Bab 26 : Jebakan

1 0 0
                                    

"Kau yakin bisa mengurusnya?" tanya Jendral Fu yang masih meragukan istrinya.

Jendral Fu tahu jika istrinya ini kurang begitu menyukai Fu Rong sehingga ia kurang memperhatikannya. Anggapannya hanya sebatas ini, padahal banyak hal yang telah dilakukan istrinya ini, bahkan membunuhnya berlahan dengan racun.

"Ya, aku akan merawatnya, jadi kau bisa kembali ke kamp militer hari ini," kata nyonya Fu memegang kedua tangan suaminya dan mencoba membujuknya dengan sisi yang lembut dan perhatian.

Hanya saja, itu sia-sia karena sosok Li Hua tiba-tiba hadir.

Uhuk

Uhuk

"Fu Rong!" Panggil nyonya Fu dan Fu Ling secara bersamaan. Mereka melihat Fu Rong dituntun kedua pelayannya dengan hati-hati.

Terlihat nyonya Fu dan Fu Ling tidak menginginkan kehadiran Fu Rong di tempat ini. Bagi mereka, Fu Rong seperti kuman yang harus mereka basmi dengan segera.

Sementara, Fu Bai berniat ingin berdiri membantu kakaknya yang sudah ia anggap seperti tambang koin emasnya, tapi kakak keduanya Fu Yang menariknya untuk duduk kembali. Ia memperingatkan lewat matanya kalau sekarang mereka tidak boleh berulah lagi karena ayahnya masih mengawasi mereka berdua.

Fu Xian berdiri dan mencoba untuk mendekati Fu Rong dan membantunya untuk duduk. Ia terlihat tidak menyangka jika penyakit Fu Rong yang tidak membiarkannya untuk keluar ternyata separah ini.

"Ah, terima kasih kakak bertama," ucap Li Hua berbasa-basi, memang dalam ingatan Fu Rong pria ini cukup perhatian, tapi tidak terlalu banyak interaksi antara keduanya. Sehingga, Li Hua memilih untuk berhati-hati.

"Katanya kau masih sakit?" tanya Jendral Fu yang nada suaranya terkesan kaku atau merasa gugup entah karena apa.

Dia tidak menunjukkan kepeduliannya tapi malah kekikukan yang ia tunjukkan. Meskipun sepanjang perjalanan kemari, Li Hua mendengar jika ia memarahi istrinya itu. Namun, ia langsung luluh dengan kelembutan nyonya Fu yang berusaha ia pertontonkan. Karena rencana awal ia tidak datang untuk membuat jendral Fu datang menjenguknya, karena itu ia sengaja menyelipkan sebuah artefak pada pelayan pria agar bisa mendengar percakapan mereka.

Namum, sia-sia berharap pada kepedulian jendral Fu Setidaknya yang secukupnya ini. Memang pria ini masih layak dikatakan sebagai ayah, tapi itu belum cukup. Karena sikap acuhnya ini, membuat Fu Rong yang sebenarnya telah mati. Bagi Li Hua, sudah terlambat untuk menunjukkan sikap sok perhatiannya. Sekarang, ia tidak butuh!

"Aku selalu sakit setiap hari, tapi aku merasa tidak pantas jika mengindahkan perintah ayah. Jadi, aku memutuskan datang," ucap Li Hua yang masih menunjukkan wajah pucatnya, tapi terlihat jika ia tidak selembut dulu. Ada nada kecewa dari ucapannya yang membuat suasana berubah.

Uhuk

Terlihat ekspresi dari jendral Fu yang menunjukkan ketegangan. "Kalau kau masih sakit, lebih baik kembali ke kamar saja," katanya yang membuat Li Hua terlihat tidak suka.

Setelah berbicara sok perhatian, sekarang pria ini ingin mengusirnya? Sebegitu tidak enak dibandingkan dirinya? Padahal semua ini karena ulah istri tercintanya itu yang membuat tubuh Fu Rong sakit-sakitan.

"Apa mungkin ayah kurang nyaman?" tanyanya dengan berani. Penyindirian dengan kata halus tidak akan mempan pada orang-orang yang berhati tumpul dan sekarang waktunya untuk membuat semua melihat apa yang telah ia lalui selama ini.

Semua yang ada di ruangan ini kini memandangnya penuh tanya, seolah mereka tak menyangka jika dirinya bisa berbicara seberani itu kepada ayahnya yang dikenal keras dan kaku.

Flowers Blooming In FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang