Page 28

1.2K 157 5
                                    

Sasuke mengusap surai lembutnya dengan gusar, sejak kemarin sang kekasih masih tidak menjawab panggilan darinya. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa tiba-tiba gadisnya sulit untuk dihubungi. Apa ia baik-baik saja?

Sasuke menghela napasnya, mencoba menghilangkan prasangka-prasangka buruk yang coba otaknya susun perihal gadisnya saat ini. Dan cukup memuakan karena ia tidak bisa mendatangi kekasihnya sekarang.

Ia masih berada di Kyoto dan entah sampai kapan ia akan berada ditempat sialan ini. Andai saja sang Ayah tidak menyuruhnya untuk memulai belajar bisnis, tentu ia akan datang pada gadisnya dan menghukumnya karena telah membuat dirinya gelisa.

Dengan perasaan dongkol ia meraih kembali benda pipih itu untuk menghubungi seseorang. Ia cukup pintar dengan menyuruh sesorang untuk mengawasi kekasihnya selama ia jauh dari gadis cantiknya itu.

"Kenapa dia tidak mengangkat telponku? Apa yang terjadi?" Tanya Sasuke tanpa basa-basi.

"Tidak ada yang mencurigakan, hanya kemarin ia terlihat bertemu dengan Konan. Dan kembali melakukan aktifitasnya seperti biasa."

Sasuke memutar otaknya untuk berpikir. Untuk apa gadis itu menemui kekasihnya, dan kenapa kekasihnya tidak menjawab panggilan darinya padahal ia baik-baik saja.

Sasuke memutuskan panggilan itu secara sepihak, otak pintarnya masih memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan kenapa gadis itu datang menemui Hinata. Ini pasti terjadi sesuatu, Sasuje yakin jika gadis itu yang membuat kekasihnya menolak semua panggilan darinya.

Gadis cantik bersurai indigo itu menyeruput minumannya dengan tenang, sesekali iris indahnya menatap sosok pria yang berada di sebrang mejanya. Sebenarnya ia sedikit merasa canggung dengan pria itu, sejak ia mengetahui jika pria itu memiliki perasaan terhadapnya. Ia tidak tau harus bersikap seperti apa, ia juga merasa tidak enak dan terbebani dengan perasan pria itu padanya.

"Apa ada masalah?" Tanya pria jangkung itu ketika melihat raut wajah gadis cantik itu yang terlihat gelisa.

Hinata menggelengkan kepalanya, dan kembali pada minumannya. Sebenarnya ia tidak ingin terlalu lama berada disini dengan kakak kelasnya itu, hanya saja ia tidak enak hati jika menolak ajakan pria itu untuk kesekian kalinya.

Hinata tersadar dalam lamunan pendeknya ketika suara deep itu mengalun begitu indah. Ia arahkan iris indahnya untuk menatap pria tampan itu. Menunggu pria itu melanjutkan perkataannya.

"Jika mencintainya terasa sakit, bisakah..

Pria bernama lengkap Akashi Seijuro itu menjeda perkataannya sepersekian detik, kemudian menatap iris indah sang pujaan hati dengan dalam.

"Bisakah kau berhenti, dan menerima perasaanku." Lanjut Akashi masih menatap iris indah itu dalam.

Hinata mengerjapkan matanya cepat, napasnya seaakan tercekat di tenggorokan. Bukankah ini artinya pria itu sedang mengutarahkan perasaannya padanya.

Akashi menghela napas panjang, ketika tak ada respon yang gadis itu berikan. Ia tahu ini sulit, tapi bisakah ia berharap untuk berhasil?

"Dia tidak pernah benar-benar mencintai seseorang. Yang ada didalam otaknya adalah rasa senang bisa unggul dari yang lainnya. Ia merasa bangga dapat memiliki apa yang orang lain inginkan. Dan aku tidak ingin kau jatuh seperti gadis lainnya yang dekat dengan pria itu." Jelas Akashi panjang lebar, jemari kekarnya berangsut mendekati jamari lentik itu dan menggenggamnya.

Hinata menelan salivanya yang terasa mengental, ia alihkan tatapan kosongnya pada tautan tangan keduannya. Ada apa dengan semua ini? Kenapa semua terasa begitu menyakitkan.

Hinata menghembuskan napasnya, rasa sesak kembali menyerang dadanya. Kenapa cerita romansanya begitu mendrama lebih dari yang sering ia tonton ditv.

"Aku janji tak akan menyakitimu, aku akan berusaha selalu membuatmu bahagia. Aku akan berusaha membuatmu merasa menjadi wanita paling bahagia didunia ini." Ujar Akashi mengusap lembut jemari mungil itu.

Levanter [[End]] ✓Where stories live. Discover now