Part 38

21 8 0
                                    

"Gue lama-lama emosi ya sama bokap lo sumpah!"

Rayyan mengatakan kalimat itu dengan ekspresi marah yang kentara. Sementara Trian hanya menghela napas, tidak tau harus membalas perkataan Rayyan bagaimana setelah ia menceritakan bahwa ia dikasih dua pilihan sulit oleh papanya.

"Dia nggak mau apa ngeliat lo bahagia? Walau sedetik aja? Lo anak kandungnya kan?" Rayyan kembali bersuara namun Trian masih tetap diam. "Gue ngomong sama lo Trian!" Ia sedikit meninggikan suaranya

"Gue nggak tau. Stres gue." Trian mengacak-ngacak rambutnya frustasi

"Pilihan pertama tadi apa?"

"Kalo gua tolak perjodohan itu, artinya gue harus jadi dokter sama kayak dia."

"Kedua?"

"Nerima perjodohan itu dan cita-cita gua buat jadi musisi kemungkinan bakal tercapai karena dukungan dari dia."

Rayyan menarik napas, lalu menghembuskannnya. "Gua rasa lo lebih baik pilih yang kedua." Ucapnya pelan tanpa menoleh pada Trian

Trian langsung menoleh tidak terima, "Maksud lo apa? Hidup dengan orang asing yang nggak gua cinta?"

"Yan, cinta bakal datang seiring berjalannya waktu. Hal itu akan ada karena terbiasa. Nggak bakal mungkin kalo lo nanti akan hidup dengan cewek itu dan sampai tua lo nggak cinta sama dia. Perlahan pasti akan timbul rasa."

"Terus Audy gimana Ray?"

"Ya tetep hidup sama lingkungannya."

Trian sontak melirik sinis pada Rayyan dan dilemparnya bantal sofa ke wajah Rayyan. "Anjing." Umpat Rayyan

"Gua baru aja bisa deket lagi sama dia Ray. Masa harus jauh lagi?"

"Cita-cita lo jauh lebih penting Yan. Ikhlasin aja kalo nanti takdirnya lo nggak bisa sama Audy. Kalo lo milih cinta, cita-cita lo kemungkinan besar nggak bisa terwujud dan satu hal lagi, lo juga belum tentu jodoh sama cinta pilihan lo. Apa nggak nyesek dua kali lo?"

Mengapa ia harus diberi pilihan yang sulit seperti ini? Jika ia memilih cita, kemungkinan cinta akan mengikutinya meskipun bukan dengan orang yang ia inginkan dan jika ia memilih cinta, kemungkinan besar akan seperti apa yang Rayyan katakan.

"Lebih baik nyesek sekali doang sih gua mah." Rayyan kembali bersuara

"Jadi gua harus milih pilihan kedua?"

"Ya kalau itu cita-cita masih penting bagi lo. Kalau nggak ya, terserah lo. Intinya jangan sampai lo nyesel nantinya."

*****

Setelah lama tak datang ke sini, akhirnya Trian kembali bersama Audy duduk di atas rerumputan hijau sembari melihat air sungai yang mengalir. Taman sungai kali ini tidak seramai biasanya. Bahkan ternyata hanya ada Trian dan Audy di sana. Trian dengan pikirannya yang masih bercabang, dan Audy dengan pikiran tenang dan hati bahagia.

"Sungai ini ada ikannya nggak ya?" Tanya Audy tiba-tiba

"Mana aku tau, coba kamu liat!"

Audy betulan berdiri dari duduknya dan berjongkok tepat di tepi sungai. Matanya menyipit untuk melihat jelas apakah ada ikan atau tidak dengan mulut yang terbuka. Trian di belakangnya was-was, takut itu anak orang nyemplung ke sungai. Akhirnya Trian ikut berdiri.

Kemudian Audy menoleh ke belakang, "Nggak ada Trian." Ucapnya dengan wajah polosnya

Trian tertawa kecil dibuatnya, "Ya udah balik sini!" Titahnya seraya mengayunkan tangannya

Audy kembali berdiri di sampingnya. Dengan gemas Trian mencubit kedua pipi Audy membuat sang empunya memanyunkan bibirnya kesal.

