Page 22

1.4K 192 16
                                    

Sasuke mengusap surai ravennya kasar, ia tidak habis pikir dengan tingkah gadis itu. Bagaimana bisa seorang Uchiha Sasuke ditolak bagaikan seonggok sampah.
 
Sasuke tak akan pernah lupa apa yang gadis itu lontarkan beberapa jam lalu padanya. Masih segar diingatannya sebuah perkataan namun mampu membuat hatinya merasakan sesak luar biasa.

                         
Flashback on

                         
"Aku mencintaimu, Hyuga Hinata."
       
Hening

Tak ada jawaban dari gadis cantik itu atas pengakuan cinta pria itu. Gadis bername tag Hinata Hyuga itu hanya menatap wajah tampan Sasuke dengan dingin.
         
"Kau yakin jika itu cinta?" Ujar gadis itu setelah sekian detik terlewati.

Sasuke menganggukan kepalanya dengan cepat. Ia tentu yakin apa yang ia rasakan saat ini memanglah sebuah rasa cinta.
       
"Pikirkan itu kembali, mungkin semua itu hanya rasa bersalah. Aku sudah melupakan semuanya, kau tak perlu lagi membahas tentang hal romansa padaku. Kita sudah berakhir sejak saat itu." Ujar Hinata penuh dengan penekanan.

Sasuke terdiam tanpa kata, seperti jerami yang terbakar disiang hari, seperti garam yang larut diair. Perasaannya saat ini hancur tak bersisa. Apa sesakit ini mengetahui fakta jika, tak ada lagi kesempatan untuk membuat gadisnya kembali padanya.

Hinata melepaskan kukungan itu dan pergi berlalu, menyisahkan pria Uchiha itu dalam rasa penyesalan. Cinta yang datang terlambat selalu menorehkan sebuah rasa sakit.
                         
Flashback off
                         
Apa ia sudah menyakiti perasaan gadis itu terlalu dalam, hingga gadis cantik itu enggan kembali padanya? Apa semua yang ia lakukan membuat gadis itu menangis dalam diam?

Sasuke mengusap wajahnya dengan kasar, ia tidak pernah berurusan dengan hal romansa sejauh ini. Ia tidak pernah menginginkan sesuatu separah ini, ia juga tidak pernah merasakan takut kehilangan segila ini.
 
Ia pernah jatuh cinta, ia pernah menyukai seseorang, ia pernah merasa nyaman. Namun tak sebesar ini, tak segila ini dan tak semengerikan ini.

Ia menginginkan Hinata tapi ia tak ingin melepaskan Konan dari genggamannya. Ia takut kehilangan Hinata tapi ia tak ingin menghapus rasa bangga jika Konan menjadi miliknya.

Ya, itu dulu sebelum sebuah hubungan tak lagi mampu mengikat gadis itu tetap berada disisinya. Ia tak bisa berbohong jika ia jauh lebih takut kehilangan gadis Hyuga itu dibanding memperdulikan rasa bangga bisa mendapatkan sosok sempurna seperti Konan.
             
Ia tidak bisa lagi menggenggam Konan jika apa yang sesungguhnya ia inginkan, perlahan lepas dari genggamannya. Ia tak bisa menangkap Konan jika hatinya sudah terisi gadis itu.

Namun apa sekarang? Semua terasa percuma jika gadis itu enggan bersamanya lagi. Semua terasa sia-sia ketika segala rasa ego dan gensinya ia pertaruhkan namun tak ada hasilnya.

Sasuke mengambil satu batang rokok dalam sakunya. Ia nyalakan rokok itu dan perlahan menghisapnya dengan pelan. Rasa pahit mulai ia rasakan di bibirnya.

"Hei, Sas. Tumben ada disini?" Ujar pria bersurai hitam itu mendudukan pantatnya di sofa kumal yang berada di rooftop. Ini adalah tempat biasa mereka berkumpul jika sedang membolos pelajaran.

Pria bernama Shikamaru Nara itu membuka kaleng soda miliknya ketika pertanyaan bualannya tidak dijawab sama sekali oleh pria itu. "Rasanya ingin menyerah saja." Gumam pria itu kemudian mendesah lirih.

Sasuke melirik pria itu sebentar kemudian kembali menatap awan yang terus bergerak maju. "Menyerah dari apa?" Tanya Sasuke penasaran.
     
Pria yang akrab disebut si jenius dari klan Nara itu kembali mendesah ia tatap awan yang bergerak diatasnya. "Ya, mengejar sesuatu yang tak pasti memang melelahkan. Rasanya ingin menyerah saja." Jawab Shikamaru kembali menenggak soda miliknya.

Levanter [[End]] ✓Where stories live. Discover now