Bag 20. Real illusion

6.2K 540 62
                                    

Sejak tadi pagi hingga sekarang, Harvey masih mengurung diri di kamar markas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak tadi pagi hingga sekarang, Harvey masih mengurung diri di kamar markas. Dia terlalu takut pulang ke rumah, sekalipun Lalita yang menyuruhnya. Sekarang, ketakutannya semakin bertambah setelah melihat Ayahnya yang mengamuk karena ulahnya. Wajar, tapi Harvey tak bisa menerima.

Sudah seharian ini hingga menjelang malam, Harvey enggan membukakan pintu untuk setiap orang yang menyuruhnya keluar. Badannya meringkuk di atas ranjang, dengan air mata yang menetes karena kegelisahan yang dia rasakan.

Rasanya sangat sulit, ketika Harvey dibuat ketergantungan pada obat itu. Dia kembali pada obatnya setelah beberapa hari tidak mengonsumsinya. Dengan tangannya yang gemetar, dia menelan dua pil sekaligus, otaknya sudah tak bisa berpikir jernih lagi.

Tok tok tok

Jaxen di luar sana masih berusaha membuka pintunya, temannya masih belum menyantap makanan, kalau dibiarkan sangat berbahaya.

"Har, buka pintunya!" seru Jaxen dari luar.

Jaxen menghela napas panjangnya, akhirnya dia pasrah dan pergi meninggalkan lelaki itu. Dengan langkah kakinya yang tidak bersemangat, dia melangkah menuju ruang tamu menemui teman lainnya.

Di waktu yang sama, Harvey melangkah membukakan pintunya, tapi tak melihat Jaxen sehingga dia kembali menutup pintunya tanpa mengunci.

"Gimana, masih gak mau buka pintunya dia?" tanya Aksa.

Jaxen mengangguk singkat, dan mereka kompak menghela napas panjang.

"Ya udah, kita mau nemuin anak Aodra, lo di sini jaga Harvey, jangan sampai dia nekat. Pokoknya lo harus awasi dia, gimana pun caranya." Sebagai seorang wakil, Aksa memberikan perintah pada Jaxen.

"Oke, semoga setelah ini mereka mau kita ajak kerja sama," jawab Jaxen.

"Iya, lo jangan ke mana-mana!" sahut Jeremy.

"Tetap di sisinya, maaf gue gak bisa nemani," tukas Janu.

"Kita pergi dulu," tukas Jake sambil menepuk pundak bidang lelaki tampan itu.

Jaxen hanya tersenyum singkat pada kepergian mereka. Sekarang hanya tersisa dirinya dan manusia keras kepala seperti Harvey. Dia sengaja duduk di sofa sambil menunggu kesadaran Harvey kembali pulih, hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.

Brak- dorongan pintu yang sangat keras.

Jaxen mengerjap kaget pada kedatangan gadis itu yang sangat tidak terduga, wajahnya terlihat sangat tertekan dengan matanya yang terlihat bingung.

Harvey : Help Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang