Part 3

72 14 23
                                    

SELAMAT MEMBACA 🖤

...........

Kopi dalam cangkir yang tadinya hangat kini sudah dingin. Trian tidak ada niatan untuk menyeruputnya walau sedikit saja. Sepertinya melihat  bintang bintang di langit lewat balkon kamarnya lebih menarik saat ini daripada kopi nikmat buatan Bi Yasmi.

Dia kangen mama, kangen temen temennya yang lama. Juga, kangen dengan gitar kesayangannya yang sengaja dirusak oleh papa 2 minggu yang lalu. Papa sangat tidak suka Trian bermain gitar, papa benci mendengar Trian bernyanyi meskipun suara Trian bisa dibilang merdu. Papa tidak pernah suka apa yang dia suka. Yang papa minta, hanya belajar belajar dan belajar. Supaya Trian bisa jadi dokter seperti yang diminta papanya. Namun, jadi dokter bukan passion Trian. Trian jauh lebih suka musik karena dia memiliki cita cita menjadi musisi.

Trian menghela napas, lalu meraih secangkir kopi di atas meja dan kembali masuk ke dalam kamar karena udara semakin dingin. Dia turun dari lantai dua mendapati Bi Yasmi lagi membersihkan meja makan.

"Papa dimana bi?"

"Tuan Dipta baru aja keluar den. Ada urusan mendadak katanya."

"Kalo gitu Trian mau main keluar bi."

"Kemana den?"

"Biasa, nongkrong sama temen temen."

"Ya udah hati hati den."

"Iya. Aku berangkat dulu assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

*****

Di sinilah Trian berada. Di warkop Mang Ipul bersama teman temannya yang lama.

"Enak gak Yan masuk mipa?" Juna bertanya sembari menuangkan kopi ke dalam leper

"Dia di sana aja baru dua hari udah ditanyain enak apa enggak. Ya jawabannya jelas nggak lah tolol orang belum adaptasi goblok." Rayyan menyahut dengan nada ngegas.

"Ya santai aja kali! Abis makan kambing lo?!" Juna membalasnya tidak kalah ngegas sampai hampir melempar Rayyan pakai asbak.

"Tapi lo udah punya kenalan belum?" Jeffery bertanya dengan nada santai

"Udah, langsung satu sirkel malah. Ada tuh satu anak bacot banget kayak udah kenal lama aja." jawab Trian

"Ceweknya cakep cakep nggak?" Jeffery Menaik turunkan kedua alisnya.

"Cewek mulu anjing otak lo." Rayyan meraup wajah Jeffery dan langsung ditoyor balik  sama Jeffery

"Ya lumayan lah. Lebih berkelas dari anak SMA 5."

"Tuh alasan gue jomblo tuh ya itu. Di sekolah kita ceweknya kayak tante tante semua anjir." ucap Juna

Rayyan mencibir, "Ya emang dasarnya lo aja yang nggak laku."

Juna tidak menanggapi ucapan Rayyan, dia memilih untuk menghisap rokoknya yang kedua.

"Gue jadi takut jarang bisa ngumpul sama kalian." ucap Trian

"Bokap lo yang kampret itu beneran mau banget lo jadi dokter?" tanya Rayyan

"Iya Ray, anjing."

"Ya nggak usah ngatain gue juga setan." Nah kan Rayyan ngegas lagi.

"Kita sebagai anak tuh emang harus ngertiin orangtua kita. Tapi mereka sebagai orangtua juga harus ngertiin anaknya lah. Orangtua yang bijak tuh mendukung apapun kemauan anaknya, selagi itu hal positif. Kalo maksa anaknya buat jadi yang mereka mau tapi nggak sesuai sama kemampuan anaknya ya sama aja kayak ngebunuh mental anaknya secara perlahan." Jeffery berbicara dengan serius, kemudian menyeruput secangkir kopi. Persis sekali dengan bapaknya Juna.

[Not] Bad Boyfriend |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang