Page 8

2K 278 12
                                    

Hinata membenarkan sedikit dasi yang melilit di lehernya, menyisir surai indigonya dengan sela jarinya. Ia kembali menatap pantulan wajahnya di cermin, ia terlihat cantik, oke ia memang selalu terlihat cantik bukan?

Hinats menarik napasnya dalam dan menghembuskannya panjang. Semoga hari ini jauh lebih indah, dan ia kembali berharap jika kehidupan normalnya akan kembali. Semoga saja itu benar terjadi, semua yang ia lakukan hanyalah sebuah mimpi, semua hal yang bersangkutan dengan pangeran sekolah hanya sebuah mimpi yang akan segera berakhir.

"Hinata!! Ada pacarmu dibawah!!" Hinata mencebikkan bibirnya kesal, bukankah dia baru saja berharap? Kenapa Tuhan senang sekali membuat harapannya jatuh dan hancur secara cepat.
           
Menyebalkan!!
       
"Iya." Teriak Hinata dari dalam kamarnya, ia kembali menatap pantulan wajahnya menelisik setiap pahatan sempurna yang Tuhan anugrahkan untuknya. Ia bangkit dari kursi riasnya, mengambil ransel dan berjalan keluar. Ia tatap wajah sialan sang kakak yang sedang asyik menyantap sarapan bernutrisi itu dengan lahap. Sebelum berjalan keluar Hinata lebih dulu menghampiri sang kakak yang dengan hikmat itu menyumpal mulutnya dengan roti gandum.

"Nii-san, katakan padanya jika aku akan berangkat denganmu saja." Ujar Hinata menyatuhkan kedua tangannya di depan dada. Jujur saja ia tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi setelah kejadian memalukan yang terjadi kemarin. Sudah cukup ia merasa malu dengan semua hal yang ia tunjukan di depan wajah pria sialan itu.

Neji menatap sang adik dengan pandangan menyelidik, mencari sebuah alasan mengapa sang adik kecilnya itu bertingkah seperti ini.

"Sedang marahan?" Tanya Neji menebak, ia tentu tau watak wanita bagaimana, ia memiliki seorang pacar dan adik perempuan membuatnya belajar banyak tentang segala sesuatu dari mahkluk Tuhan yang berjenis wanita

"Sudahlah katakan saja." Ujar Hinata mendengus kesal, kenapa sang kakak selalu tidak bisa untuk diajak kerja sama.

"Tidak mau, bilang saja sendiri, aku sibuk. Lagipula siapa yang akan mengantarmu ke sekolah kalau bukan Sasuke, huh? Aku akan menjemput pacarku setelah ini, jadi lebih baik kau berangkat dengannya saja." Jawab Neji panjang lebar.

Hinata memutar bola matanya malas, meminta bantuan Neji sama sekali tidak berguna. Ia juga membenci fakta jika pria itu adalah kakak kandungnya. Dulu waktu Hinata kecil ia selalu bertanya pada ibunya kenapa Neji bisa menjadi kakaknya? Bukankah itu sangat menyebalkan mempunyai kakak semenyebalkan gondrong itu? Ah, sudah lupakan jika Hinata harus menceritakan segala tingkah buruk pria itu maka satu halaman cerita tak akan muat.
     
Dengan lesu Hinata melangkahkan kaki kecilnya keluar, melihat bagaimana pria itu sudah berada di perkarangan rumahnya dengan motor sport merah menyalah yang belum pernah Hinata lihat sebelumnya.

"Pagi pacar." Hinata mencebikan bibirnya pelan, ia kembali menyesali segala sesuatu yang telah terjadi.

Hinata melipat tangannya di depan dada menatap motor sport itu dengan tajam. Apa Sasuke gila membawa motor untuk mengantarnya? Gila!! Seumur hidup Hinata ia tidak pernah menaiki benda itu.                     
"Kau membawa motor?" Tanya Hinata Retoris dan diangguki oleh pria itu singkat.

"Kalau begitu berangkat sendiri, aku akan naik bus saja." Ujar Hinata melangkahkan kakinya pergi namun sebelum langkah itu semakin jauh Sasuke lebih dulu menghentikannya, dan memasangkan Helm berwarna merah muda di kepala gadis cantik itu. Menatap wajah cantik itu dengan lembut dan memasangkan pengait helm itu agar tidak lepas jika dipakai.

"Ayo, aku tidak menerima penolakan." Ujar Sasuke tegas tidak ada bantahan didalam setiap kata yang ia keluarkan.

Hinata sendiri hanya bisa menghembuskan napasnya panjang. Ia tentu tau sikap bossy yang dimiliki pria itu, dan tentu saja Hinata akan mengikuti segala sesuatu yang pria itu suruh. Mengenaskan memang hidup Hinata sekarang!!

Levanter [[End]] ✓Where stories live. Discover now