di jejaki. Sepasang bibir berwarna merah alami terkatup rapat, terlihat enggan untuk bicara dan melangkah. Bintang mengulurkan tangan dan meraih lengan Nana, menunjukkan wajah penuh tanya dan penolakan.

Nana memutar kedua bola matanya. Sangat paham dengan kebiasaan sang sahabat, yang selalu enggan mendatangi tempat-tempat baru dan asing. "Gue janjian di sini, Codot. Warung soto doang lo takut. Kelihatan banget anak gedongannya. Biasa makan di restoran mahal ya, Neng?!" sindir Nana setengah mencibir. Ditariknya tangan Bintang, mendekati sebuah meja di sudut kanan warung.

Dengan terpaksa, Bintang duduk di bangku kayu panjang, yang memang disediakan untuk pengunjung warung. Tentunya setelah mengelap bangku kayu tersebut dengan tisu basah, yang selalu tersedia di dalam tas miliknya.

Nana memutar kedua bola matanya lagi, "aduh, Jeng Codot, steril amat sih jadi orang. Heran deh," sindir Nana seraya melempar tisu bekas ke arah Bintang, yang refleks menghindar.

"Codot???" Potong sebuah suara dengan nada heran. "Nama dia Codot?" Sebuah tangan terangkat dengan telunjuk mengarah pada Bintang.

Nana terbahak sejenak melihat ekspresi keheranan Arimbi, sepupunya. Nana menggeleng, "bukan ... nama asli dia Bintang Venus, tapi dari SMA dia dipanggil Codot, soalnya nih anak punya penyakit insomnia dan suka makan buah. Jadilah Neng cantik satu ini dinobatkan sebagai Putri Codot, yang cantik jelita," jelas Nana setelah tawanya berhenti. "Oh iya, Dot, ini Arimbi, sepupu gue." Nana menatap Bintang sekilas lalu menunjuk Arimbi, yang asyik memperhatikan sahabatnya itu tanpa rasa segan.

Bintang Venus (GXG Story)Where stories live. Discover now