Sebelas

253 45 0
                                    

Bintang masih terbaring lemas walaupun lebih bugar dibanding kemarin. Nana, Kejora, dan Arimbi bergantian mengurus makan dan obatnya. Bintang terharu dengan perlakuan ketiga temannya itu. Mulai timbul juga rasa tak enak hati dalam dirinya. Merasa telah banyak merepotkan. "Mending gue kuliah aja deh. Kalau kelamaan tidur yang ada gue tambah sakit," putusnya seraya melirik Nana, yang mengunjungi kamarnya sekaligus membawa sarapan berupa nasi uduk.

Nana mengerutkan dahi, "yakin kuat? Nanti kalau lo tiba-tiba semaput di kampus gimana? Gue, Kejora, atau Arimbi enggak mungkin kan, nemenin lo di kelas. Secara kita beda jurusan sama lo." Jelas terdengar nada ragu dalam suara gadis berambut sebahu itu.

"Kuat kok. Gue cuma demam biasa bukan demam berdarah. Kalau gue enggak kuat, nanti gue telepon salah satu dari kalian kok."

Nana angkat bahu. "Terserah sih. Kalau lo udah mau pingsan, telepon Arimbi aja, gue sama Kejora mana kuat bopong badan lo yang setinggi tiang listrik itu."

"Gue enggak selemah itu, Na. Badan gue kelihatan ringkih tapi nih badan kuat loh." Bintang melipat kedua tangan di depan dada.

"Eh, kalau gue atau yang lain enggak bisa nolongin, lo minta tolong sama penggemar berat lo itu, ya. Siapa tuh namanya? Gue lupa ...." Nana menjentik jari.

"Lintang? Malas banget gue minta tolong sama dia. Mending gue pingsan di tempat deh." Wajah pucat Bintang berubah datar. Nama Lintang seolah mampu mengubah ekspresinya menjadi membeku.

Nana tertawa kecil. "Yey, lo mah ada yang ngefans malah gitu. Cantik loh. Cocok deh sama lo."

Bintang bergidik. "Lo aja sana ambil kalau mau. Gue sih enggak berminat sedikit pun." Penolakannya berbalas tawa geli dari sahabatnya, Nana.

...

Bintang berjalan sedikit sempoyongan. Segera dilangkahkannya kaki ke arah dinding terdekat. Bersandar. Napasnya sedikit terengah. Pandangannya mengabur. Berkunang-kunang. Digelengkannya kepala. Berusaha membuat pandangannya kembali normal.

"Hai, Sayang. Lo lagi ngapain? Kok malah di sini? Enggak masuk ke kelas?" Sebuah suara bernada manja nan genit, seketika tertangkap indera pendengaran Bintang. Sebuah tangan menyentuh bahu gadis tinggi semampai itu, membuat si pemilik bahu menolehkan wajah piasnya. "Ya ampun!!! Lo sakit? Ngapain kuliah sih? Gue antar pulang aja, ya!!!" Lintang seketika panik demi mendapati wajah pias Bintang.

Bintang mendengus. Ingin hati berlalu secepatnya dari hadapan Lintang, namun kedua lututnya, yang melemas tak memberinya kesempatan untuk melarikan diri. Hanya mampu menggelengkan kepala sebagai tanda penolakan.

Lintang berdecak. Ditariknya Bintang agar berdiri tegak. Diulurkannya tangan kanan Bintang, untuk merangkul bahunya, sementara itu tangan kirinya membantu menopang tubuh lemas gadis berkemeja hitam itu. "Ck ... lagi sakit masih aja gedein gengsi. Sekali ini dengerin omongan gue kenapa sih?" Sedikit dipaksanya Bintang untuk melangkah. "Gue bantuin lo ikhlas tauk."

Bintang sedikit tersindir oleh pernyataan Lintang. Ya, selama ini, dimatanya, Lintang tak lebih dari perempuan genit, yang selalu memicu rasa kesalnya. "Terima kasih, Lin."

...

"Sampai sini aja, Lin. Gue bisa jalan kaki ke kost." Bintang berusaha menahan laju mobil Lintang.

"Gue antar sampai kost pokoknya. Gue harus tanggung jawab antar lo sampai tujuan. Jalan kaki tadi lo bilang? Jalan aja sempoyongan kayak orang mabok gadung gitu. Bisa enggak sih, lo enggak usah banyak syarat. Tinggal diam dan nurut aja susahnya kayak orang mau nembak," tolak Lintang setengah mengeluh. Diliriknya gadis berkemeja hitam di jok sebelah.

Bintang Venus (GXG Story)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora