Bab 6 : Kunjungan ke Istana

6 4 0
                                    

Pagi yang cerah saat langit bertabur cahaya mentari, Li Hua pergi ke istana untuk memenuhi panggilan kaisar yang sepertinya merindukannya. Dengan berjalan cukup anggun dan membawa Baobao bersamanya, ia berusaha untuk menunjukkan senyumannya meskipun ia sebenarnya sangat tidak ingin tersenyum karena masih belum bisa melupakan kejadian tragis yang menyebabkan kedua kakak seperguruannya meninggal.

“Hua-er …,” panggil seseorang yang kini berjalan mendekat. Li Hua pun menunjukkan senyumnya ketika permaisuri datang dengan terburu-buru. Permaisuri pun segera memeluk putrinya yang sudah lama tak bertemu. Meskipun akademi kekaisaran dekat dengan istana, permaisuri tentunya tak leluasa untuk terus menemui putri satu-satunya ini ketika ia merasa rindu.

“Ibu, aku baik-baik saja, jangan menangis,” kata Li Hua sembari menghapus jejak air mata di pipi permaisuri. Kemudian keduanya duduk di kursi batu tengah taman.

Sang permaisuri mencoba untuk meraih tangan anak semata wayangnya ini dan menggenggamnya erat agar tidak terlepas dari perlindungannya, sama seperti sebelum-sebelumnya. “Ibu mendengar tentang penyerangan itu. Kenapa tidak sebaiknya kembali tinggal di istana, di sini kau akan aman,” usul permaisuri yang sangat ingin membawa putrinya ini kembali ke istana. Setelah penyerangan yang telah menewaskan kedua saudara seperguruan Li Hua, ia menjadi tidak bisa tidur sepanjang waktu.

Li Hua tersenyum, ia tahu ibunya ini pasti akan bereaksi seperti ini. “Guru dan tetua yang lainnya sudah mencoba untuk mengurusnya. Ibu tidak perlu khawatir dan kak Yitian juga melindungiku,” ucap Li Hua dan terdengar helaan napas dari permaisuri.

Memandang putrinya ini dengan senyum. “Syukurlah ada Yitian yang selalu menemanimu. Ayahmu memang tidak salah memilih anak angkat. Aku berharap hubungan kalian bisa bertahan, kita tidak bisa mempercayakan dirimu kepada siapa pun apa lagi jika ini berurusan dengan tahta,” terang permaisuri yang membuat Li Hua tersenyum.

“Sebenarnya aku menginginkan seperti itu, hanya saja apa kita tidak terlalu muda untuk membahas tentang hal ini ibu. Aku rasa, kita masih memiliki ambisi yang besar untuk menjadikan diri kita semakin kuat dan membalaskan dendam kedua kakak seperguruan.” Li Hua perlu untuk menjelaskan hal ini kepada ibunya karena hal ini merupakan kesepakatan antara dirinya dan Yitian, lalu juga Dong Lian yang hanya tahu sebagian karena dirinya juga tidak terikat hubungan seperti mereka berdua.

Permaisuri tersenyum, ia mengambil satu cangkir keramik yang berisi teh dan memberikannya kepada putrinya ini. hal ini bukan karena mereka tidak memiliki dayang untuk melakukannya, permaisuri hanya ingin melakukan sesuatu untuk putrinya yang harus ia lepas semenjak sepuluh tahun untuk belajar di akademi kerajaan. Mereka hanya bisa bertemu jika ada perayaan dan acara lainnya. Selebihnya, mereka hanya bisa berbicara lewat token pesan selamanya yang hanya dimiliki oleh keluarga kekaisaran. Sementara untuk sebagian orang akan menggunakan token dengan beberapa kali pakai, itu tergantung pada seberapa tinggi kedudukan mereka di alam ilahi.

“Aku rasa hari itu akan tiba, ayahmu sedang berbicara dengan Wu Yitian saat ini,” kata sang permaisuri yang membuat mata Li Hua melebar seketika.

“Kenapa? Apa yang akan ayah katakan?” Li Hua sangat ingin tahu tentang apa yang mereka bicarakan tanpa dirinya. Sungguh, Li Hua sangat takut jika ayahnya akan memberikan banyak beban tanggung jawab untuk Wu Yitian. Ia tidak ingin Wu Yitian merasa terbebani jika nantinya ia akan menjadi suami dari seorang penerus dari penguasa alam ilahi.

