Page 3

2.9K 382 19
                                    

Hinata memutar bola matanya malas, ketika wanita bersurai coklat itu mengoceh tidak jelas, oke bukan ia tidak terbiasa dengan ocehan wanita itu hanya saja ia iri mendengar setiap kata yang wanita itu katakan. Oh Tuhan kenapa sahabat sialannya itu selalu beruntung kenapa tidak dia saja yang mendapatkan segala keberuntungan itu?

Hinata mendengus memikirkan segala nasip buruknya itu. Harusnya kedua sahabat sialannya bertanggung jawab atas segala musibah yang ia terima karena permainan laknat itu.
                         
"Ya, kau memang beruntung." Cibir Ino menyuruput minumannya malas, tampaknya bukan hanya Hinata yang kesal mendengar kabar bahagia itu. Lihat bagaimana wajah sialan Yamanaka Jerk Ino yang tertekuk menjadi ratusan. Bahkan wajahnya nampak seperti wafer Tanggo dengan ratusan lapisan coklat namun terasa asam.                      
"Dengar bukan aku tidak bahagia dengan segala keberuntungamu itu, Ten. Hanya saja bagaimana dengan nasipku dan Ino ? My life is over." Hinata menatap wajah cantik itu dengan kesal, jujur bukan ia tak bahagia jika sahabat satunya itu memiliki sebuah ikatan yang dinamakan pacaran sungguh ia bahagia mendengar Si cepol jomblo itu sudah tidak lagi sendiri. Tapi bagaimana dengan nasip sialannya yang akan bergentayangan di hidupnya? Siapa yang harus ia salahkan? Neneknya atau si gondrong kakak tercintanya?                     
"Geme over!!" Sahut Ino mencebikan bibirnya kesal. Ya nasipnya tak beda jauh dari Hinata, ia harus menahan malu karena aksi sialan yang membuatnya tak bisa memperlihatkan wajah cantiknya di hadapan pria nanas itu walau hanya satu detik.
                     
"Hei, jangan salahkan aku, sayang. Itu memang nasip kalian saja yang buruk." Cibir Tenten melipat kedua tangannya di dada.

Hinata mendengus kasar, ia menyandarkan tubuhnya di kursi kantin. Ia ambil kasar roti isi itu dan memakannya.                 
"Hei, bukankah dia si wanita tak tau diri yang mencium Sasuke?"

Hinata memutar bola matanya malas, ia mengambil ponselnya di saku dan memainkannya asal. Ia hanya ingin mengalihkan pikirannya dari ucapan rendahan yang keluar dari mulut sampah mereka.

"Jangan pedulikan mereka, mereka hanya jalang yang tak tau diri. Kau santai saja, aku akan melindungimu." Ujar Tenten menepuk dadanya bangga. Ia kedipkan matanya pelan.
                     
"Tentu saja, kau harus melindungiku dari serangan bar-bar semua siswi itu." Jawab Hinata masih asik memainkan ponsel pintarnya itu.
                     
"Aku kira sampah sepertimu akan tetap berada di tempat sampah. Berani juga kau menampakan batang hidungmu di sini." Hinata tersenyun kecut mendengar ucapan sinis itu. Ia tidak perlu menatap siapa gerangan yang mengatainya sampah. Dengan mata tertutup ia juga bisa tau siapa orangnya.

Kalian tau bakteri? Ya, wanita sialan itu terasa seperti bakteri yang harus ia jahui. Perkataan dan tingkah wanita itu seperti wabah mengerikan yang bisa membunuh setiap makhluk hidup.                   
Demi sempak Neptunus ia membenci setiap sel sel yang ada di wanita bajingan itu. Jangan katakan, tolong jangan katakan kepada Hinata tentang seberapa buruk sikap wanita bar-bar itu. Karena ia bisa menulis daftar hal yang menyebalkan dari wanita itu sepanjang sungai Nil.          
"Aku juga tidak menyangkah seorang Sampah bisa berani mengatai Sampah."
 
Mulut yang bocor memang perlu untuk di tambal bukan?

Wanita itu menggeram rendah ia sibakan rambut pendek berwarna norak itu. Ia tatap wajah cantik itu tajam.

"Hidupmu tak akan baik, Hinata. Mulai saat ini."

Hinata tau itu, maka berhentilah membual. Ia sudah cukup menderita dengan segala umpatan dan ejekan tentang dirinya. Apa itu masih kurang?
           
Ia tau semua yang ia lakukan itu salah, tapi tidak bisakah nasip baik menyapanya walau hanya sedetik. Oh gila ia lupa jika setelah kejadian itu ia sudah berada di Neraka.

Levanter [[End]] ✓Where stories live. Discover now