Bag 12. After that

6.9K 642 59
                                    

Rasanya sangat menyenangkan ketika bisa berkendara bersama Cleobee di malam hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya sangat menyenangkan ketika bisa berkendara bersama Cleobee di malam hari. Segala sesuatu tentang keinginannya pada obat itu, ajaibnya menghilang. Halusinasi atau delusi yang ia ciptakan berubah dengan wajahnya yang sangat cantik. Harvey senang, dia bisa menjalani hidup normalnya.

Langkah kakinya berjalan memasuki rumahnya, seperti biasa suasananya sunyi seperti tak berpenghuni.

"Den, makan malamnya mau saya siapkan?"

"Gak usah Mbok, saya udah makan," jawabnya.

Mbok yang sudah lama bekerja di rumahnya hanya menundukkan kepalanya, lalu kembali ke tempatnya bekerja yaitu dapur.

Harvey menghela napasnya perlahan, kemudian melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Menuju kamar tidurnya, tapi begitu sampai di ambang pintu seseorang keluar dengan wajah sengitnya.

"APA INI? HAH!" bentaknya, sambil melempar segenggam pil berwarna putih hingga jatuh berserakan di lantai.

Harvey mendelik, memperhatikan pil itu dengan matanya yang tak berkedip. Mulutnya bergetar dengan matanya yang memerah, dipandangnya wanita itu dengan wajahnya yang tak kalah sengit.

"NGAPAIN LO MASUK KE KAMAR GUE?" bentaknya balik.

Lalita menggeleng tidak percaya, dengan kasar ia menyeka cairan bening yang mengalir sejak satu jam lalu.

"Lo tahu gak bahayanya obat ini?" tanyanya berusaha ramah.

Harvey tak bergeming pada pertanyaannya, mata tajamnya masih memandang wanita yang selama ini ia panggil Kakak.

"Lo gak usah ikut campur," balasnya sambil mengacak rambutnya.

"Sadar, Har! Ini gak benar!" sentak Lalita sekali lagi sambil menggerakkan bahu sang Adik.

"Lo mau ngerusak masa depan lo? Di mana otak lo? Hah! Lo bodoh, tapi jangan gini juga, Har!"

Harvey menggigit bibir bawahnya yang terus bergetar, ia naikkan pandangannya menatap wanita itu. Perlahan, cairan bening di pelupuk matanya lolos membasahi wajahnya.

"Jangan bilang gue bodoh, lo bukan Mama," lirihnya.

Lalita mendelik dengan dadanya yang terasa menyesakkan, air matanya kembali menetes.

"Buat apa gue kuliah empat tahun di Psikologi, Har? ... Hm? Kalau Adik gue sendiri gak bisa terbuka sama Kakaknya, cerita sama gue, Har ... Ceritain semua keluh kesah lo! Jangan lo pendam sendiri dan lari dari masalah pakai obat ini ... ,"

Lalita kecewa dengan dirinya sendiri, ia menyeka air matanya dan menarik rambutnya karena frustasi. "Aaarrrghhh! Gak guna gue jadi Kakak!" teriaknya.

"Udah separah apa, lo?" tanya Lalita.

Harvey : Help Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang