Bab 3 : Telapak Tangan Dewa

10 5 0
                                    

Dengan mengendarai binatang mistik milik tetua Shen yang berupa kura-kura dua alam yang bisa terbang dan berenang, mereka pergi ke daratan pantai yang berada di perbatasan.

"Ini menyenangkan, aku ingin berguling-guling," seru Dong Lian yang tidak menunggu lama ia sudah berguling-guling di atas cangkang kura-kura yang ia anggap seperti lantai kamarnya.

Li Hua dan Wu Yitian tertawa melihatnya. Dong Lian memang tidak mencerminkan seorang anak gadis, tapi ia lebih terlihat konyol seperti anak laki-laki dengan berbagai keonaran yang ia buat. Meskipun begitu, ia masuk dalam jajaran murid terkuat.

Kalau dipikir-pikir dari kelima murid terkuat. Hanya Wu Yitian dan Li Hua saja yang terlihat normal. Sementara yang lain terlihat aneh dengan kepribadian uniknya. Herannya, saat di depan murid lain selain mereka berlima akan selalu bertingkah sok keren. Terutama Cheng Gong dan Guan He yang banyak memiliki penggemar murid wanita setiap kali mereka melangkah baik di dalam akademi atau luar akademi.

Semua itu bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan, karena akademi kekaisaran menjadi salah satu akademi terbaik dari 4 akademi yang selalu menjadi incaran oleh rakyat di kekaisaran ini untuk memasukkan anaknya.

"Alangkah bagusnya jika kedua kakak seperguruan ikut," gumam Li Hua sembari menatap awan yang berarak membumbung tinggi di langit.

Dahi Wu Yitian nampak mengernyit. Ia memandang Li Hua dengan ekspresi yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Namun, ketika Li Hua berbalik untuk memandangnya, ekspresi itu berubah menjadi senyuman dan tatapan dengan penuh cinta.

Ia pun memegang tangan Li Hua. "Mereka akan menyesal karena mereka tidak bisa menaiki kura-kura ini," serunya yang membuat Li Hua tertawa.

"Benar! Mereka pria bodoh yang menyebalkan. Aku lebih suka seperti ini!" celetuk Dong Lian yang membuat tawa keduanya semakin terdengar.

---*---

Pinggir pantai, saat sang kura-kura sudah mendarat dengan ketiga murid turun. Mereka mencoba untuk menajamkan penglihatan mereka, mencoba mencari sebuah petunjuk yang mungkin bisa mereka temukan.

"Di sini, ada jejak langkah!" teriak Dong Lian, seperti biasa ia begitu heboh dan memberi isyarat kepada Li Hua serta Wu Yitian untuk mendatanginya.

Memang ada jejak langkah, tapi kenapa begitu jelas. Li Hua merasa aneh, saat hendak ingin menyuarakan pendapatnya terdengar suara auman.

"Sepertinya mereka di sana, kalian tetap di sini dan aku akan memeriksanya," pinta Wu Yitian yang membuat keduanya tak setuju.

"Tidak bisa, kami harus ikut!" tolak Dong Lian yang selalu menunjukkan kekeras kepalaannya.

"Benar, kita harus bersama-sama. Jika terjadi sesuatu, kita bisa saling membantu," celetuk Li Hua dan Wu Yitian memandanginya sembari menggeleng.

"Tunggu saja, aku akan memeriksanya dan segera kembali," tuturnya yang seolah tidak bisa diperdebatkan lagi.

Tanpa menunggu persetujuan dari dua gadis itu, Aku Yitian segera melesat masuk ke dalam hutan. Hanya menyisakan kedua gadis itu yang sangat kesal dengan keputusan sepihak dari Wu Yitian.

"Aku akan mengikutinya!" Dong Lian tiba-tiba saja berlari.

"Dong Lian, kau tak bisa melakukannya!" Li Hua hendak mengejar Dong Lian yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga bocah itu, tapi kecepatan lari Dong Lian tiada duanya.

Li Hua sudah berlari dan terus mengejar Dong Lian, tapi ia tidak menemukan jejaknya. Bahkan kini ia terbang dengan mencarinya dari atas, Li Hua berharap akan menemukan Dong Lian dengan segera. Namun, malahan ia hanya melihat pepohonan yang menjulang tinggi. Penglihatannya teralihkan dengan beberapa tumbuhan yang bisa dijadikan pil.