Lalu Audy menatap Trian dengan menautkan kedua alisnya disertai bibir yang cemberut. "Kenapa?" Tanya Trian

"Sungainya nggak ada ikannya. Padahal kalau ada Ody mau mancing." Jawabnya seraya menundukkan kepala

"Emang bisa mancing?"

Dengan begitu saja Audy kembali mendongak untuk menjawab, "Nggak," dengan raut wajah polosnya seraya menggeleng pelan

Trian mengulum senyum, tingkah Audy selalu saja bikin ia gemas. Lantas bagaimana bisa ia meninggalkan makhluk selucu ini Ya Tuhan?

"Terus bisanya apa?"

"Bisa apa aja asal yang mudah-mudah."

Ia mengacak rambut Audy dengan senyuman yang masih belum pudar. "Kita bakalan selalu deket kayak gini kan? Trian jangan tinggalin Ody ya?"

Detik itu juga senyuman pada bibir Trian pudar. Diamnya yang begitu lama menimbulkan pertanyaan pada bibir Audy, "Trian? Kok diem aja? Trian nggak bakal ninggalin Ody kan?"

Lalu tangannya turun ke pipi gembul milik Audy. "Iya Audy, aku nggak bakal tinggalin kamu." Balasnya seraya mengusap-usap pipi Audy

Audy tersenyum lebar lalu dipeluknya tubuh kekar Trian dari samping. Trian langsung membalas pelukannya, menaruh dagunya pada kepala Audy. "Maafin aku belum bisa jujur yang sebenarnya sama kamu." Ucapnya dalam hati, lalu ia elus kepala Audy

" Ucapnya dalam hati, lalu ia elus kepala Audy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


*****

"Oh indahnya hidupku ~~~~ saat bersamamu~~~~~~ dan sakitnya hatiku ~~~~ setelah kau duakan cintaku......."

"Diem napa San! Berisik bet dah ah." Jauhar kesal, akhirnya diraup wajah Ehsan, "Gue tau suara lo bagus, tapi ya nggak nyanyi tiap menit juga anjeng."

"Akhirnya lo akuin juga kalo suara gue bagus." Jauhar menyesal, sebab Ehsan langsung besar kepala.

"Lah lah, itu Audy sama Trian? Udah deket lagi aja mereka?" Ujar Jauhar melihat Audy dan Trian tengah duduk berdua cekikikan di depan ruang ujian

"Wah nggak bisa ini Har, harus kita wawancarai ini mah!"

"Gas bro!" Jauhar langsung merangkul pundak Ehsan dan berjalan bersama untuk sampai di depan Trian dan Audy. Lalu keduanya menjadi reporter dadakan.

Ehsan mengeluarkan botol minum sebagai mikrofon, sementara Jauhar menodongkan sikunya sebagai kamera abal-abal.

"Ngapa lo berdua?" Trian mendongak dengan raut wajah kebingungan

"Tolong dijelaskan bagaimana bisa kalian, saudara Trian dan Audy dapat dekat kembali seperti ini?" Setelahnya Ehsan menyodorkan botol minum tersebut tepat di depan bibir Audy. "Oh sepertinya saudara yang cewek mendadak gagu, jadi silahkan saudara cowok untuk mewakili." Ehsan mengalihkan botol minumnya ke arah Trian

Trian terdiam sebentar, menatap Ehsan dengan raut wajah serius. "No coment." Ucapnya sembari beranjak dari duduknya dan menggandeng tangan Audy untuk pergi meninggalkan dua manusia absurd

"Itu sih derita lo......" Gumam Audy saat melewati Jauhar

Jauhar dan Ehsan melongo untuk beberapa detik sebelum akhirnya kompak memekik keras, "BABIIII!!"

Trian yang mendengarnya hanya tertawa kecil

"Aarghhh!" Ehsan menghempaskan botol minumnya dan tak sengaja terkena lengan Jauhar

"Aduh! Kenapa jadi gua monyet?" Kesal Jauhar

"Maaf, nggak sengaja." Balasnya lalu mengambil botolnya kembali yang tergeletak di lantai

"Bodo." Ucap Jauhar lalu melangkahkan kaki memasuki ruang ujian

"Idih, dasar titisan Fir'aun!" Pekik Ehsan

-BERSAMBUNG-









[Not] Bad Boyfriend |END|Where stories live. Discover now