Part 10

46 10 4
                                    

SELAMAT MEMBACA 🖤

•••••••••

Saat Pulang sekolah, Trian betulan ke lapangan bambu seperti yang diminta Marcell. Sekarang ia telah sampai di tempat tersebut. Namun, ia tak menemukan siapapun di sana. Curiga, Marcell hanya mempermainkannya saja.

"Mana sih nih Marcell?"

Karena Marcell masih tidak menampakkan dirinya, Trian pun duduk bangku semen yang terlihat kotor sebab memang jarang sekali ada yang ke sini. Lapangan tersebut juga sampai ditumbuhi oleh rerumputan karena telah lama terbengkalai. Kemungkinan besar juga banyak makhluk tak kasat mata di sini. Trian bahkan sempat merinding dibuatnya. Kemudian ia mengambil ponselnya di saku seragamnya.

 Kemudian ia mengambil ponselnya di saku seragamnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(anggap aja kayak gitu hehe)

"Beneran dateng lo?" Suara Marcell menggelegar lalu ia tertawa terbahak bahak.

Trian memasukkan ponselnya ke dalam saku lagi, ia langsung berdiri dan mendekat ke Marcell. Kini jarak mereka hanya sejengkal saja. Trian masih menatap Marcell dengan santai, berbeda dengan Marcell yang sudah memberi Trian dengan tatapan kemusuhan sejak memasuki area lapangan.

"Lama banget lo. Ditungguin juga."

"Gue pikir lo nggak bakal ke sini."

"Nggak usah banyak basa basi. Lo mau nyelesaiin urusan kita kayak gimana?"

"Gue mau nanya dulu."

Trian menghela napasnya, menatap malas ke arah Marcell yang menurutnya kebanyakan basa-basi."Apaan?"

"Cewek bloon yang namanya Audy itu cewek lo ya?"

Rahang Trian mengeras, ditatapnya Marcell dengan tatapan tajam. Sebisa mungkin Trian menahan emosinya agar tidak meluap dan menghabisi Marcell detik itu juga. "Pertama dia nggak bloon, dan kedua dia bukan cewek gua. Ngapain lo nanya nanya gitu?"

"Kalo bukan cewek lo, boleh dong gue deketin dia?" Marcell tersenyum smirk

Trian terdiam sebentar, ia tidak mungkin membiarkan Audy didekati cowok seperti Marcell ini. Dari tampangnya saja sudah terlihat bahwa Marcell ini cowok bajingan. Namun, Trian tetap berkata, "Deketin aja kalo dia mau."

"Pasti mau lah. Siapa yang nolak pesona gue? Btw bodynya bagus juga tuh cewek."

Perkataan Marcell barusan membuat emosi Trian kembali memuncak, "Maksud lo apa?"

Marcell tertawa sekilas, "Her body so sexy, i wanna try."

"Lo jangan kurang ajar ya!!" Trian menarik kerah baju seragamnya Marcell

"Kenapa? Katanya bukan cewek lo.  Bebas dong gue mau apain dia, termasuk pake tubuhnya yang seksi itu." Bahkan Marcell masih dengan nada bicara yang super santai disaat Trian mati-matian menahan gejolak amarah dalam dirinya.

"Bajingan!" Trian memukul rahang kokoh milik Marcell karena sudah tidak tahan hingga Marcell terhuyung ke belakang lalu tergeletak di lapangan sembari merintih kesakitan. Mengusap-usap rahangnya yang ngilu bukan main. Kemudian Trian berjongkok di sebelahnya sembari menarik kerah seragam miliknya.

"Awas aja ya bangsat kalo lo berani sentuh sentuh dia!"

Marcell meludahi wajah Trian, membuat Trian semakin emosi dibuatnya

"Bangsat!" Trian kembali memukul Marcell dengan gerakan brutal, namun anehnya Marcell sama sekali tidak melawan. Ia hanya pasrah, sembari menahan sakit pada rahangnya. Bahkan sekarang sudut bibirnya ikut berdarah.

Detik kemudian ada dua orang cowok yang sepertinya temannya Marcell datang menarik tubuh Trian dengan kasar dan mencekal tangannya.

Trian memberontak, bahkan secara tidak sengaja ia menyikut perut Reza. "Lepasin gue anjing!" Cowok yang namanya Reza langsung melepaskan Trian.

