Part 24

21 6 0
                                    

SELAMAT MEMBACA 🖤

•••••••••

Dulu, sewaktu Trian masih SD. Ia berjongkok di samping mamanya yang tengah berdoa untuk almarhumah neneknya. Setiap kali mama berziarah ke makam nenek, Trian selalu ikut. Tanpa papa, karena papa selalu sibuk. Dan sekarang, ia juga duduk di samping makam, namun bukan makam sang nenek. Melainkan makam mamanya.

Setiap kali Trian ke sini, mengirimkan doa-doa untuk mama yang ada di atas sana. Ia selalu sendiri, berdoa seorang diri, menangis sendiri. Tidak ada siapa-siapa lagi. Namun, untuk saat ini berbeda. Ia ditemani oleh seorang gadis yang telah menarik perhatiannya sejak awal masuk sekolah sebagai murid baru. Audy, gadis yang ia suka.

Trian mengusap pelan pusara mama setelah berdoa. Memandangi pusara tersebut dengan pandangan teduh. Ia terdiam, diam-diam mengingat semua ingatan saat bersama mama waktu dulu. Dengan begitu saja, air mata yang tadinya sudah berhenti menetes, kembali menetes membasahi pipinya.

Di sampingnya, Audy mengusap-usap punggungnya yang bergetar. "Nangis aja Trian, nggak pa-pa jangan ditahan." Ujar Audy pelan

Tangisan Trian semakin deras, tangan kirinya tergerak menumpu kepalanya yang menunduk dalam. Audy tiada henti untuk mengusap punggungnya yang masih bergetar, bahkan kini Audy ikutan menangis.

Kemudian Trian mendongak mengusap air matanya. "Trian kalau masih mau nangis nggak pa-pa." Ucap Audy pelan

"Udah ah. Entar mama di sana ikut sedih ngeliat aku nangis kayak gini. Waktu mama masih hidup, Aku nyaris nggak pernah nangis di depan mama Dy. Selalu aku tahan, karena aku nggak mau mama ikutan sedih ngeliat aku nangis kayak gini."

"Sayang banget ya, Audy nggak bisa liat Tante. Pasti Tante cantik banget, anaknya aja ganteng gini. Udah ganteng, baik banget lagi. Pasti semua itu nurun dari Tante ya? Tapi, Audy masih heran Tante. Kenapa banyak yang nyuruh Audy buat jauh-jauh dari Trian, padahal Trian anaknya baik. Baikkkkk bangetttttt." Audy menjeda ucapannya sebentar, detik itu juga Trian menatapnya dengan tatapan begitu dalam. "Tante yang tenang ya di sana. Di sini, mulai hari ini, Audy akan ikut untuk doain terus." Audy tersenyum, menatap pusara tersebut dengan pandangan teduh.

"Maa..Trian pamit pulang dulu ya?"

Trian berdiri diikuti Audy. Ia mengusap sisa-sisa air matanya. "Ayo pulang Dy." Tangannya tergerak menggandeng Audy, lalu meninggalkan area pemakaman.

Gerakannya saat memakaikan helm untuk Audy terhenti begitu saja saat ponsel dalam saku celananya berbunyi. Begitu ia lihat nama 'Junaidi'terpampang di sana.

"Bentar ya Dy."

Trian mengangkat panggilan tersebut, "Halo Jun? Kenapa?"

"BALAPAN WOI 10 JUTA, DITANTANG DUDA!"

Trian tersentak ketika Juna teriak-teriak. "Santai dong. Nggak usah teriak-teriak! Buset dah."

Di seberang sana Juna tertawa terbahak-bahak, "Maaf Yan."

"Gimana-gimana?"

"Gue entar malem balapan. 10 juta nyet, ditantang duda lu bayangin."

"Yang bener aja lo duda nantang balapan?"

"Bukan duda bapak-bapak yang perutnya buncit gitu bukan! Ini kayaknya umurnya masih 27 an gitu deh. Anaknya masih kecil kayaknya. Cuma statusnya emang duda. Tau dah, kebelet kawin kali dulu."

[Not] Bad Boyfriend |END|Where stories live. Discover now