Permaisuri tersenyum melihat begitu lucunya Li Hua saat merasa panik. “Apa kau sangat takut, jika ayahmu memberinya banyak tekanan dan membahas tanggung jawab?” tebak permaisuri dan itu adalah tebakan yang tepat, mengingat ekspresi Li Hua menunjukkan kebenaran untuk ucapan ibunya itu.

Li hua pun berdiri. “Aku benar-benar tidak bisa membiarkan ini terjadi. Aku akan menemui mereka sekarang,” ucap Li Hua yang setengah berlarian membuat para dayang kewalahan untuk menyusulnya.

Permaisuri menggeleng dan tersenyum.”Kalian melihatnya? Ia masih sama seperti Li Hua kecilku. Bagaimana aku bisa melihatnya menikah sekarang,” lirih sang permaisuri.

“Yang Mulia jangan terlalu khawatir, putri Li Hua adalah putri yang begitu kuat. Putri juga sudah tumbuh dengan baik, kami yakin jika dewa akan melindunginya,” balas dayang kepercayaan permaisuri yang telah menemaninya begitu lama.

Permaisuri pun tersenyum. “Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk putriku,” balasnya dengan memejamkan mata dan mulai memanjatkan doa untuk putri semata wayangnya itu.

---***---

Istana ilahi memiliki sebuah taman yang sangat indah, di sana terdapat ribuan corak bunga yang langka yang tertanam selama ribuan tahun. Selain indah, bunga-bunga itu berkasiat sebagai bahan dasar pembuatan pil. Karena Li Hua memiliki bakat menjadi alkimia, kaisar menghadiahkan taman ini untuknya dan menanamkan bunga-bunga langka yang sangat dibutuhkan untuk pembuatan berbagai macam pil.

Saat ini Li Hua berusaha berlari untuk segera menemui Wu Yitian yang katanya berada di taman ini bersama sang kaisar dan benar saja ia melihat ayahnya dan Wu Yitian sedang duduk bersantai sembari meminum the.

“Ternyata kalian di sini,” kata Li Hua yang berjalan dengan tergesa-gesa, tidak menunjukkan keanggunan sebagai seorang putri sedikit pun. 

Sang kaisar yang melihatnya hanya tersenyum. Ia memang tidak terlalu mengetatkan aturan bagi putrinya ini, yang diinginkan sang kaisar adalah Li Hua bisa hidup lebih bahagia dan selamanya seperti itu.

“Hua-er, kau harus berhati-hati.” Wu Yitian mencoba untuk memperingatkannya. Ia bahkan berdiri, mencoba mengulurkan tangannya untuk Li Hua raih. Dengan cepat gadis ini meraihnya dan memandang Wu Yitian dengan seksama.

“Ada apa? Hua-er, kau bahkan tidak memandang ayahmu dan hanya fokus pada Yitian?” Kaisar terlihat berpura-pura marah untuk menggoda Li Hua dan tentunya Li Hua sudah menyadari trik yang dibuat ayahnya ini.

“Aku tahu ayah hanya berpura-pura, tapi meskipun begitu aku menyukai kecemburuan ayah ini,” kata Li Hua tertawa, ia pun datang dan memeluk sang kaisar. Kaisar pun merentangkan kedua tangannya dan membelai lembut pucuk kepala Li Hua.

“Ayah tidak memcoba membebani Yitian dengan banyak tanggung jawab yang tak masuk akal itu, kan?” Li Hua berbisik kepada ayahnya. Rasa penasaran itu sudah tidak tertahankan lagi dan kekhawatiran telah membuatnya semakin tidak sabar.

“Tentu saja aku harus memberitahu banyak hal kepadanya, terutama untuk selalu menjagamu,” balas sang kaisar dan Li Hua pun segera melepaskan pelukannya. Ia memandang kaisar dengan mata melotot, seolah kesal karena ayahnya selalu memberi Wu Yitian nasehat yang panjang.

Wu Yitian yang dapat mendengar perdebatan kedua orang ini meskipun mereka berkata dengan berbisik pun tersenyum. “Hua-er, semua akan baik-baik saja. Cobalah untuk mempercayaiku,” katanya dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan ketulusan.

Kaisar mengangguk setuju. “Karena kalian bukan hanya seorang kultivator di alam ilahi ini, kalian adalah orang yang akan memimpin alam ilahi. Jadi, tidak akan sesederhana itu. Ayah sangat ingin mengingatkan hal ini kepadamu Hua-er,” ucap kaisar yang membuat Li Hua terdiam.

Flowers Blooming In FireWhere stories live. Discover now