Dua Puluh

246 38 4
                                    

Bintang menggeliat di tempat tidurnya. Ditariknya selimut untuk menutupi kembali tubuhnya. Kedua matanya sudah terbuka lebar. Pandangannya menatap langit-langit kamar. Sebuah wajah terpampang di sana. Huft. Gadis itu menghembuskan napas keras. Dipejamkannya kedua mata sejenak. "Ah, kenapa wajah itu masih terbayang-bayang sih?" keluhnya kesal. "Kenapa gue merasa enggak asing, ya!?"

Gadis itu menyibak selimut dan beranjak dari tempat tidur. Meraih handuk dan berjalan ke kamar mandi.

...

Bintang sudah bersiap pergi kuliah. Gadis itu menyandang ranselnya di bahu kiri. Berdiri di depan cermin. Merapikan rambutnya, yang tergerai karena masih basah. Dipulasnya selapis lip tint. Wajah cantiknya kian cerah.

Bintang berjalan menuju pintu. Membukanya ke arah dalam. "Astaga!!!" pekiknya begitu daun pintu terbuka lebar. "Ya ampun, Arimbi!" Bintang nyaris terlonjak di tempat saat mendapati Arimbi di balik pintu.

Arimbi memamerkan senyum tanpa rasa bersalah. "Pagi, Calon Ratuku. Udah siap pergi kuliah?"

Bintang mendengus. Masih pagi ... bukannya dapat nasi uduk gratis malah dapat gombalan manusia tengil satu ini, keluhnya dalam hati. Menatap Arimbi dengan salah satu alis yang terangkat. "Iya. Kenapa?" tanya gadis itu dengan datar.

Arimbi tersenyum kian lebar. "Gue antar, ya." Tangan kanannya mengacungkan kunci.

Bintang berdecak. Bergerak keluar dari batas kamarnya. "Enggak usah. Saya mau ada perlu ke tempat lain dulu. Lagipula, saya belum sarapan."

Arimbi menyingkir sedikit. "Oh, enggak apa-apa. Gue siap kok antar Calon Ratuku ke mana aja. Kalau mau sekalian sarapan, boleh."

Bintang berjalan meninggalkan kamar setelah menguncinya. Tentunya diikuti oleh Arimbi. "Tapi saya tidak ingin merepotkan orang lain."

Arimbi berdecak. "Enggak ngerepotin kok. Gue enggak masalah. Calon Ratuku mau sarapan apa? Nasi uduk? Bubur ayam? Lontong sayur?" Gadis tomboi itu tak mau cepat menyerah.

"Saya sarapan di kantin kampus saja." Bintang membuka pintu pagar depan. Tepat saat sebuah motor dengan pengemudi berjaket biru tua, berhenti di luar pagar.

"Lo udah pesan ojol, Ven?" tanya Arimbi dengan nada kesal. Diliriknya dengan sebal si pengemudi motor.

Bintang menggeleng namun tetap membukakan pintu. Menunggu si pengemudi motor turun dari kuda besinya. Diliriknya Arimbi. Ini anak kalau lagi kesel kok bodoh, ya? Udah jelas kalau ini motor bukan ojol, keluhnya dalam hati.

"Selamat pagi, Kak. Apa benar di sini ada yang bernama Bintang Venus?" tanya si pengemudi motor. Seorang pemuda awal dua puluh dengan wajah penuh senyuman.

Bintang mengangguk. "Ya. Saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?" Rasa bingung mulai menghinggapi pikirannya. Sekarang apalagi?, keluhnya dalam hati.

"Saya kurir dari Warung Kagok, mau mengantarkan pesanan untuk Kak Bintang." Pemuda itu menyodorkan sebuah kantung kertas kepada Bintang.

Bintang menerimanya dengan enggan. Gadis itu sadar bahwa Arimbi tengah melihat transaksi yang dilakukannya. Habis ini pasti deh ini anak kepo, keluhnya dalam hati. "Terima kasih," ujarnya kepada Pemuda Kurir.

Pemuda itu mengangguk dan tersenyum, "kalau begitu, saya pamit, Kak. Selamat menikmati sarapannya."

Bintang menatap kepergian Pemuda Kurir itu. Melirik Arimbi sekilas. Satu ... dua ... tiga ..., gadis itu mulai menghitung dalam hati.

Bintang Venus (GXG Story)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