Li Hua memilih untuk turun. "Buah awan naga?" pekiknya senang, dengan segera ia mengambilnya, tapi tiba-tiba ia mendengarkan dengungan yang satu persatu semakin jelas dan saat ia menoleh, Li Hua menemukan ribuan lebah emas ratusan tahun datang untuk menyerangnya.

Li Hua pun mencoba untuk mengeluarkan artefak cemeti yang terbuat dari ular putih berkepala lima yang merupakan artefak tingkat dewa. Dalam satu kali cambukan, itu bisa membakar sekitar. Ia tidak memiliki banyak pertimbangan dalam kondisi seperti ini. Gadis ini harus segera mengusir atau membinasakan lebah emas ratusan tahun ini.

"Entahlah kalian!"

Suara tebasan terdengar, hingga menyebabkan ledakan saat cemeti mengeluarkan api yang tersalur dan mengenai para lebah emas dan Li Hua terus bergerak dengan lincah, ia terbang dan berputar mengelilingi para lebah itu.

---*---

Cheng Gong dan Guan He telah tiba terlebih dahulu, bahkan mereka saat ini berhadapan dengan sekelompok orang berpenampilan aneh. Mereka berpenampilan mencolok, dengan jubah warna merah serta kepala mereka yang botak.

Awalnya keduanya berpikir jika itu adalah binatang mistik yang membuat kekacauan sekitar perbatasan. Namun, mereka menemukan hal lain saat berada di sekitar sini. Sekelompok orang yang tak di kenal mencoba untuk menyusup kemari.

"Siapa kalian?" Cheng Gong berseru, ia sudah siap untuk kemungkinan terburuk. Sebab, melihat dari penampilan orang-orang itu tidak menunjukkan gelagat seorang kultivator yang baik. Apa lagi, beberapa orang terlihat merantai warga sekitar.

Salah satu pemimpin dari kelompok berseragam merah itu menyeringai. "Kau tidak perlu tahu, bocah!" serganya yang mulai mencoba mengarahkan rantainya untuk menjerat Cheng Gong.

Plash

Rantai itu membentur pepohonan yang tepat berada di belakang Cheng Gong karena pemuda itu sudah berpindah ke tempat yang lain. "Guan He, kau harus berhati-hati. Rantai itu bukan artefak biasa!" Dalam gerakan yang lincah, Cheng Gong mencoba melesat, menyalurkan kekuatan dengan seni bela diri telapak tangan dewa yang menjadi ciri khasnya.

Gerakannya cepat, hingga menciptakan sebuah bayangan semu saat siapa pun menatapnya. Salah satu kultivator pemimpin orang-orang berbaju merah itu terlihat terkecoh oleh gerakan Cheng Gong yang sangat cepat tapi tak memiliki efek suara, hanya ada ketenangan dengan gerakan yang membentuk ribuan bayangan. Mungkin, karena hal inilah ia menjadi murid nomer satu di akademi.

Segera, saat telapak tangan itu berhasil ia arahkan dan terjadi ledakan yang tak hanya membuat satu pria yang berhadapan dengannya saja terpental. Yang lainnya juga ikut terpental dengan lubang di tengah-tengah duel ini.

Namun, tiba-tiba suasana jadi berubah saat badai tiba-tiba datang. "Cheng Gong, awas!" Guan He berlari, ia mencoba untuk menghalau sebuah pedang yang menciptakan badai tersebut, tapi ia tidak bisa mengalahkannya. Seolah artefak pedang itu melambung jauh diatas tingkatan yang ada di alam ilahi ini.

Guan He terluka, dari mulutnya mengeluarkan darah segar. Sepertinya ia mendapatkan luka dalam. Cheng Gong yang melihatnya, segera menghampirinya dan menyerang artefak pedang itu dengan telapak tangan dewanya.

Blendum

Ledakan lebih besar terjadi. Guan He terjatuh ke tanah, seluruh tubuhnya terasa mati rasa dan Cheng Gong terlihat menyeka darah yang keluar dari mulutnya.

Keduanya jelas menyadari, ini bukan sebuah tugas yang mudah. Jika sial mereka akan mati di sini sekarang dan keduanya juga penasaran siapa yang memiliki artefak pedang ini?

Mungkin, ia salah satu yang berasal dari alam lain?

Flowers Blooming In FireWhere stories live. Discover now