Part 33

20 6 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Namun Trian masih setia berada di ranjangnya dengan selimut yang menutupinya hingga perut. Ia setiap tidur memang bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek saja.

Hari minggu biasannya hari yang ia nanti-nantikan. Karena bisa bermain bersama teman-temannya. Tetapi entah kenapa pagi ini ia malas sekali, bahkan sekedar untuk cuci muka ke kamar mandi.

Ia merubah posisinya dari rebahan menjadi duduk dan bersandar pada sandaran kasur. Lalu ia mengecek ponselnya, ada beberapa pesan dari teman-temannya. Namun yang ia buka pertama kali pesan dari Rayyan karena paling atas.

Rayyan
|Yan
|main sini
|rmah spi, jordi kluar am bkp nykp
|lu g kgn gitar lu?

Benar juga, sudah lama ia tidak ke rumah Rayyan main gitar miliknya. Akhirnya ia turun dari ranjang dan memutuskan untuk mandi lalu bersiap-siap ke rumah Rayyan.

Dan di sinilah ia berada, di gazebo kayu yang berada di halaman rumah Rayyan. Rayyan keluar dari pintu utama sembari membawa camilan dan beberapa kaleng minuman soda. Sementara Trian jari jemarinya mulai memetik senar gitar.

"Baru bangun ya lo?" Tanya Rayyan sembari membuka satu kaleng minuman soda

Trian mengangguk disertai tawa kecil, namun tangannya masih fokus pada senar gitar. Rayyan terkekeh saat mendengar nada yang dimainkan Trian. Lagu yang berjudul Strange oleh Celeste. Yang memang sesuai dengan kondisi Trian saat ini.

"Trian Trian. Jagoan mama masa lemah?"

"Yang beri gelar gua jagoan udah nggak ada di dunia."

"Ya tetep di hati lo masih ada kan?"

"Oh jelas. Selamanya!"

"And then? Masa gara-gara cewek doang lo jadi gini? Galau mulu."

Trian menghela napas, "Gua juga nggak tau Ray. Ini pertama kali gua jatuh cinta kayak gini. Gua bisa buat nggak berhubungan sama dia lagi, tapi kalo untuk melupakan? Im say sorry  gua nggak bisa."

"Come on bro! Hidup lo nggak sebatas itu aja. Masih ada yang lain, termasuk cita-cita lo yang belum terwujud."

Trian langsung menoleh pada Rayyan, "Tapi cita-cita gue nggak didukung ama bokap Ray."

Rayyan langsung terdiam. Ia dapat merasakan betul apa yang Trian rasakan. Karena ia juga sama, cita-citanya yang ingin menjadi pemain sepakbola profesional  tidak dapat mendapatkan dukungan juga dari keluarga. Sebab papa ingin ia meneruskan bisnis papanya saja. Bedanya, Rayyan hancur karena cita-cita tidak didukung sementara Trian sekaligus asmaranya yang hancur.

"Lo juga gitu kan Ray? Nggak dapet dukungan kan dari keluarga?"Tanya Trian padahal sebenarnya ia memang sudah tahu

"Iya." Balas Rayyan

"Ya udah tos dulu." Kemudian dua-duanya tertawa kecil bersamaan.

*****

Sejak saat malam itu, Audy kemana-mana selalu di antar supir dan diawasi. Bahkan sekedar ke taman sungai yang berada di dekat rumahnya.
Audy duduk di atas rerumputan hijau, menatap air sungai yang mengalir. Beberapa meter di belakangnya ada seseorang yang mengawasi dirinya.

Ia merasa begitu capek selalu dikekang seperti ini. Audy tau orangtuanya melakukan itu semua demi kebaikannya. Tapi ia telah merasa semua ini berlebihan. Ia juga ingin seperti kebanyakan teman lainnya yang bisa bebas bermain asal tau batasan. Tidak selalu disuruh belajar, dan dituntut mendapat nilai bagus.

"Ody bersyukur masih punya orangtua dan hidup dalam keluarga berada. Tapi jujur Ody capek, kapan ya Tuhan Ody bisa kayak yang lain?" Gumamnya seraya menatap langit yang saat itu terlihat lebih gelap dari biasanya

[Not] Bad Boyfriend |END|Where stories live. Discover now