Tiga

370 48 0
                                    

Langit menunjukkan wajah mendungnya namun tak mengurangi keceriaan di wajah Kejora. Dengan seragam putih abu, yang masih membalut tubuh mungilnya, Kejora melangkah ringan meninggalkan sekolahnya, SMA Aryatama, tempatnya menimba ilmu selama tiga tahun.

"Cieeee ... yang dapat beasiswa ke universitas impian, senyum-senyum sendiri terus, udah kayak orang gila." Terdengar suara setengah meledek dari arah belakang, membuat langkah Kejora terhenti dan berbalik.

"Hahaha, kurang asem juga lo, Vid. Jelaslah gue senang. Kan, cuma ini satu-satunya cara supaya gue bisa kuliah. Perjuangan gue selama ini enggak sia-sia, Vid!!!" Dengan nada bangga Kejora membalas ledekan Vido, teman sekelas sekaligus tetangganya. "Lo sendiri bagaimana, Vid? Jadi kuliah di Yogya?" tanya Kejora. Menatap langsung wajah manis Vido.

Vido tersenyum misterius dan menggeleng. "Gue enggak jadi kuliah di Yogya," jawab Vido santai. "Eh, Ra, gue balik duluan ya, biasalah ada acara selamatan keluarga," pamitnya seraya melangkahkan kaki menjauh dari hadapan Kejora.

"Terus lo mau kuliah di mana, Vid?" tanya Kejora setengah berteriak. Namun sepertinya Vido tak mendengar teriakannya, membuat Kejora angkat bahu dan meneruskan langkahnya.

...

Kejora melangkah masuk ke dalam rumah, "Assalamu'alaikum, Bu ... Ibu ...." panggilnya begitu memasuki ruang tamu. Ditentengnya sepatu dan berjalan menuju rak sepatu, yang sengaja ditaruh di dekat dapur.

"Ya, Jora. Ibu di dapur," terdengar sahutan dari arah belakang. Membuat Kejora mempercepat langkahnya. Menubruk tubuh Mariana dan memeluknya erat. Menangis bahagia. Mariana, yang terkejut karena putri sulungnya itu menangis, segera berbalik dan balas memeluk, "kamu kenapa, Nak?" tanyanya lembut namun masih jelas terdengar nada khawatir.

Kejora melepas pelukannya. Tersenyum. "Jora lulus, Bu. Jora diterima di universitas yang Jora mau," serunya penuh semangat. Sedikit melompat-lompat sebagai pelampiasan rasa gembiranya. Memegangi kedua tangan Mariana.

Kedua mata wanita paruh baya itu seketika berkaca-kaca. Haru dan bangga menyelimuti perasaannya. Tanpa terasa, air mata mengalir dari kedua matanya yang mulai menua. Seketika senyum Kejora hilang. Khawatir mengganti rasa bahagianya, "Ibu kenapa? Kok nangis? Ibu enggak mau ya, kalau Jora ngekost? Jauh dari Ibu?" Senyum bahagianya lenyap dan berganti ekpresi khawatir.

Mariana menggeleng. Kedua tangannya terangkat untuk mengusap wajah Putri sulungnya. "Enggak apa-apa, Jora. Ibu menangis bahagia," ujarnya untuk menenangkan Kejora. "Oh ya, berarti kamu harus mulai cari tempat dong, Nak. Jangan mepet waktu kuliah kamu carinya nanti justru dapat yang mahal. Sesuaikan sama kemampuan kita dan tabungan kamu ya, Nak," lanjutnya dengan nada tenang, walau dalam hati terasa berat untuk melepas putri sulungnya.

Kejora mengangguk. "Semua sudah Jora persiapkan, Bu. Kak Nana ikut bantu kok. Kebetulan di tempat Kak Nana masih ada kamar kosong, Bu," jelas Kejora. "Di sana lumayan cukup murah harga sewanya. Sudah begitu, itu kost-kostan khusus putri. Ada dapur umumnya juga, jadi Jora bisa masak untuk menghemat biaya makan." Kejora menerangkan lebih lanjut agar ibunya tak lagi khawatir.

Mariana tersenyum melihat putrinya. "Kamu sudah besar ya, Jora. Sudah bisa mengurus diri sendiri. Kamu juga harus bisa jaga diri kamu. Jangan sampai kuliah kamu terganggu hanya karena masalah sepele, ya. Bawa diri baik-baik di tempat orang, Nak." Kedua tangannya terangkat dan mengusap kedua pipi putri cantiknya.

Kejora mengangguk. "Nanti Kak Nana dan Kak Arimbi mau ke sini, Bu. Secepatnya Kejora harus pindah untuk mengurusi semua. Supaya kamar kostnya juga enggak ada yang dikasih ke orang lain," jelas Kejora yang hanya disambut anggukan Mariana.

Bintang Venus (GXG Story)Where stories live. Discover now