Dua Puluh Sembilan

207 39 8
                                    

Bintang termangu di tempat. Menopang dagu dengan telapak tangan. Dahinya berkerut tanda tengah berpikir. "Siapa cewek itu? Datang-datang ngasih ulti?*

Masih berusaha memeras ingatan. "Ah, gue ingat sekarang, itu cewek kan, yang beberapa waktu lalu ganggu gue, terus tabrakan di kampus. Tapi siapa sih tuh cewek? Kenapa gue ngerasa enggak asing?"

Bintang kembali berusaha membuka memori ingatan. Mencari petunjuk lain. Kedua matanya melebar. Gadis itu menggelengkan kepala. "Enggak mungkin dia? Pasti bukan!!!"

...

Kejora membuka kotak pemberian Bintang. Wajahnya tertegun saat mendapati seuntai kalung dan gelang dengan liontin berwarna biru laut. Dahinya berkerut.

"Jangan-jangan, Kak Venus sengaja pilih gaun warna biru laut supaya cocok sama kalung dan gelang ini."

Jemari lentiknya meraih gelang. Menaruhnya di atas lengan kiri. Terlihat cantik dengan warna kulitnya. Sebuah senyuman melengkung di wajah manisnya.

...

Nana menghembuskan napas. Sejak tadi memperhatikan Kejora dari pintu, yang memang terbuka lebar tanpa disadari pemilik kamar.

"Jadi lo masih mau maksa misahin mereka, Na?"

Nana menoleh ke arah Arimbi. Menggelengkan kepala. "Gue nyerah, Ar. Biarkan mereka jalanin yang seharusnya tanpa campur tangan gue. Apapun hasil akhirnya, gue cuma berharap mereka bisa bersikap dewasa dan enggak menyakiti satu sama lain."

Arimbi menepuk bahu Nana. "Jadi, gue resmi mundur buat dekati Venus, ya. Walaupun sebenarnya gue enggak rela."

Nana menatap tajam Arimbi. "Jangan nyoba jadi pebinor deh. Gue santet sampai lo muntah beling baru rasa."

Arimbi mencebik. "Perasaan kemarin-kemarin lo deh yang nyuruh gue jadi pebinor."

Nana hanya mendelik. Gadis itu berbalik dan pergi meninggalkan pintu kamar Kejora. Tentunya, tak lupa menarik serta gadis tampan bernama Arimbi.

...

"Para cewek lagi pada ngapain sih, Bang? Lama amat, heran. Gue saja enggak pakai lama tuh siap-siapnya." Vido melipat tangan di depan dada dan meluruskan kedua kakinya, yang sejak setengah jam lalu tertekuk.

Plak. Tanpa rasa bersalah, Arimbi melayangkan telapak tangannya ke lengan atas Vido. "Sudah berapa kali gue bilang, jangan panggil gue Abang. Biar begini gue masih sadar kodrat, ya. Lagian ngapain lo bandingin diri lo sama mereka? Lo cewek juga?"

Vido mengusap lengan atasnya. Sedikit nyeri akibat keplakan Arimbi, yang cukup keras. "Sakit tahu, Kak. Jahat amat sih sama adek ganteng."

Arimbi berdecih kesal. "Pacar lo enggak ikut?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. Menghindari perdebatan dengan cowok tampan nan manis di sebelahnya.

Vido menggeleng. Disandarkannya tubuh di sofa. "Ngapain juga gue ngajak Abey. Enggak bisa bebas gue nanti."

Arimbi tersenyum. "Enggak baik loh seorang istri pergi ke acara pesta tanpa didampingi suami. Nanti kalau ada yang genitin lo gimana, Neng?"

Vido menatap tajam kakak sepupunya itu. "Apasih? Gue cowok, ya. Gue suami bukan istri."

Arimbi mencebikkan bibir. "Lo kan, ukenya si Abey. Ya, otomatis lo jadi istri lah. Lagian, ya, gue masih enggak percaya, adek gue yang ganteng, gagah ini bisa-bisanya mau jadi pihak bawah."

Bintang Venus (GXG Story)Where stories live. Discover now