Tujuh Belas

229 36 0
                                    

Bintang terbaring terlentang di atas tempat tidurnya. Pandangan lurus menatap langit-langit kamar namun pikirannya melayang. "Siapa dia?" gumamnya. Mengubah posisi tidurnya menjadi miring. Menghadap tepat ke dinding kamar. Menempelkan dahi ke dinginnya dinding kamar. Berharap bisa mendinginkan sedikit pikiran dan hatinya, yang terasa begitu membara.

"Ah, Putri, inikah yang mereka sebut cemburu? Mengapa rasa itu sungguh tak mengenakkan? Seolah aku telah menelan bara, seluruh tubuhku terasa panas. Hatiku gelisah. Tolong aku, Putri. Ini terlalu sesak untuk dirasakan."

Bug. Bintang mengangkat kepalan tangan kirinya dan dengan sengaja mengarahkannya ke kerasnya dinding kamar. Dirasakannya denyut nyeri di buku-buku jarinya.

"Rasa sakit ini belum seberapa jika dibandingkan dengan hatiku, yang perih melihatmu bersamanya, Putri. Andai saja aku berani dengan lantang menyuarakan kecemburuanku. Andai saja rasaku bukanlah sebuah hal tabu yang menentang keharusan takdir."

Tanpa terasa, air mata mengalir dari kedua sudut matanya. Tanpa isakan. "Inikah yang dulu kau rasakan, Senja? Rasa ini begitu membutakan. Aku menyakiti diriku sendiri karenanya, Senja."

...

Bintang menatap punggung Senja, yang tengah telungkup dan membenamkan wajahnya di bantal. Bahunya naik turun seiring isak tangisnya. Mengusap dengan lembut rambut panjang Senja. "Sudah ... jangan menangis lagi. Aku ikut sedih kalau kamu seperti ini, Senja."

Senja mengusap jejak air mata di kedua pipinya. Usaha yang sia-sia karena air mata tak juga kunjung berhenti mengalir. "Dia jahat, Venus. Aku tidak suka melihat dia dengan lelaki itu. Apa dia tidak memikirkan perasaanku? Aku tahu ... lelaki itu hanya sahabatnya, tapi tetap saja ...." Senja menggantung kalimatnya, yang disambungnya dengan kembali menangis.

Bintang menghela napas. Telapak tangan kirinya mengepal erat. Ada amarah dalam dirinya. Rasa tak terima karena Senja diperlakukan dengan seenaknya oleh dia.

...

Bintang memperhatikan sesosok wanita di hadapannya. Sosok yang tengah bercengkrama dengan akrabnya bersama seorang lelaki, yang cukup tampan dan terlihat baik. Tatapannya beralih pada Senja, yang berdiri tepat di sebelah kirinya. Ada raut kesal bercampur sedih dalam wajah cantik saudari kembarnya itu.

"Kamu tidak apa-apa, Senja?" tegur Bintang seraya menepuk pelan bahu Senja.

Gadis berambut sepinggang itu menoleh. Tersenyum seolah dirinya baik-baik saja. Tapi Bintang tahu betul bahwa senyum itu hanyalah topeng kepalsuan. "Aku tidak apa-apa, Venus. Lelaki itu sahabatnya sejak kecil. Kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak terhadapnya."

Bintang menatap kembali ke arah sepasang anak manusia, yang masih bercengkrama di depan sana. Hanya beberapa meja dari mereka berdua. Rahangnya saling menekan dengan kuat saat melihat si lelaki memeluk erat bahu wanita di sebelahnya. Gadis itu menghela napas, berusaha menahan diri agar tidak bangkit dari tempatnya dan menghajar kedua orang itu.

"Kita pulang saja. Aku ... aku sudah tidak lapar lagi." Senja bangkit dari duduknya. Melangkah terlebih dahulu. Gadis itu merasa tidak kuat lagi untuk melihat keakraban kekasihnya di depan kedua matanya.

Bintang berdecak kesal. Segera menyusul Senja, yang masih dapat tertangkap oleh pandangannya.

...

Bintang Venus (GXG Story)Where stories live. Discover now