Page 15

1.4K 216 12
                                    

Hari ini entah kenapa cuaca begitu mendukung suasana hatinya. Lihat bagaimana angin meniup debu dijalanan dan gulungan awan yang berwarna kelabu siap menimpahkan air matanya.

Ia tidak cemburu bukan?
Tentu, memang Hinata punya alasan untuk hal itu? Tentu tidak.
               
Gadis bersurai indigo panjang itu menghela napasnya panjang. Entah kenapa hidupnya semakin rumit sejak gadis cantik itu termakan dengan permainannya sendiri. Ia bersumpah jika keberadaan mesin waktu sangatlah ia butuhkan saat ini. Bukan bermaksud untuk terus mengeluh hanya saja semenjak kejadian dimana ia dengan tanpa otaknya mencium pria itu, masalah demi masalah seakan menghampirinya setiap detik.
     
Hell, her life was fine before it. Dan sekarang hidupnya penuh akan alur drama didalamnya.
    
"Hei, Hin belum pulang?" Gadis yang disapa dengan nama kecilnya itu terlonjak kaget, ia bahkan mengelus dadanya karena suara yang tiba-tiba berdengung itu.
    
Pria yang menjadi alasan kenapa jantungnya berhenti persekian detik itu hanya terkekeh geli, menghantarkan suara renyah yang begitu gadis itu rindukan.
Ternyata menghilangkan perasaan yang sudah lama bersarang dihatinya itu sulit. Lihat bagaimana ia menikmati setiap detik berdua dengannya begitu menyejukkan hati.

Pria bername tag Naruto Uzumaki itu menghentikan kekehannya ia berdehem untuk menormalkan suara seksinya. "Kau belum pulang, sebentar lagi mungkin akan turun hujan." Ujar pria itu dengan senyum cerahnya.

Hinata meringis dalam hati ketika sekelibat bayangan memenuhi otaknya, ya pria ini pria yang selalu ia impikan setiap malam, pria ini pria yang selalu ia sebut dalam doanya dan pria ini pria yang selalu ia sayangi dan harapkan setiap harinya. Dan fakta jika sekarang pria ini adalah kekasih dari mantan teman dekatnya membuat hatinya berdenyut ngilu.
 
"Aku akan pulang sebentar lagi." Jawab Hinata mengalikan perhatiannya. Bukan karena rasa cinta yang ia punya membuat nyalinya menciut tapi entah kenapa seakaan ada sesuatu hal yang membuatnya untuk menjauhi pria itu, pria yang selama ini ia harapkan dalam mimpi semunya.

Hinata beranjak dari duduknya, membersikan rok pendeknya dan membenarkan tali ransel miliknya yang bergeser. "Sampai jumpa, Naruto."

Harusnya Hinata tinggal lebih lama, harusnya ini kesempatan baginya untuk bisa merebut pria itu, dan harusnya ini adalah waktu yang tempat untuk bisa lebih dekat dengannya, ya harusnya namun apa yang ia lakukan sekarang? Pergi menjauh, menghindari pria itu.

Entah apa yang gadis itu pikirkan hanya saja Hinata merasa ada hati yang harus ia jaga, entah milik siapa hati itu.

Hinata mempercepat langkah kakinya ketika bulir-bulir air menyapa bumi. Ia tidak ingin berakhir menyedihkan dengan keadaan basah saat pulang nanti, maka dari itu gadis dengan tinggi seratus enam puluh centi meter itu berteduh di bawah halte bus. 

Angin bertiup lebih kencang dari semenit lalu membuat udara kian sejuk, jemari mungil itu mencengkram setiap sisi lengan tangannya yang terbuka, mencoba mengurangi rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Sial, kenapa hujan harus datang ketika pria sialan yang menjadi pacar pura-puranya itu sedang terbaring sakit dan tidak bisa menghantar dirinya?

Oh yang benar saja, apa ia sudah mulai bergantung pada pria bersurai raven itu?

Hinata menghembuskan napasnya kasar, harusnya ia membawa jas hujan jika ia tau hujan akan membasahi kota. Parah!! Haruskah ia menerobos hujan? Ini sudah mulai malam dan hujan tak kunjung redah.

Hinata terus menyumpah serapahi kesialannya itu sampai tak menyadari jika mobil bmw telah berhenti tepat di depannya.

"Kenapa bisa masih disini, bodoh?"
 
Hinata menghentikan segala sumpah serapah ketika suara bariton itu memenuhi indra pendengarannya, ia lantas mendongakan kepalanya yang sempat terunduk. Hinata bisa melihat wajah pria itu mengeras dengan payung berwarna ungu berada di tangan kanannya.
  
"Ku telpon dari tadi kenapa tidak diangkat? Aku telpon orang rumah katanya kau belum pulang? Kenapa sampai sekarang masih disini?" Cercah pria bersurai hitam kebiruan itu tanpa henti.

Levanter [[End]] ✓Where stories live. Discover now