"Aman Cell. Semua udah gue rekam tanpa suara pastinya." hcap Diki sambil membantu Marcell bangkit dari posisinya

Marcell tertawa sekilas kemudian bangkit dari posisinya, "Good job."

"Licik banget ya lo anjing!" Trian memekik tertahan

Sebenarnya Marcell ingin meledakkan tawanya saat itu juga, namun rahangnya tengah ngilu karena pukulan keras dari Trian. Jadinya ia hanya bisa terkekeh kecil, dengan tampang songongnya.

"Siap siap aja Trian. Lo bakal diskors habis ini, atau mungkin dikeluarin?"

Dada Trian naik turun, lalu ia mendekat dan dengan gerakan brutal ia berusaha merampas ponsel milik Marcell untuk menghapus video tersebut.

Trian tersenyum sekilas saat berhasil mendapatkan ponsel Marcell, "Udah gue hapus." Lalu melempar ponsel tadi ke pemiliknya

"Lo bener bener ya!" Marcell menunjuk wajah Trian dengan telunjuknya

"Tenang aja Cel. Udah gue kirim ke pihak sekolah." ucap Diki, lalu ketiganya tersenyum jahanam.

"Yuk cabut." Mereka bertiga cabut dari sana meninggalkan Trian dengan segala amarah yang tertahan

"Bajingan lo anak anjing!" Trian berteriak keras menyalurkan amarahnya

Sekarang Trian paham, mengapa tadi Marcell sama sekali tidak melawan. Rupanya sudah merencanakan hal sedemikian rupa untuk membuat dirinya terpancing amarah. Dada Trian naik turun, ia menarik napas lalu menghembuskannya. Ia ulang berkali kali untuk meredam emosi dalam dirinya. Detik kemudian ia pergi dari sana dengan sisa sisa amarah yang belum sepenuhnya hilang.

******

Muka Trian terlihat memerah dengan keringat yang bercucuran pada pelipisnya. Ia memasuki rumahnya dengan langkah berat. Lelah sekali rasanya. Apalagi berurusan dengan bajingan seperti Marcell. Sungguh, Trian tidak habis pikir, ada manusia seperti Marcell.

Trian melempar tasnya ke sembarang arah lalu membanting tubuhnya di sofa. Menghela napas berkali-kali seakan hari ini berat sekali.

"Den Trian."

Trian langsung memperbaiki posisi duduknya, "Iya bi?"

"Tumben aden baru pulang." Bi Yasmi duduk di sebelahnya

"Eh iya bi. Soalnya tadi main dulu sama temen temen."

Bi Yasmi mengangguk, "Main apaan sampai muka merah begitu? Den Trian nggak pa-pa kan?" Bi Yasmi mendadak khawatir

"Em hari ini kan itu bi, panas banget kan? Nah tadi Trian main basket di lapangan bambu yang deket sekolahan." Trian dengan segudang alasannya

"Ya ampun den. Ya udah mandi gih, habis itu makan ya, udah bibi siapin. Jangan sampe tuan pulang keadaan aden masih kayak begini, nanti dimarahin loh." Bi Yasmi mengusap bahu Trian sekilas, kemudian beranjak dari duduknya untuk kembali ke dapur.

Trian hanya mengangguk sembari tersenyum. Ini yang ia suka dari Bi Yasmi, kepeduliannya terhadap dirinya membuat Trian merasakan kembali sosok ibu. Jujur, ia tak siap jika suatu saat ia dan Bi Yasmi berpisah. Kalau bisa, ia meminta kepada Tuhan agar tetap mengizinkannya untuk terus bersama dengan Bi Yasmi bahkan sampai Trian menikah sekalipun.

Bi Yasmi pula telah menganggap Trian seperti anaknya kandungnya sendiri. Bahkan saat Trian terkena omelan dari sang papa, Bi Yasmi diam diam menitihkan air mata. Ia tidak tega melihat Trian tertekan berada di rumah ini. Namun ia juga tak bisa melakukan apa-apa karena ia sadar bukan siapa-siapa. Ia hanyalah seorang pembantu di dalam rumah ini.



-BERSAMBUNG-

[Not] Bad Boyfriend |END|Where stories live. Discover now